25 25. Muncul (Kembali) Sebuah Terror

"Terima kasih banyak ya." Ucap Risma pada Shella yang telah membantu mengambilkan kain untuk balutan kakiku.

"Iya sama-sama semoga lekas kembali sembuh ya, biar kita bisa bareng-bareng naik kepuncak dengan penuh rasa bahagia." Ucap Shella kepadaku.

"Terima kasih banyak, kalian telah membantuku, nggak tahu harus bilang gimana lagi kepada kalian semua yang tetap selalu kasih support aku." ucapku terharu menjawab ucapan Shella dan juga Risma.

Risma pun mulai membalut kakiku yang cukup terasa sakit, karena sehabis dipijat oleh Risma tadi, Shella dengan sigap membantu Risma agar lebih cepat membalut kakiku.

"Ini tadi tidak parah kan Ris?" tanya Shella kepada Risma mengenai kakiku.

"Enggak ini tadi cuma patahnya belum terlalu fatal, jadi masih bisa sedikit dikembalikan pada posisi awalnya, kalau saja jadi tetap dipaksakan untuk naik dalam kondisi seperti ini ya nggak tahu, mungkin ya akan lebih fatal lagi." ucap Bisma menjelaskan kondisi kakiku pada Shella.

"Untuk saja kamu ikut ekstrakurikuler Palang Merah Remaja, jadi kita semua nggak perlu khawatir kalau misalkan terjadi apa-apa mengenai hal yang dibutuhkan perawatan, kita udah ada kamu tapi berharapnya kita kedepannya nggak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan." ucap Shella pada Risma.

"Ya semoga saja tidak ada hal aneh yang mulai menghantui kita, tadi aku mulai sedikit khawatir karena kehadiran bayangan hitam." ucap Risma.

Akupun langsung menyahut pertanyaan Risma tadi yang ditujukan kepada Shella.

"Kamu nggak perlu khawatir yang penting kita selalu tetap berdoa dan memohon perlindungannya, pasti makhluk-makhluk halus di sini juga tidak akan mengganggu kita kalau kita senantiasa taat dan beribadah." ucapku menjawab.

"Iya sih tapi aku mulai sedikit kecapekan dan banyak melamun akhir-akhir ini, aku sedikit takut bisa saja mereka merasuki tubuhku." ucap Shella.

"Ya kalau bisa sih jangan sampai, karena si Putri aja barusan sadar, masa iya sekarang harus gantian kamu yang kesurupan." ucapku kepada Shella.

"Iya semoga saja ya." sahut Shella menjawab pertanyaanku.

"Sekarang buruan selesaikan membalut kakiku ini, agar aku bisa berjalan dan kita kembali lagi ke api unggun sana untuk menghangatkan tubuh." Ucapku kepada Shella dan juga Risma.

Shella dan juga Risma perlahan-lahan membalut kakiku dengan sangat hati-hati karena tidak ingin posisi tulangku kembali bergeser seperti tadi.

Aku hanya bisa merintih, merengek kesakitan karena ya memang benar sangat sakit sekali kalau kaki sampai benar-benar patah seperti ini.

Ini pengalaman pertamaku mengalami patah kaki, aku tidak bisa membayangkan bagaimana kondisi orang tuaku dirumah, melihat kondisiku saat pulang dari pendakian ini apakah mereka sangat terkejut dan sedih melihat kondisi seperti ini.

"Nih udah selesai sekarang, coba kamu berdiri pelan-pelan bisa nggak." ucap Risma.

Akupun mencoba berdiri berpegangan kepada Shella juga Risma.

"Iya ini udah bisa berdiri kok, tapi jalannya nggak begitu bisa cepat, jadi nanti minta bantuan tolong digandeng ya, semoga lama kelamaan pasti nanti juga bisa jalan biasa." ucapku kepada Shella dan Risma.

Tiba-tiba saja

"Braaakkkkkkkkkkk…..."

Saat aku yang masih belajar untuk berdiri kuat dengan kaki yang patah, dari belakang aku seperti didorong dan kembali jatuh lagi, aku pun sangat kaget karena di belakangku tidak ada siapa-siapa.

"Aduhhh, siapa ini yang mendorongku?" ucapku.

"Awas nanti kamu ke bentur lagi, kamu belum sembuh." Ucap Risma menolongku yang sudah tersungkur di depan mereka berdua.

Saat Shella dan Risma mencoba menolongku, merekapun dilempar sebuah kayu dan batu yang cukup besar yang mengenai mereka berdua.

Sebuah kayu yang cukup besar mengenai bahu Shella, sedangkan batu yang cukup besar dan tajam itu mengenai dari pelipis Risma.

Shella dan Risma pun berhenti kesakitan karena bahu dan pelipisnya terkena lemparan sesuatu yang tidak bisa mereka berdua hindari.

"Aduh sakitnya bahuku, siapa yang melempar ini?" rintih Shella meringis kesakitan memegangi bahunya.

Aku langsung saja tertuju kepada Risma, dia merintih kesakitan sambil duduk menunduk kan kepalanya menangis.

"Kamu kenapa Ris?" tanyaku kepada Risma.

Dia hanya menangis sambil memegangi kepalanya.

Aku pun mencoba mendekati Risma menanyakan apa yang sedang terjadi sambil memegang kepalanya menenangkan dia.

"Apa yang sedang terjadi? kenapa kamu menangis dan merintih kesakitan." tanyaku kepada Risma.

Setelah itu dia pun melepaskan tangannya yang memegangi pelipisnya, darah mulai bercucuran di pipinya. Aku sedikit terkejut dan kasihan melihat Risma, orang sudah membantuku selama ini menjadi sasaran dari tak kasat mata penunggu di gunung ini.

"Kenapa pelipismu mengeluarkan darah?" tanyaku kepada Risma sambil membersihkan darah yang mengalir dari pelipis menuju pipinya.

Aku sangat tidak tega melihat wanita yang aku sukai ini ikut menjadi korban hingga wajahnya berdarah seperti ini.

"Kamu yang tenang ya, ini aku masih membersihkan darah yang ada di pipi, kamu sabar ya nanti habis ini aku akan obati, aku mau ambil kotak P3K nya dulu, tunggu sebentar." Aku menenangkan Risma yang terus menangis karena dia tidak mau jadi korban dari gangguan makhluk tak kasat mata yang ada di sini.

Aku berjalan menuju kotak P3K yang berada di dekat Shella dengan tertatih-tatih dengan kaki terseret, berjalan mendekat kepada Shella juga yang ada di samping kotak tersebut.

Aku tak lupa menanyakan bagaimana kondisi Shella yang terkena lemparan dari kayu yang cukup besar yang mengenai bahu.

"Bagaimana kondisimu? Apa yang kamu keluhkan sakit?" tanyaku.

"Ini aku tadi dari belakang seperti dilemparkan yang cukup besar, akhirnya mengenai bahuku sekarang sedikit sakit." jawab Shella meringis sakit memegangi bahunya.

Aku tidak tega melihat kondisi teman-teman, sedangkan kondisiku kaki yang sedang patah harus merawat dua perempuan, selain itu teman-temanku yang lainnya juga masih membantu Putri yang masih terperangkap gangguan makhluk halus.

Aku cukup sedih karena tetapi memilih melanjutkan risiko yang telah kami terima. Tetapi apa yang telah kami terima ini, tidak menyurutkan niat dan ambisi teman-temanku untuk menuju puncak Basundara yang berada di ketinggian 2045 m diatas permukaan laut ini.

Aku memanggil Mas Ryan dan Mas Simon untuk membantuku merawat Shella dan aku akan merawat Risma.

"Mas Ryan, Mas Simon minta tolong ke sini, ini Shella dan juga Risma habis terkena lemparan kayu dan batu yang cukup besar mengenai mereka berdua, aku tidak mampu merawat mereka berdua dalam kondisi kakiku seperti ini, cepat kesini mas." teriakku kepada mereka berdua.

Mas Riyan dan Mas Simon langsung bergegas lari menuju ke arahku meninggalkan Putri, Fajar dan juga Siswanto.

"Apa yang sedang terjadi pada Shella dan juga Risma?" tanya Mas Simon kepadaku.

"Ini mas, tadi Shella dan juga Risma tadi sedang membantuku berdiri, tiba-tiba ada kayu dan juga batu yang dilemparkan kepada mereka."

"Kayunya mengenai bahunya Shella, itu dia meringis kesakitan mas. Sedangkan batunya tadi mengenai pelipis dari Risma hingga mengeluarkan darah, ini lihat bajuku aja aku buat untuk membersihkan darah yang mengalir dari pelipisnya, akhirnya aku sobek bajuku untuk menutupi kepalanya agar darahnya tidak mengalir keluar terus." ucapku pada Mas Simon sambil menunjukkan bekas robekan yang ada di bajuku.

avataravatar
Next chapter