webnovel

Part 7

  Para ksatria itu datang mendekat, berhenti tak jauh dari kereta, lalu bergegas menuju tempat kami berada dan berlutut memberi hormat pada papa Sang tuan putri, sebelum bangkit berdiri dengan tangan kanan siap pada gagang pedang, seandainya hal buruk terjadi "Tuan putri Luna! Syukurlah anda selamat. Apakah terdapat sebuah kendala tuan Anderson?" 

  Sang papa menatapku tajam, memancarkan aura membunuh yang kuat hingga Sang tuan putri marah, yupp benar, marah, bukannya takut. Namun, berkat dirinya, aku selamat dari bahaya dan dapat menarik napas lega tanpa perlu takut akan kehilangan nyawa. Laki-laki berumur itu melangkah mendekat, menatap lembut tuan putri, tampak seperti seseorang yang benar-benar berbeda, mengucapkan "Maafkan papa Luna, papa hanya khawatir padamu. Papa tak ingin kehilangan Luna dan Luna telah menghilang selama kurang lebih 5 jam"

  "Papa tak perlu khawatir, Luna bisa menjaga diri sendiri, lagipula ada ksatria baru Luna yang akan menjaga Luna meskipun harus mengorbankan nyawa, benar begitu bukan?" Tukasnya tanpa menanyakan pendapatku terlebih dahulu. Tapi, aku dapat merasakan dengan jelas kedua tangannya gemetar di balik sosok kuat yang berusaha dirinya tunjukkan pada Sang papa. 

  Tidak mungkin aku kalah dari tuan putri bukan? "Mohon maafkan kelancangan saya. Saya tak bermaksud untuk menyita waktu sekaligus membuat anda curiga. Kebetulan saya bertemu dengan tuan putri di dalam hutan saat sedang mencari kota di depan. Tuan putri terluka dan tak dapat berjalan, sehingga saya menawarkan diri untuk membantunya, saya juga tak menyangka akan bertemu dengan seseorang seberani tuan putri, menjelajahi hutan hanya seorang diri tanpa rasa takut" 

  Kedua tangan tuan putri yang gemetaran, seketika berhenti, terkejut mendengar pernyataan barusan, namun langsung mengambil alih situasi dengan melipat lengan sembari menunjukkan senyuman angkuh khas miliknya itu "Papa dengar sendiri kan? Bahkan tuan ksatria mengatakan Luna berani. Jadi, papa tak perlu khawatir, Luna jauh lebih hebat dari yang papa kira" Tukasnya bangga.

  Pria tersebut tersenyum, mengusap kepala putri tercinta, lalu kembali menatapku. Kali ini dengan tatapan lebih lembut meski masih menyimpan sedikit kecurigaan "Papa rasa, papa sudah terlalu kejam terhadap ksatria barumu ini Luna, mohon maafkan papa. Sebagai gantinya, bagaimana kalau kalian ikut bersama papa kembali ke kota? Papa yakin kalian sudah lapar dan papa juga telah menyiapkan banyak cemilan manis untuk Luna"

  "Cemilan? Ayo! Ayo kita kembali sekarang! Luna sudah tak sabar untuk menghabiskan semuanya! Ayo tuan ksatria, kita bersama-sama menghabiskan cemilan-cemilan itu!!" Sahutnya penuh semangat seakan bersiap mengikuti peperangan.

  Kami pun masuk ke dalam kereta kuda, mengendarainya masuk ke dalam kota yang ternyata jauh lebih besar dari yang kubayangkan sebelumnya. Aku tak menyangka akan langsung menemukan kota besar yang bahkan layak untuk disebut sebagai sebuah ibukota. Aku mengira aku akan menemukan sebuah kota kecil atau sebuah desa dan bukannya terpana memandang dinding tebal nan tinggi yang membentang jauh mengitari kota. 

  Aku tak tahu berapa pastinya, tapi kurasa tinggi dinding tersebut mencapai 50 meter dengan ketebalan mencapai 20 meter, benar-benar dinding yang kokoh dan megah, tanda dari sebuah kota besar. Gerbangnya sendiri jauh lebih panjang ke belakang ketimbang dindingnya, kemungkinan sekitar 15 meter lebih dengan beberapa ruangan yang tampaknya adalah sebuah pos sekaligus gudang. Tampak beberapa prajurit berzirah besi di dalam, berdiri tegap tanpa bergerak sedikitpun, kecuali ketika menundukkan badan memberi penghormatan saat kereta kami lewat.

 Para ksatria yang sebelumnya datang untuk memeriksa keadaan, berhenti di pintu gerbang sesudah berpamitan dengan Sang papa yang membuatku semakin bertanya-tanya, siapakah sebenarnya laki-laki di depanku ini? Namun, pemandangan dalam kota, mengambil alih pikiran, mengisinya dengan rasa takjub yang takkan pernah kurasakan di dunia sebelumnya. 

  Ini! Inilah yang kumaksudkan! Kota seperti ini! Jalanan yang tercipta dari susunan bata putih, langit yang berhiaskan kapal-kapal terbang dan tak hanya satu! Melainkan puluhan! Dalam berbagai ukuran serta warna. Belum dengan bangunan-bangunan yang tampak terbang di udara bersama sebagian dari tanah tempat mereka di bangun. Di keempat sisi tanah yang berbentuk seperti piramid terbalik itu, tampak sebuah tabung hitam pendek namun lebar dengan dua cincin biru tampak menyala terang pada bagian dalam yang kemungkinan adalah alasan bangunan-bangunan tersebut dapat melayang tinggi di udara. 

  Tiap bangunan di sini tampak sama seperti bangunan pada era pertengahan dengan sedikit bumbu sihir. Contohnya seperti bangunan yang baru saja kami lewati, memiliki retak-retak kebiruan bercahaya samar, memancarkan serbuk-serbuk cahaya biru yang lalu menghilang di udara. Di saat bersamaan, aku tanpa sengaja melihat beberapa remaja mengendarai sebuah motor terbang? Kendaraan tersebut berbentuk seperti sebuah motor dari tembaga dengan roda vertikal bukannya horizontal, terbuat dari besi hitam yang sama di mana sebuah cincin biru tampak menyala. 

  Tak sampai dua detik kemudian, tanah mulai gemetar dalam ritme yang sama, satu-dua satu- dua layaknya sebuah langkah kaki. Kemudian, tidak jauh di depan, muncul sebuah robot dari balik sebuah bangunan, tercipta dari baja dengan tambahan beberapa besi hitam asing yang sama sebagai sebuah perlindungan. Robot tersebut memiliki tinggi sekitar 10 meter, tak memiliki sebuah senjata dan hanya berjalan seakan sedang berpatroli.

  Papa dari Sang tuan putri memerhatikanku menoleh sana-sini layaknya seorang bocah yang untuk pertama kali menyaksikan dunia luar. Ia sedikit tersenyum sebelum kembali menutup mata, menunggu perjalanan selesai.

  Mungkin dia telah bosan terus-menerus memerhatikan pemandangan yang sama, tapi bagiku, ini bagaikan mimpi yang menjadi nyata. Balik lagi diriku menanyakan pertanyaan sebelumnya.. 

  MENGAPA AKU TAK DILAHIRKAN DI SINI?! 

  Lihat pakaian mereka! Arsitektur mereka! Kemampuan mereka! Beberapa saat yang lalu, aku melihat seorang anak kecil telah mampu melayang di udara seakan itu adalah hal yang biasa! Bagaimana dengan motor-motor terbang itu? Itu luar biasa bukan? Belum lagi sihir. Bayangkan dirimu dapat mengendalikan api hanya menggunakan telapak tangan saja atau seperti orang di sana! Menggunakan angin sebagai pengalas sekaligus pendorong dirinya berselancar di air! 

  Sial, jantungku berdegup terlalu cepat sampai aku sulit mendengarkan percakapan di luar. Bukan berarti aku dapat mendengarnya dari sini, hanya saja jantungku sudah bagaikan seorang pemain drum memperlihatkan kemampuan terbaik mereka. Seantusias itulah diriku, dapat merasakan impianku sejak kecil secara langsung, hidup di dalamnya, ikut berpatisipasi dan tak hanya sebagai seorang penonton saja.

  Lalu, pandanganku beralih pada bangunan besar di tengah kota yang tampak seperti sebuah menara. Tinggi besar berwarna hitam-kebiruan dengan garis-garis biru terang menghias tiap sisi, membentuk pola-pola kaku yang tak dapat kumengerti artinya, seandainya mereka memiliki sebuah arti. Cukup lama diriku memerhatikan bangunan aneh yang sama sekali tak tampak berasal dari dunia ini, jauh berbeda ketimbang bangunan di dalam kota hingga Sang papa mengeluarkan suara.

  "Tower of Fate"

  Aku tersentak, menoleh padanya.

  "Itu nama dari bangunan yang sudah dirimu perhatikan selama kurang lebih 5 menit. Jauh berbeda bukan? Sama sepertimu, seorang Outlander. Berbeda, mecolok dan menyimpan begitu banyak misteri yang takkan pernah kami mengerti. Bangunan tersebut telah ada bahkan semenjak diriku belum lahir dan masih sama hingga sekarang, tak termakan oleh waktu. Bahkan ras Elf sekalipun yang memiliki jangka hidup paling lama, masih dapat terkalahkan oleh waktu. Kami juga sudah mencoba berbagai cara untuk mencari tahu alasan bangunan tersebut berada di sini, namun sampai sekarang kami hanya menemukan serpihan-serpihan informasi saja, sisanya tak dapat kami mengerti karena menggunakan bahasa yang benar-benar berada di luar jangkauan otak mahluk hidup"

  "Kau tentu sadar kau dapat berbicara dengan kami meski berasal dari dunia berbeda bukan?" Ucapnya melihat kebingungan yang tampak jelas pada wajahku "Alasannya adalah karena Tower of Fate. Kami tak perlu menghabiskan banyak energi mempelajari bahasa lain dan kami menebak karena bangunan itu juga kalian terbawa ke dunia ini sama seperti kami" Ia melipat lengan, memerhatikan bangunan tersebut dari jendela, lalu kembali menatapku "Kami juga bukan penduduk asli dunia ini, melainkan dari dunia yang lain, dunia yang berbeda. Setidaknya begitulah menurut perkataan kakekku. Bahkan, tak satupun ras di dunia ini adalah penduduk aslinya, kami semua berasal dari dunia yang berbeda-beda. Oleh karena itu kami dapat mencapai di mana kami berada sekarang, percampuran antara sihir maupun Rune berkat para Viking. Ayahku adalah salah satu dari mereka, karena itulah aku memiliki badan yang kekar seperti ini"

  Jadi seperti itu ya? Aku benar-benar tak menyangka akan ada kekuatan di mana, mampu membawa sebuah dunia yang lain untuk ikut bergabung bersama dunia lainnya sehingga menciptakan sebuah dunia yang benar-benar baru. Memikirkannya saja sudah membuat kepalaku sakit, sepertinya aku paham mengapa dia mengatakan bahasa di luar jangkauan mahluk hidup. Bahasa dari sesuatu yang mampu membuat semua hal ini terjadi, sudah pasti menyimpan informasi di mana otak kami takkan mampu mencernanya. Tapi, aku yakin ada sebuah penjelasan mengapa ini terjadi. 

  Ah!

  "Apa anda tahu mengenai Glory?"

  "Maksudmu kubus kaca bercahaya biru itu? Tentu aku- 

  Kereta tiba-tiba berhenti tepat di depan sebuah mansion megah dengan tema warna yang sama seperti kereta kuda. Tiga macam rune terukir pada dua pilar di kiri maupun kanan pintu, rune yang seharusnya (Jika diriku tak salah) berarti perlindungan, keharmonisan dan perdamian.

  "Tampaknya kita telah sampai. Selamat datang di kota Eldenburg"