webnovel

Good Night, my Devil Boy

Dia yang selalu tersenyum dan berkata dengan lembutlah yang mengikat hubungan kami. sampai suatu ketika, aku sadar bahwa ia hanyalah serigala berbulu domba.

AyamGoreng · Teen
Not enough ratings
4 Chs

kehadirannya

"Rasakan ini!!!" Walau tangan yang menangani ku saat ini adalah seorang dokter, namun rasanya malah seperti sedang ditangani oleh tangan seorang pembunuh bayaran!

"auwwww!! sakit sia-.. ngh!" terpaksa aku mengigit bibir bawahku untuk menahan rasa sakit dari jahitan yang ada dipundakku, bersamaan menahan semua umpatan yang sudah berada di ujung lidahku.

Dokter itu melotot kearah ku, "Apa kau baru saja ingin mengumpat?" dengan tangan yang masih menjahit lukaku. "To-tolong fokus saja ke luka ku!"

"gara-gara kamu yang pulang selalu bawa luka, aku kehabisan obat bius, tahu!!" ia sengaja menekan lukaku saat memasukan jarumnya, "a-a-adduuhh sakit!!" aku meringis kesakitan.

"a-anu kak, tolong jangan kua-" belum sempat Atam menyelesaikan ucapannya, Dokter yang adalah kakaku ini membentaknya balik, "jangan kau bela manusia bebal ini!! bagaimana bisa kau masih tahan punya pacar berandal kaya dia!" lalu ia kembali menjahit lukaku.

"itu bukan urusanmu nenek lam-hmph!!" sial itu sakit sekali, "banyak bacot kau, ga usah banyak bergerak dan menjerit lah sesukamu." ancamnya.

Dokter ini adalah kakak pertamaku, Michellia Nirmala Sari. dia memang adalah dokter, tapi riwayatnya sebagai jagoan terkuat di sekolahnya dulu tidak pernah hilang. kak Michel adalah wanita yang paling tangguh dimasa nya, tidak pernah dikalahkan namun tiba-tiba ia berhenti berkelahi tanpa sebab, dan menekuni pelajarannya dengan sangat serius saat ia memasuki kelas 3 SMA. beginilah dia saat ini, menjadi seorang dokter dan bahkan membuka kliniknya sendiri ditempat terpencil seperti sekarang.

Berbeda dengan kakak keduaku, Ganendra Wijaya Axelle. Kak Jay sangat berkebalikan dengan kami berdua, ia adalah anak yang rajin dan menjadi teladan di sekolahnya. kak Jay adalah kumpulan dari mereka yang paling pintar, dan sekarang ia melanjutkan pendidikannya di ibukota mengambil S2 jurusan arsitektur.

karena ia terlalu fokus dengan belajarnya, ia bahkan tidak pernah ikut dalam perkumpulan apapun dan tidak perduli dengan kehidupan menyenangkan masa remaja, yang bisa menjadi cerita buat anak cucu kelak. Walau ketampanan nya mengalahkan segala jenis wajah idol K-Pop sampai cosplayer terbaik, tidak pernah kulihat ia membawa wanita kerumah sekalipun. sesekali aku curiga bahwa ia adalah seorang Gay, yah, itu saat aku mengenal apa itu LGBT.

aku hanya hidup bersama dengan mereka berdua, kakak pertamaku mati-matian menghemat uang sisa asuransi dari kedua orang tua kami yang dikabarkan menghilang di pegunungan Himalaya, dan dinyatakan meninggal.

Mereka memang adalah traveler sejati, saat itu mereka pernah pulang setelah 5 bulan hidup di Afrika. kami bertiga yang saat itu masih terlalu muda tidak dapat menerima kenyataan, dan menyalahkan satu sama lain.. hingga akhirnya kami menerima semuanya dan saling mendukung. Hanya mereka yang dapat kupercaya dan yang paling ingin kulindungi di dunia ini, sampai akhirnya aku bertemu dengan Atam dan tahu apa arti melindungi yang sebenarnya.

***

"huuufff.." kepulan asap karbon monoksida itu memenuhi udara malam di balkon lantai dua klinik. Michel menghisapnya seakan sebatang itu adalah sisa hidup nya saat ini.

"Jika Sena tahu, ia pasti akan marah, kak." ujar Atam khawatir, Michel melirik kearah lelaki yang tidak jauh tinggi darinya itu. "ini batang pertamaku setelah berhenti selama setahun."

Wanita itu menyungging kan sebuah senyuman tipis, "apa bedanya denganmu, berlagak sok bersih luar dan dalam." Atam sedikit terkejut mendengar perkataan Michel. "kamu kira aku ga tau, muka-muka perokok itu gimana?" ia menghisap batang nikotin itu sekali lagi.

Atam mengalihkan pandangannya, "aku sudah lama berhenti." jawabnya dingin.

"yah, aku juga mengira hal yang sama sebelumnya." Michel membalikkan tubuhnya dan bersandar di pagar balkon, "tapi rasa stress ku ini, mendorong ku melakukan hal yang sebaliknya." setelah itu mereka tidak memulai percakapan apapun, hingga keheningan malam itu seakan menusuk masuk kedalam gendang telinga.

"Bagaimana keadaan Sena sekarang?" perkataan Atam memecahkan suasana, "dia tertidur, " Michel menghembuskan asap rokok itu melalui mulutnya, "aku baru saja memberinya obat bius, kemungkinan dia akan bangun besok. aku tidak akan membiarkannya pergi kemanapun seminggu kedepan."

"apa separah itu?" ekspresi Atam berubah dan membuat Michel sedikit tersentak, "yah, kau bisa lihat sendiri, kan, berapa banyak luka robek yang kujahit dan lebam disekujur tubuhnya?" Michel menaikan sebelah alis matanya, "Seharusnya dengan adanya keberadaanmu disamping Sena, aku berharap luka-lukanya akan lebih berkurang daripada sebelumnya, tapi justru malah sebaliknya." ia kembali menghisap rokoknya, "mengecewakan."

Atam hanya diam dan mengepalkan kedua tangannya seakan menahan sesuatu didalam dirinya untuk tidak meledak. "Kenapa kau tidak memberitahunya, Aksa?" tanya Michel seraya melirik kearah Atam.

"belum saatnya." gumamnya.

"huffff.. mau nunggu sampai kapan?" Lanjut Michel, bersamaan menghembuskan asap rokok itu melalui hidungnya, "apa kau akan diam selamanya, sampai akhirnya Sena mengetahuinya sendiri?"

"Jika aku tidak mencurigai namamu itu, aku ga bakal tahu bahwa kau adalah bagian dari mereka.." Saat ini tatapan mereka saling bertautan, "aku memang sudah ga peduli dengan segala hal yang berhubungan dengan masa lalu ku, tapi.. " Michel mengerutkan keningnya, "jika kau membahayakan, Sena. aku ga akan tinggal diam."

Malam yang sebelumnya terasa begitu hangat, berubah menjadi hembusan angin yang dingin dan membahayakan. Walaupun begitu, kaki mereka tetap pada pijakannya dan tidak bergerak sama sekali, saling menatap dan mendiskriminasi mental satu sama lain melalui tatapan mereka.

"nghhh~" suara Sena yang mengigau diranjang pasien, menarik perhatian mereka berdua, "itu ayaammmku kak~ jangan dimakan.. ngggnyyam.. nnyyam... kau juga Atam bau... ngh~"

Atam berjalan mendekati Sena, "aku tidak akan melakukan hal itu." lalu berhenti tepat disebelah ranjang Sena. "tidak akan pernah." lanjutnya.

"yah.. semua lelaki akan mengatakan hal yang sama saat mereka tahu, jika suatu hari nanti mereka akan meninggalkan wanitanya." Michel menghembuskan asap dari hidungnya, membalikkan tubuhnya dan melihat keatas langit gelap yang dipenuhi bintang-bintang.

namun tiba-tiba tetesan air dari langit itu berjatuhan satu per satu, yang lama kelamaan semakin semakin deras menghantam genteng klinik milik Michel. Air hujan itu membentuk melodi tak beraturan saat menghantam genteng, karena semakin dingin dan air pun masuk kedalam balkon, Michel memutuskan untuk mematikan rokoknya dan masuk kedalam. "Hah sial, baru aja mau nyantai sebentar.." keluh Michel setelah menutup pintu balkon.

Atam mengelus pelan pipi Sena, seraya melihatnya sayu dari balik poni nya yang panjang, "aku tidak akan pernah meninggalkannya, Michel."

Ia menengok kearah Michel, "jika aku meninggalkannya, maka hanya ada satu kemungkinan yang akan terjadi.." ia mengepalkan tangannya, dengan nafas perlahan ia melanjutkan ucapannya, "kemungkinan itu adalah saat dimana, keberadaanku hilang selamanya dari dunia ini."

Suara hujan diluar sana lebih nyaring saat menghantam genteng, ketimbang ucapan Atam yang terdengar sayup-sayup didalam ruangan.

Tapi saat ini, tatapan dari iris secoklat serat kayu itu seakan mengatakan bahwa ia mendengar setiap kata yang keluar dari dalam mulut Atam, dan meminta kejelasan dari maksud perkataannya mengenai 'keberadaannya yang akan hilang dari dunia ini'.

Tatapan wanita itu terlihat sangat tidak bersahabat, layaknya badai yang sedang terjadi diluar saat ini, namun lebih menakutkan.