30 30. Bertahan Atau Mati

"Aku tidak mau kehilangan kamu, kamu yang kuat ya." Sekilas terdengar ucapan seperti itu.

Risma semakin erat memeluk ku, dia menangis semakin kencang. Risma semakin tidak mempedulikan bajunya penuh darah karena terus memeluk ku.

Siswanto dan Fajar berlari menuju kearahku dan Risma, menanyakan bagaimana kondisiku sekarang ini apakah kritis.

"Gimana kondisi nya Ris? Apakah perlu perawatan lanjutan." Tanya Fajar.

"Aaaaku tidak tahu, dia hanya diam saja." Jawab Risma sambil menangis dan membersihkan bekas darah yang keluar dari hidung dan mulutku.

Siswanto memeriksa kondisi lebih lanjut, mengecek tubuhku apa saja yang terluka. Dia membolak-balikkan tubuhku untuk mempermudahkan dia.

Saat dia membalik tubuhku, aku mengerang kesakitan. Risma yang memeluk ku tadi, kini membantu Siswanto, tidak tega dan semakin menangis melihat aku mengerang sakit.

"Ini lukanya cukup parah, aku khawatir apakah dia akan selamat atau tidak di gunung ini." ucap Risma sambil menangis tersedu-sedu.

"Apakah benar yang kamu katakan itu? aku tidak mau kehilangan dia, siapa yang akan membantu kita nanti, aku tidak ingin pendakian ini berakhir dengan kisah pilu." ucap Siswanto sambil meneteskan air matanya.

"Sekarang kita sebisa mungkin untuk menghentikan pendarahan yang keluar, sehingga dia tidak bisa kehabisan darah, nantinya kemungkinan untuk hidup masih tetap ada."

"Akan tetapi kalau kita sampai tidak bisa menghentikan pendarahannya, kita hanya bisa pasrah dan berdoa agar dia tetap selamat nantinya." ucap Risma sambil memelukku.

Mas Simon dan Mas Ryan yang tadi telah membantu Putri untuk kembali sadar, kini Putri sudah kembali sadar seutuhnya meskipun dia hanya sedikit mengalami pusing namun tidak terlalu membahayakan dia.

Mereka bertiga berlari ke arahku melihat bagaimana kondisi ku sekarang ini, aku yakin mereka bertiga dan juga teman-temanku yang lainnya pasti khawatir akan kondisi tubuhku yang sangat lemah dan terkapar ini, karena ulah dari makhluk halus yang telah merasuki tubuh Shela.

Aku percaya semua teman-temanku tidak ingin kehilangan diri dalam dekapan gunung ini. Semua pasti akan berusaha untuk menyelamatkan ku.

Yang hanya bisa aku lakukan sekarang ini adalah menahan rasa sakit, untuk bisa tetap bertahan demi teman-temanku dan orang tuaku yang telah menunggu di rumah.

"Bagaimana kondisinya, apakah dia terluka cukup parah?" tanya Mas Ryan kepada Risma dan juga Siswanto yang menolongku.

"Iya mas ini lukanya cukup parah, yang terpenting sekarang kita harus bisa menghentikan pendarahan ini agar dia tidak kehabisan darah." ucap Risma menjawab Mas Ryan.

"Oh gitu ya sudah, sekarang kita ayo hentikan pendarahannya, ambilkan kapas sama kain kasa dan juga perban-perban yang ada di kotak P3K." teriak Mas Ryan kepada Mas Simon dan juga Putri.

"Siap akan aku carikan apa yang kalian perlukan dan aku akan bawa ke sini kotak P3K nya." jawab Mas Simon dan juga Putri berlari mencari kotak P3K.

Aku tidak yakin apakah masih ada seberapa banyak obat medis yang ada di dalam P3K tersebut, karena aku tahu pasti obat yang ada di dalam kotak tersebut sudah berkurang banyak, karena selama perjalanan tadi kita sudah memakai obat tersebut secara bergantian.

Setelah mendapatkan kotak P3K tersebut Mas Simon dan juga Putri berlari kembali ke arahku, mereka berlari cukup kencang hingga mereka tidak menghiraukan apa yang ada di bawah mereka, hingga akhirnya mereka berdua jatuh tersandung oleh akar pohon yang cukup besar, mereka berdua tersungkur ke tanah yang mengakibatkan Mas Simon dan dan juga pipi Putri lecet karena mereka tersandung cukup keras.

"Kamu tidak apa-apa Mas?" tanya Risma kepada Mas Simon yang berjalan tertatih karena sehabis tersungkur membawa obat P3K.

"Tidak apa-apa ini hanya luka lecet-lecet dikit aja, kamu nggak perlu khawatir yang penting kita harus bisa menyelamatkan dia dulu, agar bisa melanjutkan pendakian." ucap Mas Simon sambil membersihkan dagunya yang lecet mengeluarkan sedikit darah.

"Ini kotak P3K nya." Ucap Mas Simon sambil memberikan kotak P3K yang sudah dia bukakan.

"Terima kasih banyak Mas." Jawab Risma.

"Oh iya Mas, ini kamu dan juga Putri bergantian membersihkan luka kalian ya, jangan sampai kalian juga mengalami rasa sakit di sini, kasihan kalau kita nanti banyak yang mengalami kejadian aneh, karena biasanya makhluk harus itu paling suka dengan bau-bau darah." ucap Risma kepada Mas Simon dan juga Putri.

"Oh begitu, ya sudah kalau begitu aku minta obat merah nya satu dan satunya lagi kamu bawa, nanti aku cuma ambil kapas dan juga plester saja." ucap Mas Simon sambil mencari apa yang dia butuhkan di dalam kotak P3K.

"Ayo Putri, mana aku bersihkan dulu kamu dulu, nanti gantian kamu bersihkan lukaku kalau aku udah selesai." Ucap Mas Simonn kepada Putri.

"Iya Mas ini juga sedikit perih, nanti gantian aku membersihkan lukamu, setelah itu kita membantu Risma dan juga Siswanto menyelamatkan Ei agar dia tidak kritis." ucap Putri kepada Mas Simon.

Disaat Mas Simon dan juga Putri saling bergantian membersihkan luka lecet di tubuh mereka, Risma dan juga Siswanto dan Fajar mereka bertiga saling bahu-membahu membantu membersihkan luka yang ada di tubuhku.

Risma mengambil kapas untuk menutup di hidungku agar tidak terus mengeluarkan darah akibat pendarahan tersebut.

Fajar dan juga Siswanto membersihkan luka lecet yang ada di tubuhku akibat cakaran tendangan dan juga pukulan dari Shella.

Mas Ryan mendapat bagian untuk menyalakan api, agar kami semua di situ dalam keadaan yang cukup hangat tidak mengalami hipotermia, akibat suhu yang cukup ekstrem karena kami juga sudah cukup kelelahan.

"Kamu bertahan ya kita semua disini ada buat kamu terus jadi kamu tetap kuat." ucap Fajar memberikan semangat kepada aku.

"Iya kami pasti selalu support kamu dan membantu kamu, jadi kamu fokus untuk mengembalikan kondisi tubuh kamu dulu." ucap Siswanto juga menyemangatiku.

"Aku aku tidak mau kehilangan kamu, aku ingin kamu bertahan demi ku, teman-teman dan juga keluargamu di rumah, apa kamu tidak ingin nanti bisa memiliki cerita indah bersamaku selama pendakian hingga kita berdua bisa berdiri di puncak bersama-sama." ucap Risma sambil terus meneteskan air matanya.

Kondisi tubuhku yang terkulai lemah membuat mataku sedikit buram melihat kondisi sekelilingku, telingaku masih cukup awas mendengar apa yang teman-temanku katakana, hingga itulah yang membuatku menjadi termotivasi untuk tetap bertahan.

Fajar dan juga Siswanto membersihkan luka-luka ditubuhku dengan menyiram air bersih terlebih dahulu membersihkan kuman yang ada, lalu mereka perlahan-lahan menggunakan kapas membasuh lukaku dengan obat merah.

Saat luka lecet tidak mengeluarkan darah, mereka berdua menutupnya dengan plester yang kami bawa.

Risma yang menutup hidungku dengan kapas, sekarang di taruh kepalaku di pahanya agar darah keluar, tidak kembali ke tenggorokanku dan mengakibatkan aku tersedak.

Di saat mereka bertiga saling membahu mengobatiku, aku hanya bisa merintih kesakitan tidak keluar suara teriakan ,akan tetapi hanya teriakan kecil bahkan untuk berbicara saja aku sudah mulai tidak kuat.

Karena mungkin ragaku sudah cukup kehilangan tenaga karena kejadian sebelumnya ini.

avataravatar