webnovel

Membuang Aisha

Daffa tersenyum manis,"Biasanya aku yang di atas, Cantik. Nggak sudi aku melihat anak haram ini di atasku. Menjijikkan!"

"Tapi, kamu sempat menikmati tubuhnya," sahut Vana merajuk. Ia cemburu harus membagi kekasihnya dengan Aisha.

"Dia istriku. Wajar jika kami bercinta. Percayalah padaku. Dia bisa memiliki tubuhku tapi tidak dengan hatiku. Hanya kamu pemilik hatiku!"

Vana cemburu. Ia tak suka mendengar permainan ranjang Daffa. Ia tak bisa membayangkan Daffa bergantian menyetubuhinya dan Aisha. Pria itu memang hebat di ranjang. Daffa selalu memuaskannya. Jika bukan karena harta, Vana tak sudi berbagi dengan Aisha. Vana dan Daffa saling mencintai.

"Bantu aku melempar dia." Daffa melirik Vana. Daffa akan membuang mayat Aisha di air terjun.

Vana ikut menggendong tubuh Aisha yang sudah tak bergerak. Mereka akan membuangnya ke dalam air terjun yang mengalir deras.

"Aku hitung sampai tiga. Kita lempar dengan cepat supaya mayatnya langsung jatuh ke dasar air terjun. Jangan sampai tersangkut di akar pohon."

Vana mengangguk.

"Satu … Dua … Tiga … "

Tubuh Aisha langsung mereka lempar dan jatuh ke bawah. Vana mencoba melihat, ia melihat tubuh perempuan yang amat dibencinya melayang-layang, kemudian terhempas dan merapung di atas air.

"Bagaimana?" tanya Daffa dengan wajah puas.

Vana mengangguk,"Ayo kita pulang, sebelum ada orang lain yang melihat kita di sini. Membusuklah di neraka Aisha."

*****

"Mau aku temani ganteng?" tanya perempuan bergaun merah seksi yang di depan Alil.

Alil terdiam sejenak, lamunannya terjeda. Tubuh seksi itu menampilkan pemandangan yang indah. Parasnya tidak terlalu cantik, tetapi wanita itu menjaga bentuk tubuhnya. Tubuhnya sangat seksi seperti gitar Spanyol. Pria itu berpaling, tidak memberikan tanggapan.

"Mau minum apa bos?" tanya seorang bartender.

"Cocktail," jawab Alil. Ia berusaha menahan emosinya ketika perempuan itu meraba pahanya lalu meremas selangkangannya. Matanya membelalak. Ia mendorong wanita itu, memperlihatkan wajah marah. Wajahnya sangat dingin.

Perempuan seksi itu pergi karena penolakan Alil. Alil kembali duduk mengamati sekeliling. Ia tak lagi konsentrasi karena ada wanita lain yang mendekatinya. Alil merasakan jengkel, ini ketiga kalinya Danu membatalkan janjinya. Padahal, kedatangannya ke bar atas undangan pria itu. Danu berniat bekerja sama dan mengakhiri permusuhan mereka.

Alil melirik jam tangan, baru pukul sebelas malam. Suara musik semakin enerjik, tapi tak sanggup untuk menghiburnya. Bau rokok membuatnya terbatuk-batuk. Alil tidak merokok. Ia benci asap rokok. Dari kejauhan Alil melihat perempuan tadi kembali lagi membawa dua gelas wine di tangannya.

Perempuan itu mendekat dan mengusir perempuan di sebelah Alil.

"Wine untukmu," katanya sambil menyodorkan gelas.

Alil menolak wine dari perempuan itu namun perempuan itu terus menggoda dan memaksa Alil. Merasa sungkan, Alil langsung meneguk habis isi gelas itu. Ia tidak memperhatikan sudut bibir perempuan yang menemaninya. Melengkung sinis.

Tak lama Alil menggaruk leher dan badannya terasa panas. Ia terkejut merasakan kemaluannya mengeras. Alil gelisah. Ia mengibas-ngibaskan tangannya mencoba mencari udara segar di ruangan ini.

Perempuan itu tampak meliuk-liuk di depan Alil. Alil horny. Ia ingin memakan perempuan itu. Leher perempuan itu tampak jenjang, nikmat untuk disentuh. Alil menelusuri leher jenjang itu dengan bibirnya, tangannya yang kekar mulai meraba-raba payudara si wanita yang tampak menggoda. Lenguhan pelan terdengar dari mulutnya. Alil ingin melepaskan hasratnya.

Perempuan itu berdiri, mengajak Alil yang telah dipengaruhi obat perangsang.

"Mau kamu ajak ke mana dia?" tanya seorang pria dengan suara bariton.

Antara sadar dan tidak, Alil merasakan tangan lain yang menariknya menjauhi perempuan itu.

*****

Alil membuka matanya, "Kita di mana, Bihan?" tanyanya bingung.

Bihan menarik tubuh Alil dari kursi penumpang dengan susah payah. Ia kemudian memapah Alil yang tak sanggup berdiri lagi.

"Ayo Pak. Sebentar lagi kita sampai."

Susah payah Alil mengikuti langkah Bihan. Telinga Alil mendengar suara air. Gemercik air membasahi wajah Alil. Ia mengusap wajahnya dengan tangannya yang bebas. Alil mulai sadar.

"Pak. Mau lepas baju sendiri atau saya bantu?" tanya Bihan menggoda sang bos.

Alil terdiam lalu melamun.

"Aku lepas sendiri. Kenapa kita ada di sini, Bihan?"

Bihan menelan ludah,"Pak Alil mabuk. Ada yang memasukkan obat perangsang pada minuman Pak Alil. Mereka ingin menjebak Bapak. Berendam di sini bagus. Dinginnya air bisa menghilangkan pengaruh obatnya. Pak Alil tidak akan horny lagi."

Alil mengangguk. Ia melepaskan pakaiannya, yang tinggal menempel di tubuhnya hanya celana boxer saja. Ia kemudian berendam di air terjun yang dingin ditemani Bihan.

Alil bergidik. Bulu kuduknya berdiri ketika perlahan kakinya memasuki air terjun yang dingin. Perlahan, ia merendam tubuhnya. Ia menggigil, namun tetap menahan rasa dingin itu.

Byur !

Terdengar benda jatuh ke air.

"Bihan." Alil berteriak.

"Coba lihat, apa yang jatuh dari atas."

Bihan melompat ke air lalu menggunakan senter dari ponsel untuk melihat sekeliling. Ia menelusuri permukaan air yang gelap. Sinarnya mengenai tubuh seorang wanita yang mengambang. Bihan berenang menarik tubuh wanita itu. Ia bawa wanita itu menepi.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Alil dengan rasa ingin tahu.

"Masih hidup Pak." Bihan menjawab setelah memeriksa denyut nadi wanita itu..

"Kita bawa wanita ini ke rumah sakit, Bihan!" Perintah Alil tegas.

***

Aisha membuka matanya. Kaget ketika bangun, tangannya diinfus. Ternyata Aisha sudah koma selama dua bulan.

"Aku ada dimana?" Aisha memekik melihat sekeliling.

"Aku ada dimana?" Pekiknya sekali lagi.

Bihan yang sedang tertidur terbangun mendengar teriakan Aisha. Ia bangkit dari sofa dan meregangkan tubuhnya.

"Kamu sudah bangun?" Sapa Bihan mendekati Aisha.

Aisha memicingkan mata. Bingung melihat pria asing di depannya.

"Aku Bihan. Asisten dari orang yang telah menyelamatkan kamu."

"Bihan. Aku dimana?" Aisha begitu lemas menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. "Aku Aisha."

"Kamu di rumah sakit. Jangan banyak bergerak, akan aku panggilkan dokter untuk memeriksa kamu." Bihan berjalan ke luar ruangan.

Aisha kembali melihat sekelilingnya. Ia begitu lemah, seluruh tubuhnya terasa nyeri. Kepalanya mau pecah, semua pikirannya campur aduk. Daffa dan Vana melintas dalam pikirannya.

Ia bingung bagaimana bisa sampai di rumah sakit. Benarkah Bihan dan sang bos yang membawanya ke rumah sakit? Lalu dimana Daffa dan Vana? Kenapa bisa bersama Bihan?

Aisha kebingungan bagaimana Bihan dan bosnya bisa menemukannya? Aisha teringat bagaimana dia dijambak, disiksa dan dihantam hingga tak sadarkan diri. Kekecewaan yang membekas dalam dirinya saat mengetahui kejahatan suaminya. Selama ini berselingkuh dengan perempuan lain yang tak lain saudaranya sendiri, membuatnya semakin gusar.

Vana, Daffa. Beraninya kalian menipuku. Aku akan membalas kalian.