webnovel

GRAFFITI AREA

Dimulai dari Fuyuki Matsuda seorang pengguna kekuatan spiritual berbakat di Divisi Nol Rakugaki menerima wasiat dari ayahnya yang meninggal di Kantor Perusahaan Miyamoto 4 bulan lalu. Dalam wasiatnya, ia diminta untuk bersekolah di SMA Abeno dan meneruskan perusahaan yang orang tuanya tinggalkan. Tidak ada orang lain selain Fuyuki yang bisa menggantikan posisi ayahnya di perusahaan. Selain itu, Fuyuki beranggapan ayahnya meninggal karena dibunuh dan wasiat itu merupakan dying message. Kini Fuyuki menjalankan wasiat tersebut dengan bersekolah di SMA Abeno bersama Hiyori Fujisaki dan Mawaru Yoshioka, dan menjadi direktur utama perusahaan sambil menyelidiki penyebab kematian Ayahnya. Hiyori dan Mawaru merupakan pengguna spiritual yang sedang dalam mode pelatihan. Mereka berdua memanggil Fuyuki sebagai pelatihnya dengan sebutan “Master” namun karena Fuyuki menjadi ketua kelas, mereka memanggilnya dengan sebutan “Ketua”. Di samping itu mereka sebagai pengguna spiritual harus menyembunyikan identitasnya karena dikhawatirkan dapat menyebabkan kesenjangan sosial yang parah. Tetapi, rahasia mereka sempat akan terbongkar karena ada seorang gangster meminta bantuan bernama Madara Madarame yang ternyata cucu dari guru mereka bertiga, tak lama kemudian mereka menjadi sahabat. Suatu ketika pada pelajaran olahraga, Mawaru tak sengaja bertemu dengan sahabatnya bernama Kana Ayami yang baru saja memulai debutnya sebagai idol. Mawaru mengenalkan Fuyuki, Hiyori, dan Madara kepada Ayami. Karena alasan tertentu, Fuyuki terlibat lebih dalam ke kehidupan Ayami yang membuat identitasnya terbongkar. Momo yang saat ini merupakan teman dekat Ayami ternyata sekretaris muda perusahaan Miyamoto sehingga dirinya terpaksa menjelaskan semuanya terkait dengan kehidupan Fuyuki. Ayami yang tidak menyangka bahwa dirinya adalah keturunan penyihir memutuskan untuk mengunjungi Nekomichi atas saran dari Fuyuki. Nekomichi adalah peramal nasib legendaris, tak hanya urusan nasib saja ternyata malah meramalkan cinta dan katanya kini Ayami terikat takdir bersama Fuyuki. Ayami mencoba meyakini hal itu, namun melihat sikap Fuyuki yang begitu dingin membuat Ayami ingin menyerah. Ketika berada dalam satu klub “Paramistic” yang terbentuk karena faktor kesengajaan, hubungan keduanya semakin dekat semakin bisa mengungkapkan perasaan satu sama lain. Mampukah Ayami mempertahankan cintanya dengan Fuyuki? Apakah kehidupan Fuyuki akan berubah setelah bertemu Ayami?

ANABANTINGAN · Fantasy
Not enough ratings
340 Chs

Rumah

Madara yang putus asa karena ikatan pertemanannya hancur dan hampir tertabrak truk, kemudian diselamatkan oleh Fuyuki.

Suatu hari mereka berjanji untuk menjadi teman selamanya. Kata-kata Fuyuki saat itu sangat memotivasi Madara. Namun, Fuyuki dan Madara belum saling kenal.

Madara lupa menanyakan namanya, dia berharap bisa bertemu dan berbincang-bincang banyak hal dengannya lagi ....

Beberapa hari kemudian sejak setelah kejadian itu, Madara tidak pernah melihat Fuyuki di kuil itu lagi. Madara yang penasaran dengan keberadaan Fuyuki, mulai memberanikan diri untuk berbicara dengan kakek saat Hiyori dan Mawaru di kuil yang tengah istirahat dari latihannya.

"Kek, ke mana anak yang berambut putih yang biasa berlatih di sini itu?"

"Entahlah." Kakek menjawab pertanyaan Madara sambil melihat ke arah lain.

"...."

"Kenapa kau mencarinya?" Kakek berbalik tanya ke Madara.

"Um~ tidak ada apa-apa, kok."

"Benarkah?" Kakek heran melihat Madara yang bertanya seperti ini kemudian memelototinya.

"Kalau begitu sampai jumpa, kek." Madara berlari meninggalkan kuil. Madara merasa kakek pasti menyembunyikan sesuatu. Madara memutuskan untuk mencari Fuyuki sendirian.

Sesaat Madara yang berlari kencang berpapasan dengan Hiyori

Hiyori yang penasaran menanyakannya pada kakek "Kakek, siapa bocah itu?"

"Dia ... cucuku."

"Eh, cucumu?" Hiyori dan Mawaru terkejut bahwa kakek mempunyai cucu seumuran dengannya.

****

Madara terus mencari Fuyuki, ia mencari di sudut taman di bangku tempat pertama kalinya bertemu. Namun, Madara tidak menemukannya. Padahal kita baru saja menjadi teman, mengapa engkau malah meninggalkanku?

Madara kesal karena tak menemukan Fuyuki di mana pun.

Akhirnya Madara memutuskan untuk pulang ke rumah.

"Sepertinya Fuyuki bukan teman yang tepat untuknya." Pikir Madara yang tertunduk lesu dengan rasa kekecewaan.

Ketika dalam perjalanan pulang, Madara melihat mobil yang pernah ditumpangi gadis kecil waktu itu parkir di depan rumahnya. Lalu, seorang perempuan paruh baya tengah membopong Fuyuki dari arah kuil. "Itu ... kan!?" Madara hanya bisa melihatnya dari kejauhan di belakang semak-semak.

Apa perempuan itu mama mereka?

Kemudian seorang laki-laki membuka kaca mobil dan Madara sempat mendengar percakapan mereka berdua.

"Bawa dia pulang ke rumah kita, ini adalah kelalaianmu!" Kata lelaki yang berada dalam mobil tersebut.

Madara melihat sekujur tubuh Fuyuki penuh luka ....

Kemudian mereka berdua masuk dan tidak asing di kursi bagian depan ada gadis kecil yang Madara lihat sebelumnya ....

Madara bertanya-tanya "Dia gadis yang kemarin itu, kan? Sebenarnya ada apa ini, dan apa hubungan mereka berdua?" Mungkin rasa penasaran ini tidak pantas untuk memiliki jawaban.

Madara akhirnya pulang dengan sangat murung, ia merasa sudah tidak bisa bertemu dengan Fuyuki lagi.

****

"Ada apa Madara?" Tanya sang ibu pada Madara yang tampak murung ketika makan malam.

"Ah tidak ada apa-apa." Madara segera menyudahi makanannya dan menuju kamarnya. Ia terus memikirkan Fuyuki, karena saat ini Fuyuki adalah teman satu-satunya.

Kakeknya yang mengetahui perasaan Madara saat itu menghampiri kamarnya dan menjelaskan semua yang terjadi. Fuyuki pergi bukan keinginannya sendiri melainkan masalah keluarga yang menyeret dirinya dalam kehidupannya.

Madara berkata pada kakek kalau Madara ingin bertemu dengan Fuyuki. Kakek terpaksa melatih Madara dan mendidiknya dengan keras, hingga akhirnya ia ada ke Osaka dan bersekolah di SMP Tennouji. Lalu berhasil menemukan Fuyuki di SMA Abeno.

****

Sebelumnya, Madara membutuhkan bantuan Fuyuki untuk berkelahi melawan kelompok gangster bernama Dorgeia. Namun, Fuyuki tidak bisa melakukannya karena merupakan larangan baginya sebagai pengguna kekuatan spiritual tingkat tinggi. Tetapi, bukan berarti Fuyuki tidak bisa membantunya. Fuyuki bersedia membantu Madara dengan mengajaknya ke suatu tempat.

Mereka berdua berjalan kaki. Karena dirasa tempat yang dituju Madara berlawanan arah dengan rumahnya saat ini, Madara mulai curiga karena tempat yang dituju Fuyuki dirahasiakan dan tak kunjung sampai.

"Ke mana kita?" tanya Madara.

"Kenapa, kau lelah?" Fuyuki melihat wajah Madara yang kelelahan. Fuyuki kemudian berjalan di depan Madara, dia berhenti di depan bangunan di perkampungan yang bisa dibilang rumah.

"Kita sudah sampai."

"Ru-rumah? (Madara keheranan dan ikut berhenti) Rumah siapa ini?"

Fuyuki memegang gerbang depan rumah tersebut dan membukanya ... "Ayo masuk!" ajak Fuyuki pada Madara, kemudian Fuyuki berjalan memasuki halaman rumah itu.

"Oi oi, tidak sopan masuk ke rumah orang tanpa permisi terlebih dahulu." Kata Madara sambil menengok kanan kiri mengikuti Fuyuki masuk. Namun, Fuyuki tak berkata sedikit pun hingga memegang engsel pintu dan membukanya lalu memasukinya.

Dalam hati Madara "Rumah yang cukup bagus. Tampak luar biasa saja tetapi di dalamnya sangat elegan, apakah rumah sebagus ini miliknya?"

Fuyuki meletakkan sepatunya di rak, dan menggunakan sandal rumahan. Begitu juga Madara mengikuti cara Fuyuki memasuki rumah tersebut.

"Duduklah di sini terlebih dahulu!" Fuyuki mempersilakan Madara dengan lembut untuk duduk di sofa. "Aku akan memanggil mereka (maksudnya Hiyori dan Madara)."

"Mereka?" Madara pikir mungkin pemilik rumah ini. Madara tidak yakin kalau ini rumah Fuyuki.

"Ya."

"Baiklah aku menunggunya di sini." Madara duduk di sofa tersebut.

Setelah menunggu cukup lama, tiba-tiba datang seorang anak kecil perempuan menggunakan baju dress tanpa lengan warna putih lewat depan Madara. Anak itu tidak menoleh sedikit pun ke Madara. Hari sudah mulai gelap dan suasana rumah terasa sunyi. Madara sedikit khawatir dan bertanya-tanya dalam dirinya, apa rumah sebesar ini hanya memiliki satu penghuni? Madara mengendap-endap mulai mengikuti anak perempuan itu. Anak itu berlajan menuju koridor, kemudian terdengar langkah kaki mendekati Madara dan tiba-tiba ada tangan memegang pundak Madara.

"Hei!" Saat ditoleh ternyata ada Fuyuki "Ngapain kau di situ?"

Madara berbalik menghadap Fuyuki "Tadi ada anak kecil lewat sini." kata Madara sambil meyakinkan Fuyuki.

"Anak kecil? Mana ada di sini anak kecil." Fuyuki menyangkalnya. Seketika Madara terdiam dengan wajah pucat dan berkeringat dingin layaknya orang yang sudah melihat hal mistis.

"...."

"Kau kenapa?" Tanya Fuyuki pada Madara yang tiba-tiba pucat begitu.

"Ah ti-ti-tidak apa-apa." Madara tergagap dengan nada bergetar saat mengatakannya.

"Sudahlah, ayo kembali." Fuyuki meraih tangan Madara dan mengajaknya kembali ke sofa.

Fuyuki merasakan tangan Madara yang digenggamnya tiba-tiba begitu dingin dan berjalan sedikit gemetaran. Fuyuki terus menggenggamnya hingga Madara duduk di sofa lagi dan masih tertunduk pucat.

"Madarame, kamu kenapa? Apa kamu sakit?" Fuyuki bertanya pada Madara tetapi, Madara tak menghiraukannya.

"Oiiiii Ma-da-ra-me." Fuyuki menyentuh pipi Madara lalu mencubit dan menariknya.

"Aduh, sakit." Secara refleks Madara merasa sakit dan menepis tangan Fuyuki.

"Syukurlah kau baik-baik saja." Fuyuki mengatakan seperti tidak ada masalah.

"...."

"Jika kau merasa kurang sehat sebaiknya kamu bermalam di sini." Kata Fuyuki sambil menenangkannya.

"Tidak! (Tolak Madara mentah-mentah) Matsuda, sebaiknya kita pulang." Kata Madara yang masih merasa ketakutan.

"Pulang, bicara apa kau ini ...?" Fuyuki Heran mendengar Madara yang menolak ajakannya.

"Eh?"

"Karena ini adalah rumahku."

"Rumahmu?"

"Ya, ini rumahku."