23 Jangan Begini Ali

Usai sampai di sekolah, Ali langsung menarik Davina dan mengajaknya pulang.

"Ali!"

"Jangan protes," Ali terus mengandeng tangan Davina menuju parkiran.

"Ali, kita laporan dulu ke guru. Kenapa pulang aja. Engga enak sama mereka. Dan lagi, jangan gandengan tangan di sekolah. Engga enak dilihat sama orang."

Davina berusaha menarik tangannya dari genggaman Ali. Ali memejamkan matanya, lalu melepaskan tangan Davina.

"Aku udah lapor ke Pak Catur, dan dia ngga masalah kita pulang dulu. Karena habis ini engga ada acara lagi," ucap Ali.

"Tapi aku ngga pengen pulang," ucap Davina dengan suara yang nyaris hampir tak terdengar.

"Hah, apa? Kamu ngomong apa?" tanya Ali.

"Engga," ucap Davina.

"Dia ngga mau pulang." Rico yang melintas di depan mereka, tiba - tiba saja ikut masuk ke obrolan Davina dan Ali.

"Apaan, sih?" gerutu Ali.

"Mau nongkrong bareng, ngga?" ujar Rico menawarkan diri kepada kedua adik kelasnya.

"Engga usah. Aku capek. Ali, kita pulang aja," sahut Davina.

"Okey,"

Ali langsung menuju ke arah motornya dan segera menyalakan mesinnya.

"Kalian pacaran, ya?"

"Ngapain, sih, Mas? Pengen tau aja urusan orang," sahut Davina.

"Eh, kamu engga bisa, ya, manis dikit sama aku? Kamu cantik tahu kalau senyum," goda Rico.

"Apaan?" Davina segera naik ke belakang motor Ali dan meninggalkan Rico di tempat parkir.

Rico menatap ke arah dua sejoli yang sudah pergi itu.

"Kenapa aku godain dulu, ya? Biasanya aku engga suka yang tipe kayak gitu," gumam Rico.

***

Davina tersenyum sambil memeluk Ali dari belakang motornya. Ia begitu rindu akan kemesraan bersama Ali yang hilang beberapa minggu.

"Kamu beneran engga mau pulang?" tanya Ali.

"Hem," sahut Davina.

"Terus mau ke mana?"

"Engga tahu," sahut Davina.

"Ke rumahku, mau?"

"Ibu di rumah?"

"Engga tahu. Harusnya sih di rumah,"

"Kalau di rumah aku mau," ucap Davina.

***

"Davina!" Khadijah begitu senang melihat Davina kembali datang ke rumahnya bersama sang putra.

Ia segera menghampiri Davina dan memeluknya seperti anaknya sendiri.

"Bu," sapa Davina.

"Kamu, kog jarang ke sini sekarang? Ibu kangen sama kamu. Haya juga," ucap Khadijah.

"Iya, Bu.Soalnya ... " Davina melirik ke arah Ali bingung harus menjelaskan apa.

"Soalnya dia bikin Ali kesel. Jadi dia kuhukum," ucap Ali seraya berlalu masuk ke dalam kamar.

"Ali, kog ngomongnya begitu? Kamu udah makan, Nak?" tanya Khadijah kepada Davina.

"Iya, Bu. Sudah," ucap Davina.

"Bohong, Bu. Makan apa? Tadi aku ajak makan di warteg engga mau," ucap Ali dari dalam kamar.

"Kog, gitu? Jangan begitu, kalau ada yang ngajak makan, jangan nolak. Engga baik nolak rejeki," ucap Khadijah.

"Iya, Bu," sahut Davina.

"Ibu siapin makan, ya. Nanti kamu makan sama. Ali. Ibu sama Haya mau pergi sebentar ke kota. Kamu jangan sampai ngga makan, ya?" ucap Khadijah.

"Engga usah repot - repot, Ibu. Saya ... "

"Kan, tadi ibu bilang jangan nolak rejeki. Jangan sungkan di rumah Ibu. Engga boleh sungkan.

Akhirnya mau tak mau Davina menerima suguhan dari ibunya Ali. Ia merasa Khadijah terlalu baik padanya. Hal itulah yang membuatnya terlalu sungkan.

"Ali ibu pergi dulu, ya!" ucap Khadijah sambil berjalan keluar rumah.

"Mau kemana?"

"Ada perlu bentar. Ali, inget apa pesan ibu, ya,"

"Iya, Bu," sahut Ali.

Sementara Khadijah berlalu pergi. Ali dan Davina makan bersama. Tak henti - hentinya Ali menatap Davina yang sedang asyik makan di hadapannya.

"Makan deh," ucap Davina kesal.

"Iya," ucap Ali.

Mereka menikmati makanan mereka berdua. Setelah selesai mereka segera membereskan piring dan alat makan yang lain. Kemudian mereka berdua masuk ke kamar Ali.

Ali tak memeluk Davina erat - erat. Ia begitu rindu akan kehadiran Davina yang sudah beberapa minggu mereka tak bertemu karena putus.

"Aku kangen banget sama kamu," ucap Ali sambil memeluk tubuh mungil Davina.

"Ali, lepas. Jangan begini. Aku ... "

"Kenapa lagi?"

"Ali, yang kita lakukan ini salah. Engga harusnya kita begini. Gimana kalau ibu kamu tahu?"

"Ibu engga di rumah Tenang aja," Ali menatap Davina. Masih dalam dekapannya, ia mendongakkan dagu Davina dah mengecup bibir gadis itu dengan lembut.

Mereka begitu terlena akan suasana sepi di dalam rumah itu. Hingga keduanya bergumul di atas ranjang.

"Ali, Ali, jangan. Kita ngga boleh lebih dari," Davina mencoba menyingkirkan tangan Ali yang mulai kebablasan menyentuh bagian - bagian sensitif milik Davina.

"Pegang doang, kog,"

"Jangan, aku engga mau," ucap Davina.

Ali melepas tangannya dan berbaring di samping Davina.

"Kamu engga percaya sama aku? Aku engga mungkin nyakitin kamu, Vin,"

"Ali, aku mau berhubungan dengan sehat. Aku ... "

"Okey, okey. Aku engga akan maksa. Tapi kalau ciuman aku ngga mau kalau ditolak," ucap Ali.

"Iya,"

Ali lantas kembali mencium bibir Davina lagi. Dan mereka melanjutkan aktivitas cinta mereka.

***

Rico berkumpul di depan kelas bersama teman - teman sekelasnya. Saat itu Davina dan Ratna melintas di depan kelas mereka.

"Ric, anak kelas dua listrik itu cakep, deh. Gebet sana. Tahun ini belum ada yang kamu dapetin, kan?" ucap Sapto teman sekelasnya.

"Engga, ah. Males," ucap Rico yang justru menatap ke arah Davina yang berjalan di samping Ratna.

"Kalau kamu engga mau, biar aku ajalah yang ngajak kenalan,"

"Terserah,"

Saat jam istirahat tiba, Sapto datang ke kelas Davina, ia mencari Ratna, namun tak ada. Davina yang hendak pergi ke perpustakaan dihadang oleh Sapto.

"Ratna mana?" tanya Sapto.

"Engga tahu," jawab Davina dengan nada sedikit cuek.

"Ditanyain, kog, jawabannya begitu, sih?"

"Apaan, sih?" Davina berlalu begitu saja ke luar kelas.

Melihat itu, Sapto naik pitam dan menarik tangan Davina.

"Eh!" pekik Sapto.

Davina menatap kasar ke arah Sapto yang memegang tangannya dengan kasar.

"Kalau ditanya kakak kelas itu jawabannya yang sopan!" bentak Sapto.

Beberapa siswa yang berada di luar kelas melihat ke arah Davina dan Sapto.

"Emang Mas sopan? Main masuk ke kelas orang sembarangan. Yang butuh bantuan, kan situ. Kenapa aku yang mesti sopan?" sahut Davina.

"Apa? Berani kamu sama aku?"

"Kenapa? Aku ngga takut!"

Sapto hendak menghajar Davina, tangannya sudah siap untuk memukul. Tiba - tiba Rico berlari dan menarik Sapto.

"Lepas nggak!" pekik Sapto.

"Apaan, sih, Kamu. Dia cewek. Ngapain berantem sama cewek?" Rico berusaha menarik Sapto agar keluar dari kelas Davina.

Davina menatap kesal ke arah Sapto yang sewenang-wenang kepadanya.

"Awas kamu, ya! Kalau ketemu di luar, abis kamu!" ancam Sapto.

Dengan terseok - seok, Rico menarik Sapto sampai ke kelas mereka.

"Lepasin, Co!" pekik Sapto.

"Bangsat kamu, To! Ngapain nyari gara - gara? Dia cewek, kamu mau hajar cewek?" pekik Rico.

"Habisnya songong banget. Aku kelepasan," sahut Sapto.

"Udah, udah. Baru balik ke sekolah udah nyari masalah aja."

Bersambung ...

avataravatar
Next chapter