1 Bab 1 Rumah Wangi Ayu

Anna memandangi lama pantulan dirinya di cermin. Dia menarik napas dalam-dalam dan melepaskannya dengan lega. Anna menyeka air mata tangisan harunya. Entahlah, sulit dijelaskan bagaimana dia begitu bahagia. Bahkan sejak semalam, dia dibuat sulit tertidur. Memikirkan bagaimana penampilannya nanti di panggung megah yang ada di ibukota. Apalagi dia akan satu panggung dengan beberapa musisi ternama tanah air.

"Anna, sudah siap?" tanya Shania. Dia teman dekat Anna yang akan mengantar Anna ke ibukota pagi ini.

"Sudah. Sebentar," balas Anna berseru dari dalam kamarnya.

Sebelum keluar dari kamarnya, Anna memastikan barang bawaannya tak ada yang tertinggal. Yang paling berharga dan tak boleh tertinggal adalah biola miliknya. Pemberian almarhum papanya saat Anna ulang tahun yang ke-16 tahun.

Anna keluar dari rumahnya. Dia memastikan lebih dahulu pintu rumah dan jendela sudah terkunci dengan aman. Anna lalu masuk ke dalam mobil milik Shania.

"Nggak ada yang tertinggal?" tanya Shania memastikan.

"Udah nggak ada. Yuk jalan! Oh iya, nanti ke rumah sakit dulu ya? Aku mau bertemu ibu dulu," kata Anna ke Shania.

"Siap!" balas Shania berseru semangat. Mobil yang dia kendarai pun melejit pelan meninggalkan halaman rumah Anna.

Sampai di rumah sakit tempat ibunya dirawat, Anna berjalan cepat. Memecah ramai dan hilir mudik orang-orang di lorong rumah sakit.

Di ruangan ICU, Anna menemui ibunya. Sudah selama dua bulan ibunya mendapatkan perawatan instensif akibat penyakit jantung yang diderita.

Walaupun hanya pergi selama beberapa hari, Anna tak tega meninggalkan ibunya pergi ke ibukota seperti ini. Tetapi dia pun tak punya pilihan. Anna harus mencari biaya untuk perawatan dan kesembuhan ibunya. Dia tak henti berjuang untuk tampil dari satu tempat ke tempat lainnya.

Bagi Anna, bisa tampil di panggung megah di ibukota adalah impiannya sejak lama. Apalagi dia akan disandingkan dengan musisi ternama tanah air. Ini semua berawal dari dia ikut audisi dua bulan yang lalu. Anna sangat bersyukur bisa lolos dan menjadi satu dari dua vilolinis yang akan tampil di panggung megah itu.

Sebelum mendapat kesempatan tampil di panggung megah yang ada di ibukota, Anna sebelumnya sempat tampil di pinggir jalan, kafe, rumah makan dan acara-acara pesta ulang tahun dan pernikahan.

"Bu, Anna pergi dulu ya. Ibu doain Anna ya, semoga Anna bisa tampil istimewa buat besok lusa," kata Anna dengan suaranya yang gemetar. Tak kuat menahan tangisannya. Sebelum beranjak, Anna mengecup lebih dahulu pungggung telapak tangan ibunya.

Di luar ruangan ICU, Anna bertemu dengan adik dari ibunya. Perempuan itu selama ini membantu Anna banyak untuk menjaga ibunya ketika Anna sibuk bekerja.

"Bi, aku pergi dulu. Aku titip ibu ya," ucap Anna ke Rindi.

"Iya Anna. Tenang ajah. Kamu hati-hati ya. Semoga penampilan kamu lancar tanpa ada gangguan," balas Rindi memberikan semangat ke Anna.

"Iya Bi, Makasih."

Anna pun melangkahkan kakinya menjauh dari ruangan ICU. Dia menyeka air matanya berkali-kali.

***

"Kenapa Ann?" tanya Shania yang melihat Anna nampak gelisah di dalam mobil.

"Kepala aku pusing banget ya. Mata aku juga berat banget lagi," kata Anna seraya memijat kepalanya. Dia sudah menguap berkali-kali sejak tadi.

"Udah kamu istirahat ajah. Tiduran gih! Masih dua jam lagi buat sampai ke hotel tempat kamu menginap nanti."

Anna di samping Shania sudah lebih dulu tertidur. Senyuman sinis itu pun muncul di wajah Shania. Bersamaan dengan seringai kemenangan yang terbit di wajahnya. Dia langsung membanting kemudi dan mengambil jalan lain yang tak menuju ke lokasi tujuan.

Sampai di jalanan yang sepi, Shania memelankan laju kemudinya. Tiga orang suruhannya sudah menunggu. Shania menghentikan laju kemudinya dan memastikan lebih dahulu bahwa semuanya aman.

Shania keluar dari mobil dan menyuruh ketiga anak buahnya segera membawa Anna. "Jangan sampai kalian gagal! Paham!" kata Shania tegas ke anak buahnya.

"Siap Bos!" balas anak buah Shania patuh.

Saat Anna berhasil dibawa pergi dengan mudahnya, Shania menghirup udara lekat-lekat. Seolah sedang merayakan kemenangannya.

"Selamat tinggal Anna," kata Shania dengan bahagia.

***

"Aku di mana?" tanya Anna kebingungan. Kedua matanya mengerjap beberapa kali. Ruangan yang sangat asing untuknya.

"Shania!" seru Anna memanggil teman dekatnya. Anna memijat beberapa kali kepalanya yang terasa pusing.

Pintu ruangan terbuka. Menampakkan seorang perempuan dengan penampilan seksinya namun terkesan sangat berlebihan. Pakaian motif bunga-bunganya dipadupadankan dengan hiasan rambut yang juga bunga-bunga. Bibirnya mengkilap warna merah terang. Anna syok melihat kedatangan perempuan itu.

"Kamu siapa?" tanya Anna keheranan. Kesadarannya belum terkumpul sempurna, namun, dia kini dihadapkan dengan berbagai tanya.

"Kamu segera siap-siap! Kita akan kedatangan tamu spesial malam ini," kata perempuan itu.

"Hah maksudnya? Ini aku di mana sih?" tanya Anna semakin kebingungan. Dia mengedarkan pandangannya. Meneliti saksama dan ini membuatnya semakin pusing. Bagi Anna semuanya sangat asing.

"Kamu di rumah wangi ayu, sayang. Semua barang-barang keperluan kamu sudah mami siapkan. Dan kamu, segera siap-siap!" kata perempuan yang menyebut dirinya mami. Dia berkata dengan tegas. Setelahnya dia berlalu dari kamar itu.

"Rumah wangi ayu, mami? Apa sih yang sebenarnya terjadi? Oh iya, Shania, dia ke mana ya? HP aku? Tas aku dan biola aku? Semua barang-barang aku ke mana?" Anna frustasi sendiri. Dia turun dari kasur tidur dan hendak keluar dari kamar. Namun sial, kamarnya terkunci.

"Argh! Kenapa aku bisa di sini?" teriak Anna kesal sendiri. Dia mengeratkan jemarinya. Pikirannya berkecamuk. Dia tidak bisa menerima keadaan ini. Anna berharap ini hanya mimpi buruk.

Di dalam kamar, Anna berjalan gelisah. Mondar mandir beberapa kali seraya menerka banyak hal. Ini membuat isi kepalanya terasa penuh.

Anna seketika melonjak karena terkejut. Pintu kamar terbuka dan sekarang dua perempuan dengan pakaian super seksinya mendekati Anna.

"Kamu kok belum siap-siap sih? Cepetan siap-siap! Mami bisa marah sama kamu!" bentak satu dari dua perempuan yang mendatangi Anna.

"Siap-siap apa? Aku nggak paham! Aku harus pergi dari sini!" balas Anna tegas.

"Eits! Kamu mau ke mana hah? Kamu tahu, setelah kamu masuk ke sini, tidak ada peluang untuk kamu bisa keluar! Cepat sana siap-siap!" Perempuan yang satunya ikut membentak Anna. Dia mencekal pergelangan tangan Anna erat-erat.

"Lepasin tangan aku!" balas Anna lebih membentak. Namun, saat dia berusaha melepaskan cekalan tangan perempuan itu, mereka menyeretnya kasar hingga masuk ke dalam kamar mandi.

Tubuh Anna diguyur air tanpa jeda. Anna gelapan dan kesulitan mengambil udara. Sedangkan kedua perempuan itu kini mengurung tubuhnya. Tak memberikan peluang untuk Anna pergi.

"Stop!"pinta Anna susah payah dengan napasnya yang sudah terpotong-potong.

"Makanya, cepat kamu siap-siap! Apa kamu mau mami menghukum kamu hah? Dia bisa saja memaksa kamu untuk melayani lima pria sekaligus malam ini!"

Belum sempat Anna melayangkan pertanyaannya, kedua perempuan itu lebih dulu pergi. Masih banyak tanya, dugaan buruk dan hal lainnya yang berkeliaran di ruang kepala Anna. Di dalam kamar mandi, Anna berteriak semakin frustasi. Keadaan yang menimpanya saat ini persis seperti mimpi buruk.

***

"Waw! Aku yakin tamu istimewa malam ini tidak akan kecewa. Kamu sangat cantik, mulus, dan seksi. Sempurna. Kamu senyum dong. Menjadi anaknya mami yang cantik nggak boleh cemberut," kata mami dengan dengan nada ketusnya setelah melontarkan pujiannya untuk Anna.

"Senyum!" bentak mami ke Anna.

Tipis-tipis senyuman itu terbit di wajah Anna. Dia kemudian ditarik paksa oleh anak buah mami dan dibawa masuk ke dalam sebuah kamar. Anna mengepalkan kedua telapak tangannya erat-erat. Menahan ledakan emosinya.

"Tuan, ini perempuan yang akan menemani Anda," kata anak buah mami. Kemudian dia pergi dan mengunci rapat pintu kamar itu.

Pria yang dipanggil tuan itu menoleh. Dia meletakan seloki dalam genggamannya ke atas nakas.

"Kamu siapa?" tanya Anna ketus.

Kekehan sumbang keluar dari mulut pria itu. Dia kemudian mendekati Anna. Namun, semakin dia memandangi Anna lebih dekat, eskpresi wajah pria itu sedikit menajam. Meneliti wajah Anna dengan serius. Sekelebat bayangan masa lalunya pun muncul.

Jemari pria itu hendak menyentuh wajah Anna namun dengan cepat Anna menepisnya kasar. Anna merasakan takut. Apalagi melihat aura dingin, arogan dan misterius begitu mendominasi pria itu.

"Jangan lancang kamu ya!" marah Anna. Kedua matanya menyala dipenuhi amarah.

"Siapa nama kamu?" tanya pria itu.

"Kamu nggak perlu tahu nama aku siapa!" balas Anna galak.

Pria itu tak bisa menahan diri untuk bersabar. Dia mencengkeram kedua pipi Anna erat-erat. "Siapa nama kamu?" tanyanya dengan nada lantang. Wajahnya amat serius begitupun tatapan kedua matanya. Tajam dan menusuk ke hati.

"An—Anna," jawab Anna tergagap.

"Anna?" tanya pria itu memastikan.

Anna mengangguk ragu dan takut. Pria itu akhirnya melepaskan cengkeramannya. Dia kemudian menyisikan rambut Anna yang tergerai. Pria itu melihat sisi leher bagian kiri Anna. Wajahnya langsung syok. Dia memastikan kembali. "Buka mulutmu!" suruhnya tegas.

"Nggak! Kamu makin kurang ajar ya!" ucap Anna membentak. Dia mendorong pria itu untuk menjauh dari tubuhnya. Namun, usahanya sia-sia. Kini tubuh Anna justru jatuh dalam dekapan pria itu.

Jemari pria itu pun memaksa mulut Anna agar terbuka hingga memperlihatkan deretan giginya. Tindakan lancang pria itu membuat Anna murka.

"Kurang ajar kamu ya! Brengsek!" maki Anna. Napasnya memburu karena tak kuat lagi dengan semuanya. Anna rasa lama-lama dia bisa gila.

"Siapa nama panjang kamu?" tanya pria itu. Dua hal yang dia lihat tadi belum cukup memastikan semuanya.

"Kalau aku kasih tahu nama panjang aku, apa kamu mau melepaskan aku dari sini, hah?" jawab Anna menantang pria itu.

"Ya, aku akan melepaskan kamu dari tempat ini! Sekarang jawab, siapa nama panjang kamu!" pria itu menagih tegas.

"Anna Mentari!" balas Anna penuh penekanan.

Pelan-pelan langkah pria itu mendekati Anna. Pria itu kemudian tersenyum lebar. Wajah pria itu kini dipenuhi rona bahagia. Namun, justru terlihat mengerikan bagi Anna.

Anna tak bisa memundurkan langkah lagi. Tubuhnya sudah membentur pintu kamar. Sedangkan pria itu semakin mendekat. Kini dia menarik satu tangan Anna dan membawa perempuan itu dalam dekapan hangatnya. "Akhirnya aku menemukanmu Anna," ucapnya dengan terharu. Anna tak paham, siapa pria ini sebenarnya.

avataravatar
Next chapter