16 Meminta Izin Ke Italia

Anna sangat bahagia karena kondisi ibunya semakin membaik. Anna melangkah mendekati ibunya dan memeluk perempuan itu dari samping.

"Teman kamu yang namanya Raja itu baik banget ya, Ann?" ucap ibunya Anna.

"Iya Bu, dia memang baik banget," balas Anna. Kemudian dia duduk di hadapan ibunya dan memegang lembut kedua telapak tangan perempuan itu.

"Raja udah membantu banyak buat kesembuhan ibu. Katanya dia teman SMA kamu, tapi kok ibu nggak pernah tahu ya?"

"Aku memang belum sempat mengenalkan Raja ke Ibu waktu SMA dulu, Bu."

"Oh iya, kata Rindi, kamu habis tampil di panggung megah di ibukota, terus habis itu nggak pulang-pulang. Kamu habis dari mana?"

Anna tertegun. Pertanyaan ibunya membuat Anna terjebak. Tidak tahu harus menjawab apa. "Uhm ini apa. Anna ada beberapa pekerjaan yang harus Anna selesaikan Bu. Ya Ibu tahu sendiri kan, Anna harus cari uang tambahan. Anna juga habis itu bertemu Raja dan dikasih kerjaan sama dia buat jadi pelayan di rumahnya. Ya, Anna terima ajah. Lumayan uangnya. Makanya Anna baru bisa temuin ibu sekarang-sekarang. Gara-gara Anna bertemu Raja, akhirnya dia mau bantuin Anna buat biaya rumah sakit Ibu." Anna berusaha menjelaskan sebaik mungkin.

"Oh, begitu. Syukurlah kalau itu yang terjadi. Jadi kapan Raja bertemu ibu lagi? Ibu senang banget lihat anak itu. Kelihatannya sangat baik dan sopan anaknya. Jangan-jangan dia naksir lagi sama kamu Ann?"

Anna bersikap malu-malu saat ibunya membahas Raja. Andai saja ibunya tahu, bisa jadi perempuan itu akan pingsan. Raja tidak hanya naksir ke Anna. Lebih tepatnya, pria itu obsesi untuk memiliki Anna.

Anna mendekat ke ibunya dan meletakkan kepalanya di atas paha perempuan itu. Rasanya begitu ingin merasakan kenyamanan ini lebih lama lagi. "Bu, Anna minta izin boleh?" pinta Anna dengan suara lemahnya. Takut-takut dia akan mengungkapkannya.

"Izin apa?" balas ibunya Anna.

"Anna ditawarin pekerjaan sama Raja di Italia, Bu. Anna disuruh jadi pelayan dia di sana. Raja itu sebenarnya setelah lulus SMA tinggal di Italia dan kerja di sana juga. Anna ingin kerja sebagai pelayannya Raja sebagai bentuk membalas kebaikan Raja ke Anna, Bu. Apa Ibu mengizinkan Anna?" tanya Anna seraya mendongak dan menatap wajah ibunya.

Anna hanya mendapati perempuan itu terdiam. "Apa akan lama, Ann?" tanya ibunya Anna dengan nada lemah. Seolah tak rela dengan kepergian Anna.

"Entahlah Bu. Tapi tenang ajah Bu. Anna nanti akan usahakan untuk bisa pulang temuin Ibu. Boleh ya Bu, Anna pergi ke Italia?"

Usapan lembut itu membuat Anna merasakan ketenangan yang meresap dalam ke seluruh tubuhnya. Anna pun berat meninggalkan ibunya. Namun, Anna sadar diri. Jika bukan karena Raja, ibunya pasti masih terbaring lemah ditemani berbagai alat-alat medis. Anna sudah memikirkannya matang-matang. Dia ingin membalas semua kebaikan yang Raja lakukan. Anna juga ingin kepergiannya ke Italia untuk melupakan kisah cintanya bersama Dimas yang berakhir menyakitkan.

"Iya boleh. Asalkan kamu nanti sering kabarin ibu ya? Oh iya, hubungan kamu sama Dimas gimana? Kata Rindi, Dimas udah putus sama kamu. Rindi pernah lihat dia bermesraan sama Shania. Kok bisa gitu sih Ann? Selama ibu koma, apa ajah sebenarnya yang terjadi, hah?"

Pertanyaan dari ibunya hanya membuat Anna tenggelam bersama rasa sakit hatinya karena Dimas. Selama ini, Anna sudah menunggu tidak sabar kedatangan Dimas. Ingin memeluk dan melepaskan rasa rindunya ke pria itu. Namun, setelah bertemu Dimas, Anna mendapatkan luka-luka yang kini bersemayam di dalam hatinya. Semakin meradang, Shania—teman dekatnya mengkhianatinya secara terus terang.

"Ya begitulah Bu. Dimas memang sudah sama Shania. Sudahlah, jangan bahas mereka ya Bu. Anna mau manja-manja ke ibu sebelum Anna nanti pergi ke Italia." Anna memeluk kembali ibunya dari samping. Anna pun memejamkan kedua matanya saat usapan lembut ibunya terasa sangat menenangkan.

***

Malamnya, Anna meminta Raja untuk menemuinya di taman yang letaknya tidak jauh dari sekolah SMA Anna dulu. Anna sudah menunggu dan duduk di kursi taman. Dia melihat beberapa muda mudi yang sedang bersama teman dan pasangan mereka masing-masing.

Lampu-lampu taman berdiri kokoh di sisi taman. Membuat taman itu lebih indah saat malam hari. Anna mengedarkan pandangannya ke berbagai arah. Datang ke taman itu mengingatkannya tentang Dimas dan Shania.

Satu persatu potongan kisah masa lalunya terputar. Semuanya nampak indah. Walupun Anna merasakan hidup yang berat, namun, kehadiran Dimas dan Shania menjadi warna tersendiri dalam hidup Anna. Namun, mereka kini memberikan luka yang begitu dalam bagi Anna.

"Hei!" Seseorang menepuk punggung Anna. Dia Raja. Pria itu kemudian duduk di samping Anna.

Buru-buru Anna menghapus air matanya. Anna menoleh dan menatap Raja. Baru ditatap Anna saja, Raja sudah melebarkan senyumannya. Pria itu kemudian mendekatkan wajahnya ke depan wajah Anna.

"Tidak bertemu beberapa jam saja, aku kangen sama kamu Anna," ucap Raja seraya menyubit gemas kedua pipi Anna.

"Dasar ya kamu! Kalau nggak buat bicara yang jorok, mulut kamu itu malah digunain buat ngegombal. Huh!" Anna meledek Raja. Dia menyenggol kasar lengan pria itu yang justru membuat Raja terkekeh senang.

"Ada satu lagi kegunaan mulutku Anna."

"Apaan?" tanya Anna penasaran. Apalagi Raja nampak serius sekarang.

"Meraup rakus bibirmu!" Raja membalas tegas seraya mengarahkan pandangannya ke bibir Anna.

Anna merasa geli dengan ucapan Raja. Dia memberikan pukulannya berkali-kali ke lengan pria itu. Bukannya menghentikan ulah Anna, Raja justru membiarkan tubuhnya dipukuli Anna. Baginya, Anna seperti sedang bermanja-manja.

Dari arah lain, seorang pria memperhatikan kedekatan Anna bersama Raja. Dia menatap kesal dan gregetan ingin memisahkan Anna dari pria itu. Namun, dia teringat tentang pengkhianatan yang Anna lakukan.

"Ternyata pria itu yang membuatmu berpaling dariku, Anna! Hah, dasar perempuan murahan!" maki Dimas.

Langkahnya sudah ingin beranjak sejak tadi dari taman itu, namun, kembali dia ingin melihat Anna. Di ujung pandangannya, Anna sedang tertawa begitu lepas. Anna terlihat bahagia. Sudah lama, Dimas tidak melihat Anna sebahagia itu.

"Ngapain aku malah lihatin dia! Sudahlah Dimas. Kamu sekarang sudah bersama Shania. Dia lebih baik dari Anna!"

"Tapi…" Langkah Dimas tertahan kembali. Ada rasa ingin pergi, namun juga ingin bertahan. Wajah cantik itu, tawanya dan senyuman manisnya seperti sebuah magnet yang membuat Dimas terus tertarik melihat ke arah Anna.

"Kenapa aku tiba-tiba merasa kalau Anna tidak sejahat yang Shania ceritakan? Argh, sudahlah Dimas. Aku harus pergi sekarang! Melihat Anna bersama pria itu hanya membuatku emosi!" maki Dimas seraya menghentakan kakinya ke aspal. Kali ini, Dimas benar-benar menjauh dari taman itu.

Anna masih semangat memukuli lengan Raja dan memaki pria itu berkali-kali. "Stop, Anna! Apa kamu tidak lelah memukuliku terus, hah? Sekarang ayo bilang, apa yang ingin kamu ucapkan!"

Anna berusaha menenangkan dirinya. Menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya. Anna lalu melihat serius wajah Raja. Sialnya, pria itu justru tebar pesona saat Anna menatapnya.

"Apa sih malah mesem-mesem?"

"Kamu mau bilang cinta sama aku kan? Iya kan?"

"Ya ampun Raja, masih ajah kamu berharap cinta dari aku! Jangan ngarep kamu! Aku tidak akan bilang hal itu!"

Raja memasang wajah kesal. "Lalu kamu mau bilang apa? Katanya hal penting."

"Aku mau ikut kamu ke Italia." Anna mengungkapkannya tanpa ragu.

"Benarkah?" Raja terkejut. Dia berharap, bahwa Anna tidak sedang bercanda.

Anna mengangguk yakin berkali-kali. Raja bahagia melihat respon dari Anna. Langsung saja dia memeluk Anna. "Terima kasih Anna. Itu sungguh keputusan yang tepat. Aku bahagia mendengarnya."

avataravatar
Next chapter