webnovel

BAB VIII “Yang Tak Terungkap”

Kosekuensi yang besar untuk permintaan yang beharga. Mayang sangat takut dengan kosekuensi yang ia terima, tapi ia harus menerimanya dan bersyukur karena ia telah menikmati hidup yang cukup lama. Ia memiliki keluarga yang menyayanginya dengan tulus. Ia juga hidup berkecukupan berkat kerja keras Pak Bambang. Ia bersyukur karena memiliki ayah seperti Pak Bambang, memiliki kakak seperti Damar dan Hermawan. Ia tidak boleh egois dan harus mensyukuri semua yang telah ia dapatkan.

Pagi hari Pak Bambang dan Damar sibuk menyiapkan pesta, sementara Hermawan dan Mayang pergi nonton film "Mickey Mouse" di bioskop. Hermawan mengajak Mayang agar ia tidak mengetahui bagaimana dan seperti apa pesta yang akan diadakan untuknya.

Mayang pun menikmati jalan-jalan bersama Hermawan. Ia akan menikmati semua hingga akhir. Hari itu menjadi hari yang menyenangkan bagi Mayang karena pertama kalinya ia jalan-jalan berdua bersama Hermawan. Mayang akan menikmati setiap hal yang nantinya akan menjadi koleksi kenangan indah yang tersimpan rapi di dalam loker memorinya.

Mayang terlihat sangat bersinar karena terlalu senang. Ia bersama Hermawan menikmati sepiring roti manis dan segelas es krim di kafe dekat dengan bioskop. Setelah itu mereka menghabiskan waktu bersama di perpustakaan kota. Perpustakaan yang besar dan terdapat taman terbuka di tengah bangunan. Mayang dan Hermawan sama-sama penggila buku sehingga perpustakaan adalah tempat yang tepat untuk mengisi waktu yang tersisa sebelum pesta dimulai.

Sore hari Hermawan dan Mayang kembali ke rumah. Mereka bersiap untuk pesta yang nanti diadakan jam 7 malam. Mayang segera mandi dan bersiap dibantu oleh lima wanita kenalan Pak Bambang. Ia harus bersabar saat kelima wanita itu berusaha yang terbaik untuk meriasnya agar terlihat cantik. Mayang tersenyum senang karena Pak Bambang sangat serius sekali dalam menyiapkan pesta ulang tahunnya. Ia tidak sabar untuk melihat bagaimana dan seperti apa pestanya nanti.

Pukul 7 malam Mayang baru saja selesai merias diri. Kedua kakaknya menjemputnya di depan kamar. Mereka terpesona melihat Mayang sangat cantik. Gaun Putih dengan sentuhan mutiara hijau mudah terlihat cocok dipakainya. Rambutnya disanggul ke atas ala putri inggris. Riasan natural yang dibuat sedikit berkilau sangat cocok dengan ekspresi Mayang saat ini. Sepatu yang ia kenakan membuat kakinya terlihat jenjang. Sepatu putih yang berkilau dengan motif bunga lotus menjadi pelengkap kecantikannya malam itu.

Saat Mayang keluar menuju pesta, semua mata tertuju kepadanya. Ia menyihir semua orang dengan kecantikannya. Perpaduan yang sangat sempurna bagi para tamu, kecantikan bidadari diantara dua pangeran tampan yang tampil dengan setelan jas putih dan hitam. Siapapun yang memandang akan iri melihat kesempurnaan mereka malam itu. Tak ada satu mata pun yang berkedip.

Mayang sangat gugup dan gerogi melihat reaksi para tamu undangan. Pak Bambang yang terlihat tampan dan gagah berwibawa dengan baju setelan jas abu-abu datang memegang tangan Mayang dengan lembut layaknya ksatria yang menyambut tangan seorang putri. Pemandangan yang hangat dan sangat memanjakan mata siapapun yang melihat.

"Tenanglah, kamu sangat cantik hari ini." Pak Bambang berbisik kepada Mayang sambil memandunya untuk ke depan kue.

Tiba-tiba suara melodi piano yang indah terdengar di ruang pesta. Semua mengalihkan pandangan ke pemain piano. Pemain piano itu sangat menawan sehingga semua orang terhanyut ke dalam iringan melodi piano yang ia mainkan. Saat lagunya selesai, semua orang memberinya tepuk tangan yang meriah. Pemain piano itu mendekati Mayang dan memberi kecupan di punggung tanganya. Seketika semua orang tertegun melihat mereka.

"Kak Bram" Mayang menarik mundur dirinya.

"Aku sudah datang. Kamu sangat cantik hari ini, maukah kamu berdansa denganku?" Bram mencoba untuk mendekati Mayang di depan umum agar kedua kakak Mayang dan kedua adiknya tidak bisa menghalangi niatnya.

Mayang terpaksa menerima ajakan Bram karena tidak ingin mempermalukan Bram atau dirinya sendiri. Mereka berdua berdansa dengan indah diiringi dengan musik dari piano. Bram sangat tampan jika dilihat dari dekat. Matanya yang begitu tegas dan tajam, hidungnya sangat mancung, bibirnya yang merah menyunggingkan senyum yang mematikan, didukung dengan baju kemeja dan jas putih yang membuat dirinya terlihat lebih bersinar dan memukau.

"Apakah kamu terpesona denganku?" Bram tersenyum nakal melihat Mayang terus saja memperhatikannya.

"Maaf kak, aku tidak bermaksud untuk membuatmu tidak nyaman." Mayang segera menurunkan pandangan matanya karena tidak ingin membuat Bram terganggu

"Apakah kamu memikirkanku?" Bram mencoba menggoda Mayang diselah-selah tarian mereka.

"Iya, aku terus memikirkan kakak sejak pertama kali aku bertemu dengan kakak" Mayang kembali mengangkat kepalanya dan memandang Bram

Bram tersenyum mendengar jawaban Mayang,

"Saat pertama bertemu aku tidak yakin dengan apa yang aku lihat, tapi hari ini aku dapat melihatnya dengan jelas. Kenapa kakak menggunakan topeng joker? Kenapa kakak membohongi diri kakak sendiri? Dan kenapa kakak melakukan berbagai hal yang tidak ingin kakak lakukan? Aku ingin mengetahui semua itu setelah melihat dengan jelas mata kakak" Mayang meneruskan pembicaraannya dengan Bram.

Bram merasa tertegun mendengar ucapan Mayang, "Apa maksudmu menanyakan semua itu?"

"Kakak sangat mempesona saat bermain piano tapi mata kakak waktu itu terlihat sedih, lalu kakak menjadi orang lain saat Kak Damar dan yang lainnya datang. Terus saat ini pun demikian, kakak memintaku untuk berdansa tapi mata kakak mengatakan hal yang berbeda. Aku tidak mengerti kenapa kakak melakukan itu?" Mayang berusaha menjelaskan maksudnya kepada Bram.

Bram tidak bisa berkata apapun. Akhirnya ia menghentikan tariannya dan pergi begitu saja. Mayang yang ditinggal sendirian segera disusul oleh Damar dan Hermawan yang dari awal mengawasinya. Bisma dan Rio segera menyusul Bram untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi sehingga Bram membuat ekspresi yang tidak biasa bagi mereka.

Acara pesta terus berlanjut dengan meriah dan lancar. Mayang mendapat kado banyak dari semua orang. Acara pesta selesai pukul sepuluh malam. Damar dan Hermawan datang memberikan kado saat pesta telah usai. Mayang pun segera membuka kado dari mereka. Ia terkejut melihat isi kadonya. Damar dan Hermawan ikut terkejut melihat isi kado yang mereka berikan kepada Mayang.

"Aku tidak tau jika kakak juga berpikiran sama denganku" Hermawan memandang Damar

"Iya, aku juga tidak menyangka jika hadiah kita sama" Damar juga memandang Hermawan

Mayang pun tertawa geli, kedua kakaknya memikirkan satu hal yang sama, "Sekarang aku memiliki dua Novel berjudul Basundari karangan Chocho Yucho" ia mengangkat kedua buku sambil menahan tawa.

"Jika kamu tidak mau, sini kembalikan" Hermawan ingin mengambil novel tersebut karena malu

"Tidak mau, ini adalah hadiahku jadi ini milikku" Mayang memeluk erat kedua novel tersebut. Hadiah yang istimewa dari dua orang yang istimewa.

Pak Bambang pun kemudian datang membawa kado untuk Mayang. Ternyata kado darinya adalah foto mendiang istrinya. Mayang terkejut sekaligus senang. Ia menyadari bahwa bidadari waktu itu mirip sekali dengan wanita di foto tersebut.

Tanpa sadar bidadari itu mentransfer ingatan dan memorinya tentang kehidupannya sebelum ia menjadi bidadari. Mayang kini mengerti kenapa selama ini tindakannya mengingatkan mereka kepada wanita yang ada di foto tersebut.

"Aku tau, ibu sekarang menjadi bidadari di surga" Air mata Mayang jatuh menetes tanpa ia sadari. Pak Bambang pun memeluk Mayang dengan penuh kasih sayang.

Pak Bambang, Damar dan Hermawan bercerita panjang lebar tentang wanita dalam foto tersebut sepanjang malam. Ia wanita yang sangat dicintai oleh keluarganya, hal itu terlihat di mata mereka saat bercerita tentangnya. Kenangan itu mengalir begitu hangat di malam yang dingin.

Mayang mengetahui bahwa sebenarnya ibu mereka meninggal karena sakit dan saat ia kritis di rumah sakit hingga disaat terakhirnya Pak Bambang tidak ada disampingnya karena terjebak reruntuhan saat terjadi gempa di tempat ia bekerja. Paman Doni dan Tante Maria-lah yang terus berada disamping mendiang dan terus menemaninya hingga akhir. Saat Pak Bambang pulang, ia tidak lagi melihat istrinya melainkan batu nisan bertuliskan nama istrinya. Kedua anaknya yang masih kecil terus menangis dalam dekapan Pak Bambang.

Satu momen yang sangat disesali oleh Pak Bambang selama hidupnya karena tidak berada disisi istri yang ia cintainya. Ia semakin sesak mengenang kenangan tersebut saat ia memikirkan bagaimana perasaan istrinya disaat terakhirnya. Disaat terakhir kalinya ia melihat dunia, suami yang ia cintai tak ada di sampingnya. Ia hanya melihat kedua anak-anaknya yang masih kecil menangis memanggil namanya.

Mayang tidak tega melihat Pak Bambang terlihat kesakitan saat memutar rekaman masalalu yang masih tersimpan rapi di salah satu sudut memori. Ia segera memeluk Pak Bambang dan kedua kakaknya, ia menggunakan kekuatanya agar beban di dalam hati mereka menjadi ringan sehingga tidak akan lagi terasa menyakitkan saat kenangan itu diputar kembali.

Saat hati mereka merasa ringan dan tenang, mereka kembali ke kamar mereka untuk tidur. Malam itu mereka tidur dengan perasaan lega dan ringan. Namun tidak untuk Mayang. Ia mendapat peringatan dari Nenek Pon bahwa jika ia menggunakan kekuatannya, ada harga yang sangat mahal yang harus ia bayar. Harga itu adalah sisa waktu hidupnya. Hal tersebut bearti waktu hidupnya akan terus berkurang seiring seberapa sering ia menggunakan kekuatannya. Malam ini Mayang kehilangan 3 hari dari sisa waktu hidup yang ia miliki.

Bayangan kematian terus mengejar Mayang. Dilema Mayang malam itu adalah ia harus memilih diantara dua pilihan. Berusaha tidak menggunakan kekuatan agar hidup sedikit lama meski kosekuensinya nanti lahir kembali dengan kehidupan yang kosong dan hampa, atau ia terus menggunakan kekuatannya tapi kosekuensinya adalah sisa waktu hidupnya akan habis dan ia tidak akan terlahir kembali. Mayang pun memutuskan untuk tidak terlalu memikirkan bagaimana akhir dari dirinya. Setidaknya ia senang melihat Pak Bambang dan kedua kakaknya dalam keadaan baik.

ᴥᴥᴥᴥᴥᴥᴥᴥᴥ

Next chapter