3 Kembalikan!

Davina mendesah di depan kelasnya yang belum terbuka karena hari masih terlalu pagi. Ia benar benar resah karena kartu perpustakaannya beluk juga ia temukan.

"Itu anak, siapa, ya. Namanya Ali Ramadhan. Anak jurusan apa?" gumam Davina.

Sedang asyik melamun tak sengaja gerombolan pria tak sengaja menyenggol Davina.

"Heh, jalan pake mata!" bentak Davina.

Para siswa laki laki itu menatap ke arah Vivi namun mereka berlalu begitu saja.

"Alah, bukan, Ratna. Yang ini engga cakep. Mana kayak cowok lagi. Cakepan Ratna. Males ngeladeninnya," ucap salah seorang siswa.

Ucapan seperti itu bukan satu atau dua kali ia dengar. Dan ia sudah terbiasa. Sudah setengah tahun masuk STM dan ia memang sering dibanding bandingkan dengan Ratna teman sekelasnya.

Karena siswa perempuan tak terlalu banyak jumlah, tentu saja dapat dengan mudah dikenali. Sekalipun tidak kenal secara spesifik. Namun tetap saja pasti tahu.

BRUK!

Saat hendak menoleh, Davina tak sengaja menabrak seseorang.

"Ahh!" pekik Davina sambil memegangi kepalanya.

"Kamu!" suara itu tak terdengar asing di telinga Davina.

Davina menoleh dan melihat Ali di depannya.

"Hah, ini yang dicari," ucap Davina.

"Apaan, nih?" ujar Ali tak mengerti.

"Kamu, bawa kartu perpustakaanku, kan?" ujar Davina dengan nada mengintimidasi.

"Hem, apa iya?" gumam Ali.

"Engga usah pura pura ngga tahu. Pak Musri bilang begitu," ujar Davina.

"Ya, biasa aja, dong. Selow. Ehhm, ada di tas," ujar Ali.

"Sini, balikin," ujar Davina dengan suara lantang.

"Eh, Mbak. Harusnya kamu, tuh, bilang makasih. Malah marah marah. Aku kan, udah nemuin buat kamu," ujar Ali.

"Mana engga kamu balikin?" sahut Davina.

"Ya, kan, lupa. Besok, deh," sahut Ali.

"Kog, besok?" aku butuh buat minjem buku di perpus," sentak Davina.

"Ya, mau gimana lagi? Engga dibawa. Aku taruh di tasku yang lain. Aku ganti tas hari ini," ujar Ali.

Davina terlihat sekali sang at kesal. Namun tanpa sengaja ia menatap wajah Ali.

'Astaga, ganteng banget,' batin Davina.

"Woi!" tiba tiba Ratna datang mengagetkan Davina.

"Siapa?" tanya Ratna kepada Davina sambil menatap ke arah Ali.

"Engga tahu," sahut Davina.

Ali mengerutkan keningnya mendengar jawaban Davina. Ia langsung pergi begitu saja tanpa menyelesaikan urusan mereka.

"Lho! Lho! Eh, kamu! Balikin kartu perpustakaanku! Eh!" panggil Davina.

"Heem, Davina demen sama cowok sekarang?" goda Ratna.

"Engga," jawab Davina ketus.

"Itu si Ali, kan?" tanya Ratna.

"Kamu kenal?"

"Katanya dia kandidat kuat OSIS angkatan kita," sahut Ratna sambil merangkul Davina yang tingginya hanya seratus lima puluh senti meter. Sementara Ratna seratus enam puluh lima senti meter.

"Hem, anak OSIS," gumam Davina.

***

Upacara hari Kartini diadakan di sekolah dan barisan wanita berdiri paling depan diantara paar laki laki. Itupun jumlahnya hanya tiga puluhan siswa dari lima jurusan. Kelas satu dan kelas dua. Sementara kelas tiga sedang magang sehingga tak ada di sekolah.

"Panas, Vin. Engga kuat," ujar Ratna saat hormat bendera.

"Ssst!" Guru penjaga di belakang barisan mereka memergoki ada suara saat penghormatan kepada bendera merah putih.

Davina menatap ke arah pengibar bendera yaitu Ali. Postur tubuhnya yang tinggi tegap begitu pas dan sangat menawan saat menarik tali bendera.

Namun bukan itu yang Davina rasakan. Ia sedang memikirkan kartu perpustakaannya yang dibawa Ali.

"Tegak gerak!" Komandan upacara segera memerintahkan pasukan upacara.

Setelah lagu Indonesia selesai tepat juga saat bendera berhasil berkibar di tas tiang.

BRUK!

Ratna pingsan tepat saat itu juga. Davina bingung harus bagaimana mana karena upacara masih berjalan.

Dari belakang, guru penjaga, segera datang dan membopong Ratna ke luar lapangan.

Saat itu pula bersamaan dengan pasukan pengibar bendera melintas di depan Davina dan ia dengan jelas melihat bagaimana gagahnya Ali melakukan gerakan paskibra.

"Astaga," gumam Davina.

***

Davina menemani Ratna yang baru saja bangun dari pingsannya. Ia terus saja memegangi hidungnya karena ia terjatuh ke arah depan dan hidungnya tepat menyentuh paving lapangan upacara.

"Sakit, Vin," rengek Ratna.

"Lah, gimana? Mau aku harus bagaimana?" tanya Davina.

"Operasi plastik, biar mancung," sahut Ratna.

"Gila aja. Hidung kamu udah pesek dari sononya. Ngapain operasi plastik. Kamu pesek aja yang ngejar banyak. Mau mancung mancungin segala," ujar Davina.

"Lah, aku kan cakep. So pasti dikejar kejar cowok," sahut Ratna dengan nada bercanda.

"Iya, iya," meskipun nada bicara Ratna bercanda, Davina merasa itu bukan candaan untuknya.

Ya, tentu saja. Ada seseorang yang terlahir begitu beruntung. Di keluarga yang baik, dengan keuangan yang baik. Dan dengan penampilan yang good looking. Hal yang sangat berbanding terbalik dengan Davina.

"Kamu ada apa, sih, sama Ali? Kog kayaknya sebel banget?" tanya Ratna sambil memegangi hidungnya.

"Engga apa apa," sahut Davina singkat.

"Hem, selalu kalau ditanya. Jawabannya engga apa apa," gerutu Ratna.

"Lah, emang engga apa apa," jawab Davina.

"Besok Sabtu persami jangan lupa," ujar Ratna.

"Males, ah." ujar Davina.

"Lah, kog, males?" tanya Ratna.

"Engga apa apa,"sahut Davina.

"Heuum, selalu, selalu."

***

Hari ini pelajaran Davina adalah kejuruan. Otomatis ia berada di workshop listrik.

Namun karena ia menemani Ratna di UKS, ia mendapat ijin untuk pulang lebih awal. Jam sebelas siang.

Ratna sudah dijemput kakaknya karena kejadian pingsan itu. Sementara Davina malah tak ingin pulang ke rumah terlalu cepat.

Akhirnya ia memutuskan untuk ke perpustakaan. Namun, ia hanya bisa membaca buku di dalam. Tidak bisa meminjam untuk dibawa pulang.

"Tumben jam segini sudah pulang, Nduk?" tanya apak Musri penjaga perpustakaan.

"Iya, Pak. Tadi nemenin temen saya di UKS, malah disuruh sekalian pulang," jawab Davina.

"Lho, kenapa engga langsung pulang aja?" tanya Pak Musri.

"Nanti aja, Pak. Pas jam kayak biasanya," sahut Davina.

"Ya, sudah. Terserah kamu," ujar Pak Musri.

Dari arah depan gerombolan siswa hendak masuk ke perpustakaan. Davina yang tadinya di ruang baca buru buru pindah ke bagian tak buku.

Ia sangat tak nyaman dengan keramaian. Meskipun gelap dan pengap. Ia lebih nyaman membaca di ruangan tak buku.

"Psst, psst," Tak sengaja Davina mendengar seperti seseorang memanggilnya dengan pelan.

Davina menoleh dan melihat seorang pria yang tidak memakai seragam sekolah di pojok rak.

Karena merasa tak nyaman, akhirnya Davina berpindah ke bagian tak yang lain. Namun pria itu mengejarnya.

Seketika dada Davina bergemuruh. Keringat dingin keluar dari tubuhnya. Ia mencoba berlari keluar dari ruangan itu dan ...

BRUK!

Davina menabrak seseorang di depannya. Tapi ia masih sempat menoleh ke arah belakang.

"Eh, kamu ini seneng banget nabrak orang," pekik Ali, yang ternyata seseorang yang ia tabrak.

Davina terengah engah sejenak. Tangannya bergetar dan terasa begitu dingin.

Next ...

avataravatar
Next chapter