webnovel

Garis takdir

Kematian sang ibu tepat di depan mata nya. Membuat benih kebencian di hati Alex kian bertumbuh. Bocah lelaki berumur sepuluh tahun yang memiliki sifat ceria kini berubah seratus delapan puluh derajat. Tidak ada lagi senyuman manis atau rasa empati. Di dirinya yang ada hanyalah benih dendam yang tumbuh semakin besar setiap hari nya. Semenjak kejadian itu, dia memutuskan untuk menghancurkan kehidupan orang yang bertanggung jawab dalam kepergian sang ibu.Mampukah dia menjalankan rencana nya tersebut? Atau dia harus terjebak rasa yang begitu rumit dengan gadis yang dijuluki dewi Artemis itu? "Alex yang dulu sudah lama mati dan sekarang?! Hanya ada dendam yang begitu dalam untuk dua orang yang menjadi alasan hilang nya kebahagiaan ku?! dan kau?! Kau adalah orang pertama yang akan merasakan neraka yang pernah aku rasakan!"

naomi_larawasti · Urban
Not enough ratings
6 Chs

Trauma

Tok tok!

"Alex! Kau di dalam kan! Cepat keluar jangan membiarkan orang lain menunggu mu dengan begitu lama seperti sekarang!"Suara ketukan dan perintah dari luar sama sekali tidak membuat Alex berniat beranjak dari posisi nya yang saat ini berada di atas ranjang sembari meringgkuk, meratapi kesedihan nya terhadap sang ibu yang tak kunjung berhenti.

"Alex! Berhentilah seperti sekarang! Cepat turun semua sudah menunggu di bawah!"

Alex memilih menutup telinga nya dengan bantal berusaha menulikan telinga nya terhadap ucapan dari Romeo yang ada di balik pintu kamar. "Diamlah! Kau tidak perlu mempedulikan ku. Sekarang pergi dan makan lah sendiri dengan puteri kesayangan mu itu. Aku akan disini. Lebih baik aku di dalam sini mencari kenang kenangan indah ku dengan Mama daripada harus berada satu meja dengan mahkluk kotor seperti kalian!" Desis Alex semakin menutup telinga nya dengan bantal.

Mendengar balasan dari Alex barusan membuat Romeo memijit pelipis nya."Apa yang harus aku lakukan sekarang sayang? Maafkan aku karena sudah membuat Alex seperti sekarang. Dia sangat jauh berbeda ketika kau ada disini bersama kami." Romeo mendongkak, memejamkan mata nya berusaha menahan rasa sesak yang menghimpit dada nya.

"Baiklah kalau itu mau mu, sebentar lagi maid akan datang membawakan makanan untuk mu, sebaiknya kau memakan nya kalau tidak kau akan sakit nanti nya." Setelah mengatakan hal itu Romeo memilih berjalan turun dari lantai dua, membiarkan sang putera menyesuaikan diri dengan keadaan yang saat itu menimpa keluarga nya.

Mendengar langkah kaki yang sudah menjauh membuat Alex membuka kembali bantal yang menutupi telinga nya, kini ia mengubah posisi nya menjadi terlentang, menatap langit langit kamar yang hanya di sinari dengan sinar bulan yang menembus masuk dari sela sela gorden yang tidak tertutup. "Mama. Alex rindu. Alex rindu tidur di pelukan hangat Mama. Alex rindu aroma Mama." Gumam Alex sembari mengedarkan pandangan nya ke sekitar, ia menatap lekat lekat setiap benda benda yang tersusun rapi di kamar yang tengah ia tempati. Barang barang yang selalu di gunakan oleh sang ibu.

Alex memejamkan mata nya, ia menghirup dalam dalam aroma Amel yang masih tersisa di dalam kamar tersebut, kamar yang ia gunakan bersama Romeo ketika ia hidup dahulu. "Apa sebaiknya aku ikut Mama saja?" Gumam Alex.

Kali ini bocah berumur sepuluh tahun itu berjalan menuju balkon kamar seketika tubuh lelaki itu bergetar hebat, keringat dingin membasahi tubuhnya dengan langkah perlahan Alex memberanikan diri untuk berjalan lebih dekat sampai ke ujung balkon. "Tubuhku bergetar sangat hebat, apakah aku ketakutan saat ini?"

Alex memegang penghalang balkon, ia memejamkan mata nya sebelum akhirnya memberanikan diri membuka kembali matanya dan melihat ke bawah. "Argh!" Seketika Alex mundur, menuburuk dinding kemudian merosot ke lantai dengan bibir yang bergetar hebat, sorot mata yang ia tunjukan saat ini terlihat begitu jelas kalau Alex tengah mengalami ketakutan yang teramat berat.

"Kepala ku berputar, rasanya aku ingin muntah sekarang. Kenapa? Padahal sebelumnya aku tidak pernah merasakan ini. Ingatan ku terlempar ke kejadian dimana aku melihat jasad Mama di bawah sana dan itu membuat ku ingin muntah." Gumam Alex dengan tubuh bergetar hebat.

"Mama. Mama Alex takut. Biasanya Mama ada disini untuk memeluk Alex kan, kenapa Mama sekarang ngak ada? Sekarang Alex takut." Lelaki itu meringkuk, ia terisak kecil, hati kecilnya kembali terluka ketika mengingat bahwa satu satunya orang yang sangat ia cintai di dunia ini sudah tidak ada lagi dan pergi meninggalkan dia sendirian.

Kejadian yang terjadi tepat di depan matanya, jasad sang ibu yang terlihat begitu jelas di hadapan nya membuat mental anak seusia Alex tentu saja tidak baik baik saja, banyak hal yang ia alami selama beberapa hari ini yang tentu saja merusak mental nya. Kematian orang yang amat ia sayangi merupakan salah satu factor perubahaan sikap Alex yang berubah seratus delapan puluh derajat.

Krit

Suara benda bergeser barusan membuat Alex mendongkak, ia menatap sebuah pot kecil yang tidak sengaja ia senggol. Pot kecil yang berisi bunga mawar yang indah, bunga yang terlihat begitu terawatt di dalam pot kecil tersebut.

Ingatan Alex terlempar ke beberapa hari yang lalu dimana ia mendapati Sang Ibu untuk terakhir kali nya menyiram bunga mawar tersebut di balkon yang saat ini ia tempati. "Ini adalah bunga mawar kesayangan Mama. Mama selalu merawat bunga ini dengan sepenuh hati." Gumam Alex.

Kini lelaki itu mengambil pot bunga tersebut, menatap nya dengan tatapan sendu membayangkan kalau yang saat ini ada di hadapan nya adalah sang ibu. "Alex akan menjaga bunga ini dengan baik Ma. Mama tidak perlu khawatir karena bunga ini pasti akan tumbuh dengan baik seperti Alex nanti nya."

"Alex rindu sama Mama."

***********

"Paman, kenapa kak Alex belum juga turun. Hana coba panggil ke kamar nya?" Ujar Hana sembari sesekali mengalihkan pandangan nya kearah anak tangga.

Romeo tersenyum. "Tidak perlu sayang, Kak Alex kurang enak badan, dia nanti akan makan jadi sekarang kita makan dulu ya dan seperti yang Ayah katakan dulu jangan panggil Ayah paman mengerti. Sekarang semua yang ada disini adalah keluargamu, jangan sungkan seperti itu." Ujar Romeo lembut.

Lelaki paruh baya itu menyendokan nasi ke piring Hana kemudian mengelus lembut kepala Hana. "Sekarang makan ya sayang, Makan yang banyak supaya Hana cepat besar nanti."

Mendengar perintah dari Romeo, Hana mengangguk patuh kemudian memakan makananan nya dengan lahap sementara Romeo hanya bisa diam terpaku menatap Hana dengan tatapan sendu. "Maafkan ayah sayang. Amel maafkan aku karena sudah menjadi suami dan ayah yang buruk. Andai saja kau masih ada disini aku pasti tidak kan kesulitan membujuk Alex, sekarang dia sudah berubah begitu banyak. Aku tidak tau apakah aku bisa membawanya kembali menjadi Alex yang pernah kita kenal.

Romeo tersenyum getir, menatap anak tangga dengan tatapan sendu. "Maafkan Papa Alex, Maafkan Papa karena tidak bisa menjadi Ayah yang baik. Maafkan Papa sayang, Papa menyayangi mu."