webnovel

1

"CEPET-CEPET, KALIAN LELET BANGET SIHH!!"

"SENYUMNYA MANA!"

"KALIAN TUH, KALO GAK NIAT MENDING PULANG!!!"

Mendengar teriakan-teriakan para senior, banyak anak-anak yang cepat berlari mengikuti arahan itu agar tidak kena semprot omelan para Senior yang haus air mata adik-adik barunya. Siang terik ini banyak para anak-anak berbaju putih biru duduk di tengah lapangan. Memakai topi caping dengan banyak pita di rambut mereka, termasuk diriku.

Berlari cepat menuju lapangan panas, aku tidak berani mengeluh, sebab para senior menatap tajam mereka siapa saja yang berbicara walaupun berbicara pada diri sendiri.

Mengelap keringat yang bercucuran dengan tanganku. Entah berapa lama lagi aku harus menghadapi masa orientasi ini, aku sudah sangat lelah. Kemarin Aku dan yang lainnya berjalan berkeliling sekolah sebanyak 3 kali hanya karena salah satu siswi terlambat datang, belum lagi kami di beri makan nasi uduk campur susu dan ikan asin. Para senior yang kejam itu tidak memikirkan apakah rasanya enak atau tidak, mereka hanya memerintahkan untuk di habiskan apa pun caranya.

"HARI INI KITA PUNYA GAME UNTUK KALIAN." Teriak ketua MPK bernama Calvin. Dia berteriak mengeluarkan suara yang amat sangat keras hingga urat-urat di leher dan kepalanya menyembul. Dia berjalan ke kanan-kiri memastikan adik-adiknya mendengar ucapannya. "GAMESNYA ADALAH KALIAN HARUS CARI 3 BINTANG DI SELURUH SEKOLAH INI. JIKA KALIAN TIDAK BISA MENYELESAIKAN GAMES INI, KALIAN AKAN MENDAPATKAN HUKUMAN, YAITU MEMBERSIHKAN TOILET SEKOLAH."

Aku menghela nafas panjang, begitu pula dengan yang lain. Gema, misi atau apa pun itu namanya, tidak ada yang berhasil. Aku tahu, para seniornya hanya mengerjai adik-adik barunya. Aku juga bisa menjamin kalau tidak ada yang menemukan bintang, itu hanya sebuah seru-seruan di mata seniornya. Seru-seruan yang membuat kami menderita.

Orang-orang berbaju putih biru bubar, ini adalah waktunya istirahat. Kali ini tidak ada senior yang menyuruh kami untuk makan makanan campur, tapi makan bebas di kantin sekolah. Dan setelah itu kami melaksanakan Games yang di berikan seniornya.

"Tina." Panggil gadis berkulit putih, rambutnya keriting dan bertubuh pendek. Dia adalah Agnia, teman baruku di sekolah ini. Kami berkenalan saat pertama kali bertemu dan berteman setelah itu. "Kamu mau makan apa hari ini?."

"Batagor kali ya, soalnya aku gak terlalu laper juga." Aku melihat-lihat makanan di kantin, dari nasi goreng, Bakso, Mie ayam dan banyak lagi. Agnia mengangguk, dia mengambil batagor seperitku. Setelah itu kami duduk di bangku paling belakang sebab semua bangku sudah penuh.

Makan makanan dengan hikmat, tidak ada ganggu para senior OSIS ataupun MPK. Tapi itu hanya sebentar sampai datanglah senior laki-laki dengan pakaian yang berantakan dan rambut yang panjang. Siapa pun yang melihat mereka pasti bisa langsung menebak kalau mereka ada preman sekolah, anak-anak yang suka bolos, membuat onar bahkan memalak uang anak lain.

Mereka berjalan seolah-olah mereka di kurubungi oleh fans-fans, mereka melambaikan tangan pada angin dan tembok kantin. Aku tersenyum melihat mereka yang aneh. Mereka berjalan ke kursi tepat di sebelah kursiku dan Agnia. Mereka mengusir dengan kasar orang yang duduk di situ, lalu mereka tempati. Mana ada anak yang mau berurusan dengan mereka, itu hal yang sangat tidak penting.

Aku dan Agnia hanya diam dan melanjutkan makanannya yang hampir kandas ini, sangat tidak nyaman berada di sebelah kursi anak pembuatan onar. Rasanya selera makanku hilang dengan sekejap melihat mereka urak-urakkan.

Brakk

Tamparan pada meja di hadapanku dan Agnia, membuat kami terkejut. Kita berdua saling bertatapan, lalu melihat orang yang mengganggu acara makan kami. Bertubuh kurus, pakaian lusuh bahkan dua kancingnya terbuka dan di mulutnya menggigit batang permen.

"Duit lu mana?" menggebrak-gebrakan meja sembari memalak. Tebakan yang sangat benar bahwa mereka adalah preman sekolah. Di atas kantung terdapat sebuah nama yang tertulis Eri Ire. "Cepet mana!!."

Otakku berhenti seketika, tidak tahu harus berbuat apa. Ini posisi yang sangat menyebalkan untukku. Sedangkan Eri berteriak-teriak tanpa malu menjadi pusat perhatian. Dia pikir, dia berteriak seperti itu membuatku takut.

"Eh.. palah bengong, mana duit lu." Eri yang tidak peduli banyak yang menatapnya, itu tidak membuatnya merasa takut.

Agnia yang merasa takut dan terusik memberikan uang sebesar 10 ribu pada Eri sembari menarik tanganku untuk menjauh dari preman sekolah itu. Eri tertawa puas mendapatkan uang dia mau dan melihat adik kelasnya takut padanya "Gitu doangkan gampang."