webnovel

Theodore Hortensia

Hmm… Aku rasa ada yang salah dengan buku sejarah yang aku baca di perpustakaan bawah tanah ini. Aku tidak pernah menikah dengan Anna, bahkan Anna memiliki anak dengan Andrius saja itu baru aku ketahui ketika berkunjung ke suatu desa dekat gua tempat kami berlima tinggal.

Keturunan Anna dan Elliot yang seharusnya itu Andrius bukan aku, sekarang mengabdi nama Galesong sebagai nama keluarga mereka. Yah aku memang mencintai Anna walaupun itu cinta bertepuk sebelah tangan, tapi kasihan sekali Andrius yang sebenarnya garis keturunan mereka malah tidak dianggap.

Lalu keturunan Olivia mengabdi nama Garret, dan keturunan Marsen mengabdi nama Ernest. Memang menyedihkan jika diantara kami berlima hanya aku yang tidak memiliki keturunan, bahkan keturunan Galesong itu bukan aku tapi Andrius!!

Aku akan mencari pembuat buku ini dan akan kuhajar sampai puas. Berani sekali mempermainkan hati laki-laki suci tak berdosa sepertiku.

Tidak ada gunanya juga marah akibat kesalahan penulisan sejarah ini. Aku memang pahlawan yang tersisa setelah kematian Raja Iblis 2000 tahun yang lalu, jadi kisahku banyak diabadikan dalam buku sejarah sampai banyak yang mengira aku dan Anna menikah.

Sekarang aku bukanlah Elliot lagi, melainkan Theodore Hortensia. Aku terlahir kembali di dunia yang damai dan peperangan hanya terjadi antara manusia dengan manusia. Aku juga tidak habis pikir kenapa orang-orang berperang satu sama lain karena memperebutkan wilayah dan kekuasaan, apakah ajakanku untuk hidup damai 2000 tahun lalu mereka abaikan? Akan kuhajar satu persatu raja-raja dimasa lalu jika mereka mengabaikan ajaranku dengan tidak menurunkannya kepada anak cucu mereka.

Aku khawatir jika peperangan antara manusia ini akan menghancurkan mereka sendiri dan mereka tidak bisa melawan ketika Raja Iblis bangkit. Aku tahu, aku sudah bersumpah kepada darahku dan kepada Dewa Odin untuk bereinkarnasi kembali ketika Raja Iblis bereinkarnasi. Dendam ku tidak akan pernah padam sampai Raja Iblis memutuskan untuk berhenti bereinkarnasi. Kematian teman-teman ku adalah luka yang tak pernah sembuh di hatiku, aku masih ingat tawa Raja Iblis saat melihat teman-temanku bersimbah darah.

Jika saja saat itu aku tidak ragu menggunakan kekuatan roh yang diajarkan Dewa Ares.

...

"Theo!!!".

Terdengar suara yang selembut mentari pagi mencari keberadaanku. Aku menutup buku dan beranjak dari meja baca.

"Dasar, Theo. Kalau lagi di perpustakaan harusnya bilang sama Ibu."

Dia adalah Ibuku, Maria Hortensia. Dia mantan penyihir kerajaan yang memutuskan untuk menikahi Ayahku yang seorang pendekar pedang kerajaan. Sebenarnya aku tidak dilahirkan oleh Maria, melainkan Maria memungutku di hutan yang berada di bagian utara kerajaan Maximilus.

Ngomong-ngomong soal kerajaan, Maximilus adalah kerajaan yang menjadi tempat tinggalku sekarang. Maximilus adalah nama dari Raja Pertama kerajaan ini.

"Ada apa Ibu? Seharusnya Ibu tahukan aku biasanya membaca buku setiap siang di perpustakaan?," ucapku.

"Duh kamu ini. Ibu mau memperkenalkan mu kepada bangsawan lainnya. Ibu khawatir kamu tumbuh besar tanpa teman," balas Ibu.

Sebegitu khawatirnya kah seorang Ibu jika anaknya tidak memiliki teman? 2000 tahun lalu aku tidak mengenal Ibuku siapa dan aku tidak mengerti bagaimana kasih sayang seorang Ibu. Jadi sekarang aku bingung harus bagaimana menanggapi Maria yang terlalu khawatir kepadaku.

"Tenang saja Ibu, aku pasti akan mendapatkan teman." Sebenarnya aku tidak suka bertemu dengan bangsawan lainnya, tapi untuk kali ini aku akan menuruti Ibu. "Jadi Ibu, pesta minum tehnya kapan?," tanyaku.

Mata Ibu langsung berbinar-binar dan dia seketika memelukku. Reaksi yang sudah kutebak, yah ini pertama kalinya aku setuju untuk ikut bersama Ibu ke pesta minum teh.

★★★

"Engkau serius Elliot? Kekuatanmu itu setara dengan dewa! Jika engkau menyegelnya untuk bereinkarnasi maka—".

"Aku hanya menyegel kekuatan para roh. Para roh menentangku untuk bereinkarnasi karena aku sudah berjanji ketika sudah meninggal akan menjadi raja para roh."

Kekuatan para roh juga terlalu kuat sampai tubuhku tidak bisa mengimbanginya. Keraguanku dahulu saat menghadapi Raja Iblis adalah kekuatan para roh yang dapat meledak sewaktu-waktu jika aku tidak bisa mengimbanginya. Namun ternyata sampai sekarang aku masih hidup dengan kekuatan para roh yang sudah menyelimuti seluruh badanku.

"Aliran Pedang Roh: Oberon dan sihir ilusi milikku saja yang tidak akan kusegel. Ketika bereinkarnasi, aku tetap membutuhkan kedua kekuatan ini. Aku harus bisa menggunakan sihir dan pedang sekaligus."

Maximilus mendekatiku, "Sahabatku, ingatlah. Saat engkau bereinkarnasi ucapkan kata — ketika bertemu anak cucuku."

Aku tertawa mendengar kata rahasia Maximilus. "Baiklah. Maximilus, jika aku bertemu anak cucumu aku berjanji akan melindungi mereka."

★★★

"Theo? Theo!".

"WOAH!".

Aku terbangun dan melihat sekitarku. Banyak orang dan aku lupa sedang berada dimana.

"Dasar Theo, apakah teh ini membuatmu mengantuk?," ucap Ibu.

Aku hanya tertawa kecil dan memperbaiki sikapku.

Sekarang aku berada di kediaman bangsawan Galesong. Iya, aku sedang bersama keturunan Anna dan Elliot yang masih berumur 6 tahun. Namanya Milize Galesong, aku dengar jika ia memiliki sihir cahaya dan tumbuhan yang berfokus kepada teknik pemulihan. Sama seperti Anna dahulu walaupun aku tidak melihat potensi besar dalam dirinya.

"Theo sudah bisa menguasai element kegelapan. Tapi, Theo selalu berbuat jahil dengan sihirnya," ucap Ibu kepada bangsawan lainnya.

Bukan jahil tapi itu caraku menghindari Ibu yang selalu ingin memanjakan ku setiap saat.

Selain Milize, ada juga Ruth dan Lute yang merupakan keturunan dari Olivia. Tidak seperti Milize, Ruth dan Lute memiliki potensi yang besar seperti nenek buyutnya. Ruth pengguna element angin, sedangkan Lute pengguna element listrik. Mereka berdua akan menjadi pemegang Rapier terkuat di masa depan jika ada orang yang dapat melatih mereka.

"Theo, apa kamu dengar?".

"Wha—Hah?," ucapku baru sadar dari lamunanku.

"Dasar. Pangeran Zordan ingin melawanmu dalam pertarungan sihir, apa kamu mau?," tanya Ibu.

Zordan Maximilus, anak dari raja Maximilus XI. Aku mengenal baik kakek buyutnya dan jujur, aku melihat potensi Zordan menjadi raja terkuat setelah Maximilus. Dia pengguna sihir listrik dan api yang digabungkan akan menjadi ledakan.

Namun untuk sekarang dia terlalu naif. Gelar pangeran yang dimiliki Zordan menjadikan dia angkuh dan terlalu percaya diri. Apakah aku harus mengujinya dengan sihir yang aku miliki sekarang?

Aku berdiri dan melipat kedua lengan bajuku. "Baiklah."

Aku dan Zordan pergi ke tempat latihan yang berada sedikit jauh dari kediaman Galesong. Milize dan Ruth menonton kami dari kejauhan, dan Lute menjadi wasit kami.

Sedangkan orang tua kami semua berada lebih jauh dari tempat latihan. Ini wajar karena diumur kami yang masih belia, orang tua dilarang dekat-dekat dengan anaknya ketika sedang bertarung satu sama lain. Kalau tidak salah itu untuk menghindari kecurangan? Raja Maximilus dahulu yang membuat aturan konyol itu.

"Kutu buku sepertimu tidak akan bisa mengalahkan ku."

Aku mengambil sarung tangan dari saku celana dan segera mengenakannya. "Sebuah kehormatan bisa bertarung dengan pangeran Zordan."

"Benarkah? Maka sebuah kehormatan bagimu juga bisa kalah ditanganku!".

Wah arogan sekali. Rasa ingin untuk menghabisinya sekarang juga.

Kami berdua memasang kuda-kuda terbaik kami. Lute mengambil sapu tangan merah dan melemparkannya ke atas langit. "Dimulai!".

Zordan melemparkan bola api kepadaku dan meluncurkan aliran listrik secara bersamaan. Teknik yang dilakukan oleh para penyihir dengan dua element ini untuk menciptakan asap agar penglihatan musuhnya terganggu.

Tapi sayangnya, kelemahan teknik ini juga berpengaruh kepada penggunanya.

Aku menjentikkan jari dan menciptakan beberapa ilusi diriku disekitar asap, lalu satu ilusi di luar asap. Kemudian aku berteleportasi ke ilusi yang ada di luar asap.

Aku melihat beberapa gerakan Zordan yang menghantamkan bola api kepada ilusiku. Aku hanya menonton dari kejauhan dan melihat gerakan dan efisiensi nya dalam menggunakan sihir api dan listrik.

"Sial! Dimana kau kutu buku?!".

Dari tadi dia tidak sadar, padahal sudah jelas semua yang ia serang adalah ilusi.

"Pelajaran pertama, jangan gegabah dalam pertarungan," ucapku sambil menggunakan sihir [Shadow Hand]

aku menjentikkan jariku dan menghilangkan ilusi dan asap, kemudian dengan sihir [Shadow Hand] aku mengunci semua pergerakan Zordan.

"Kedua, Mana untuk mengeluarkan sihir itu terbatas. Jangan sembarang mengeluarkan sihir secara bertubi-tubi."

"Sial!! Kutu buku kau curang!".

"Curang? Aku menggunakan sihirku untuk mengunci pergerakan mu. Oh ya dan pelajaran ketiga, jangan terlalu percaya diri dalam pertarungan!".

Aku menjentikkan jariku dan menggunakan sihir [Nucles Shadow] yang membuat semua [Shadow Hand] yang mengikat Zordan meledak.

Zordan terkapar dan sudah tidak dapat bergerak. Aku melepaskan sarung tanganku dan berjalan keluar tempat latihan.

Aku melewati Lute yang terdiam dengan aksiku barusan. "Se-selesai! Theodore Hortensia menang!".

Baru saja aku hendak menurunkan kedua lengan bajuku, Ibu langsung melompat ke arahku dan memelukku. Jelas dia bangga, anaknya dapat mengalahkan pangeran arogan.

Saat dipeluk Ibu, aku melihat ke arah Zordan yang sudah berdiri namun terluka. Dia menatatpku dengan penuh amarah dan aku membalasnya dengan tatapan menantang.

Biarkan amarah itu jadi motivasimu untuk lebih kuat. Engkau Raja yang akan menyaingi kakek buyutmu. Jadikanlah aku acuanmu untuk terus menjadi kuat.

—Aku lebih kuat darimu—

Aku tidak sengaja mengucapkan kode rahasia yang diucapkan oleh Maximilus dahulu kepada Zordan.

Maximilus, anak cucumu akan menjadi raja yang hebat dimasa depan.