webnovel

BOLPEN

Andin dan Ical sudah sekelas selama dua minggu. Keduanya masih tak saling bicara meski meja mereka berdua hanya berjak 40 cm.

Andin bukannya sengaja menghindari Ical atau semua anak laki-laki dikelasnya. Hanya saja, Andin menganggap Ical selalu sibuk dan dia juga tak ada urusan dengan pemuda itu.

Selama pelajaran, Ical selalu fokus. Saat jam istirahat Ical biasanya pergi ke kantin dengan teman sebangkunya Hanif atau justru tetap di dalam kelas sibuk menunduk, berkutat dengan soal latihan olimpiade. Begitu pulang sekolah, cowok dengan senyum gigi kelinci itu bergegas pergi ke perpustakaan untuk pelatihan olimpiade. Mereka berdua tidak punya urusan untuk bicara.

Pecakapan pertama keduanya dimulai di pagi itu saat kelas masih sepi. Andin yang hampir selalu berangkat pagi sudah duduk di kursinya sambil menopang dagu memperhatikan Sela dan Ryan yang piket di depan kelas. Andin melamun sambil menunggu Sarah yang belum juga berangkat.

Andin agak melirik waktu Ical masuk ke kelas dan langsung duduk di kursinya. Berikutnya pemuda itu mengeluarkan sebendel kertas sebelum meletakan tasnya di laci meja. Ical membungkuk melongok ke arah laci meja seperti mencari sesuatu.

Setelah beberapa saat sibuk dengan pencariannya, Ical berdiri dan berjalan mendekati meja Andin. "Em,,, Lu bawa bolpen lebih nggak?"

Andin melirik Ical sekilas sebelum menunduk mengambil tas. Tanganya masuk ke dalam tas, mencari benda kotak yang selalu dia bawa. Sebuah kotak pensil warna biru. Andin mengecek bolpen yang dia bawa. "Ada sih, tapi gini semua.."

Andin meletakan tempat pensilnya di meja, agar Ical bisa melihat. Selain perlengkapan menulis yang lain, ada empat bolpen warna-warni dengan bentuk lucu-lucu diujungnya. Bolpen khas cewek.

Melihat wajah Ical yang agak ragu, Andin memasukkan tangannya lagi ke dalam tas mencari bolpen normal yang mungkin lupa dia masukkan ke tempat pensil. Seingatnya ada bolpen warna hitam disana. Nggak ada. "Atau pinjem Sela aja tuh Cal,"

"Eh ini aja nggak papa."Ical mengambil satu bolpen warna biru dengan bentuk kaktus lucu diujungnya.

Andin menatap prihatin ke arah Ical. "Yakin nggak papa pake bolpen ginian?"

Ical tersenyum lebar. "Yang penting bisa buat nulis."

Andin mengangkat bahu tak peduli.

Ical kembali ke mejanya dan mulai sibuk menunduk. Andin melanjut kegiatannya melamun sambil menopang dagu.

"Eh Ndin,,,"panggil Ical, membuat Andin agak tersentak.

"Makasih,,,"Ical mengangkat bolpen ditangannya.

"Hm.. Jangan lupa dibalikin."

Ical nyengir lebar sebelum mengangguk.

*

Tok tok tok....

Andin bangkit dari kasur, agak berlari untuk membuka pintu.

Kali Satya yang ada di balik pintu, dengan wajah datar. "Abang pesen pizza mau nggak?"

Andin menoleh ke belakang. "Lu mau nggak Ju?"

Juliana yang sekarang duduk bersandar mengangguk malu-malu.

"Yaudah turun, udah abang taro di meja ruang tengah."kata Satya sebelum berbalik, menuju kamarnya.

Andin mengajak Juliana ke lantai bawah.

Di ruang tengah sudah ada Tyo dan Ical. Tyo duduk membelakangi tangga, sedang mengajak Ical mengobrol. Di depan mereka ada kotak pizza yang sudah terbuka. Melihat wajah Ical yang duduk menghadap mereka, Juliana menahan nafas.

"Weh Andin,,, sini-sini duduk sama abang."Tyo yang menyadari kehadiran Andin menepuk sofa sampinya. "Eh ada Juliana juga,,,"

Juliana agak tersentak karena Tyo masih ingat namanya. Gadis bertubuh tinggi itu memasang senyum semanis mungkin.

Tanpa menggubris Tyo, Andin duduk di satu sofa kosong diikuti Juliana.

Melihat piring yang masih bersih dan pizza yang masih utuh Andin menatap Ical dan Tyo bergantian. "Belum pada mulai makan?"

Ical menggeleng pelan sementara Tyo langsung ngegas. "Nungguin elu lah. Kalau makan duluan kita disemprot Satya."

Andin mengambil sepotong pizza dan menggigitnya.

"Eh Cal, ini Juliana temen kuliahnya Andin."Tyo mengenalkan ke Ical.

"Kok jadi lu yang ngenalin sih?"Andin sewot.

Tyo membalas nggak kalah sewot."Lha lu diem aja malah sibuk makan. Kasihan Juliana diem-diem bae."

Juliana sok senyum malu-malu lalu mengulurkan tangannya ke arah Ical. Terhalang Andin yang duduk disamping Juliana, Ical tak punya pilihan selain mencondongkan badannya ke depan, sampai Andin bisa mencium aroma parfum cowok itu. Andin termundur, memberikan ruang.

"Juliana"

"Ical."

Ical mundur lagi, membuat Andin menghela nafas panjang. Dia melirik sebal ke arah Juliana yang terlihat seolah sengaja membuat Ical mencongkan badannya begitu.

*

"Dah ah gue mau pulang."kata Juliana santai. Sekarang gadis tinggi itu sudah tak malu-malu lagi. Bahkan dia mulai menanggapi lelucon garing Tyo dengan lelucon yang lebih garing.

"Rumah lu mana Jul?"tanya Tyo.

"Jangan dimenelin Yo. Dia juga sama buasnya."Andin memberi peringatan.

"Weh.. asyik dong cakar-cakaran?"Tyo malah ngakak.

"Bodo amat."

"Gue juga mau balik rumah sakit ini, maksudnya sekalian aja Juliana gue anterin pulang."kata Tyo akhirnya.

"Eh nggak papa?"Juliana menerjapkan mata. "Nggak enak gue."

Tyo masang wajah sok gantengnya. "Sans sama gue mah."

Setelah mengambil tas di kamar Andin, Juliana pulang bareng Tyo. Andin dan Ical mengantar keduanya sampai depan rumah.

Keheningan menyusul waktu mobil Tyo sudah keluar gerbang.

Ical melirik Andin yang diam membeku. "Gerbangnya mau ditutup sekarang sekalian?"

Andin mengangguk, lalu masuk lagi ke dalam rumah. Membiarkan Ical yang jalan ke depan menutup gerbang. Andin berjalan cepat agar sampai ke kamarnya tanpa perlu berduaan dengan Ical lagi. Sayangnya baru sampai tangga, Ical memanggil namanya.

"Ndin..."

Andin yang hampir sampai ujung tangga teratas terpaksa berhenti. Gadis itu menatap ke bawah, ke arah Ical yang sekarang mendongak. "Ada bolpen nggak?"

Andin menelan ludah. "Ada..."

Ical tersenyum. Memperlihatkan gigi kelinci yang membuat Andin membeku di tempat."Gue boleh pinjem? Lupa belum beli tadi."

Andin berdeham kecil. "Yaudah sini."

Andin berjalan cepat ke kamar, Ical menyusul dibelakangnya. Andin masuk ke dalam kamar mengambil tempat pensil sementara Ical tetap menunggu di depan pintu yang sedikit terbuka.

Gadis itu tergesa mencari tempat pensil di tasnya dan segera menyerahkannya ke Ical.

Ical membuka termpat pensil biru milik Andin. "Lu emang suka jenis bolpen ginian ya?"Ical mengeluarkan satu bolpen pink dengan hiasan bentuk cake diatasnya. "Masih sama kaya jaman SMA."Ical ketawa kecil.

Andin merengut. "Jadi pinjem nggak?"

"Jadi, jadi,"Ical mengembalikan kotak pensil itu ke Andin. "Dulu aja gue tahan minjem bolpen ginian hampir tiap hari,,,"

Like it ? Add to library!

Violia_nathacreators' thoughts