1 Prolog, (Engkau) Abadi

Tepat hari ini, 12 Agustus 2020, pukul 18:39 selepas sholat magrib, aku kembali duduk didepan laptop untuk menulis bagaimana aku pandai menulis. Sudah satu tahun semenjak wisuda universitas hari itu, aku jarang sekali mendapatkan kabarnya. Panggil saja L, dia adalah sahabat dekat didunia perkuliahan. Sejujurnya aku sudah menyukainya sejak kita duduk dibangku SMK yang sama. Tetapi karena saat itu aku tersadar, bahwa aku masih jauh dari kata 'pantas', aku menjauh darinya. Yang kami lalui hanya sekedar saling sapa.

Aku terlahir dari keluarga yang sederhana. Sehingga untuk ukuranku, dia terlalu mewah.

Saat itu tahun 2014, ketika aku lulus dari bangku SMK, karena aku tidak ada biaya untuk melanjutkan bangku kuliah, aku memutuskan untuk bekerja selama satu tahun. Arsitektur dan Interior adalah bidang pekerjaan yang kutekuni selama satu tahun tersebut, sambil memantapkan niat bahwa aku harus mendapatkan gelar S1 tahun depan.

Time flies..

Satu tahun berlalu, aku mendaftarkan diriku di universitas swasta yang cukup favorit dijakarta. Seolah Tuhan ingin menunjukkan kuasa-Nya dengan takdir manusia, L adik kelasku semasa SMK dulu ternyata mendaftar di universitas yang sama. Aku menyadarinya ketika aku sedang melihat-lihat siapa saja nama teman-temanku, mungkin, barangkali ada yang kukenal ?

Lalu disuatu malam ketika kami sedang duduk berdua dipenghujung tahun 2016, dia bercerita bahwa laki-laki yang dicintainya telah mengecewakannya. Aku tak kuasa menahan cinta dalam dada, lalu malam itu juga aku memutuskan untuk membahagiakannya.

Namun, aku juga tak memiliki cukup keberanian untuk mengikat. Selain karena aku sudah berkomitmen untuk tidak berpacaran, saat itu aku juga menyadari ada banyak hal yang harus kuperjuangkan. Terutama untuk kedua orang tua dan keluarga, aku masih belum mampu untuk membahagiakan mereka.

Bagaimana mungkin aku bisa mencintainya, sementara aku sibuk dengan ambisi dan cita-cita yang harus kugenggam ?

Bagaimana mungkin aku bisa sepenuhnya membahagiakannya, sementara keluargaku saja belum mampu kubuat bahagia ?

Dari sanalah, aku berhasil menjadi penulis. Menjadi seseorang yang cukup pandai bermain dengan kata-kata. Sebab didepannya, aku tak bisa banyak bicara tentang rasa.

Menjelmalah cinta dalam bentuk karya sastra.

Kurang lebih tiga ribu puisi tertulis untuknya. Didalam catatan pribadi yang kumiliki, tidak hanya lengkap dengan urutan nomor puisi, tetapi juga tanggal dan momen (foto) ketika aku menulis masing masing puisi tersebut. Di dalam notes pribadi juga sempurna sampai menit dan jamnya.

Prolog ini kuketik dibulan agustus tahun 2020, kurang lebih sudah 4 tahun berlalu sejak kejadian itu. Aku berfikir, mungkin sudah saatnya dunia tau tentang cintaku kepadanya.

Satu hal lain yang kini kusadari adalah, L telah abadi. Didalam puisi yang tak pernah mati.

avataravatar
Next chapter