webnovel

Mempertanyakan Keadilan

Nama saya adalah Darren Simanjuntak. Saya adalah pria 20 tahun yang menjadi petualang bebas, yang sangat jarang untuk menerima quest dari Serikat Petualang, dan dikategorikan sebagai petualang kelas S oleh Serikat Petualang di negeri ini. Yang biasa saya lakukan, sebagai petualang bebas, adalah mencari material-material dan menjelajah. Itu sangat membantu kehidupan saya. Tentu, saya tidak kesulitan dalam masalah keuangan berkat itu. Bagaimanapun juga, material-material yang saya dapatkan bisa saya jual di tempat lapak-lapak para pedagang.

Saya memiliki raut wajah tidak terlalu tampan dengan rambut hitam pekat serta luka bakar yang tertutupi poni rambut saya. Tatapan saya terkadang membuat orang lain merasa risi, dan itu akan membuat orang lain tidak nyaman saat bertahan di dekat saya selama 1 menit. Saya memiliki sikap cuek terhadap orang-orang, itulah mengapa saya sangat jarang berkomunikasi.

Kekuatan saya terletak di keahlian berpedang saya. Saya memiliki sihir tapi itu tidak terlalu kuat—sihir saya dikategorikan B. Saya mampu bergerak dengan kelincahan kaki saya, tapi terkadang saya membuat kesalahan. Otot-otot tangan di tubuh saya sudah terlatih, jadi itulah mengapa saya dapat memainkan pedang dengan baik.

Saya memiliki rabun jauh. Saya tidak dapat memastikan sesuatu yang jauh dari saya berada. Bila musuh berada di jarak 10 meter dari saya, saya tidak dapat melihat seluruh tubuh mereka dengan jelas. Itulah mengapa saya lemah terhadap panah maupun serangan jarak jauh yang mengarah ke saya.

Saya tidak memiliki tujuan hidup. Saya hidup untuk hari ini, bukan untuk hari yang akan datang. Bila saya mati hari ini, saya akan menerima takdir itu. Bila saya tidak mati, saya juga akan menerima takdir itu. Jadi, apa pun yang terjadi hari ini, saya menghabiskan waktu saya untuk hidup.

Saya memiliki teman. Teman saya adalah katana. Katana ini adalah pemberian dari penjual yang mabuk—yang tiba-tiba memberikan itu ke saya—dan saya sudah cukup lama bersama dengan katana ini. Saya selalu ditemani oleh katana ini ke mana pun saya pergi. Cukup nyaman bersama dengan itu, meski saya yakin itu terkadang cemburu bila saya memakai senjata yang lain.

Beberapa hari yang lalu saya masih memiliki kuda, tapi kini sudah tidak ada, jadi itu tidak menjadi teman saya lagi. Kuda itu pergi meninggalkan saya, membuat saya merasa bahwa dia telah menghianati saya.

Saya tidak terlalu suka dengan kepanikan. Bila ada mereka yang panik, saya akan membuat mereka pingsan ataupun meninggalkan mereka. Itulah mengapa saya meninggalkan kuda saya yang panik saat menjalankan quest. Jadi... well, sayalah yang mengkhianati kuda saya.

"Ggggrrr..."

Yang mengerang itu adalah dia, yang terkurung di dalam ruangan yang amat gelap tanpa bisa cahaya matahari masuk. Sudah beberapa hari saya bersama dengannya. Dia adalah little girl yang saya bawa, yang tidak saya bunuh.

Saat itu, saya mendapatkan quest untuk membasmi keluarga demon yang ternyata dari suku Vampir. Saya berhasil membunuh dua vampir dan kehilangan kuda serta 12 anggota partai saya di sana. Quest itu berhasil diselesaikan dan keluarga Vampir itu berhasil dibasmi, tapi saya malah tidak membunuh vampir kecil ini.

Saya tidak memberitahukan tentang ini ke siapa pun. Saya juga belum menemukan alasan mengapa saya menyelamatkannya dan tidak berniat untuk memberitahukan tentangnya kepada siapa pun. Sampai saat ini, saya bertahan dengan suara erangan darinya itu, yang bisa kapan saja menyerang ataupun membunuh saya.

Dia memiliki mata cokelat, tapi ketika marah dan terancam matanya akan menghitam dan tampak terlihat kilauan merah. Dia cukup seram, tapi dia juga imut. Kulitnya sangat putih, itu terlihat seperti susu sapi yang menyatu dengan kulitnya. Rambutnya perak, memukau, dan tampak seperti menciptakan cahaya di dalam kegelapan ini. Ketika dia marah, sorotan matanya jauh lebih tajam dibandingkan saya. Ketika dia tenang, dia seperti gadis biasa, yang terlihat begitu lemah.

Dia adalah demon dari suku Vampir, yang memiliki taring di giginya. Dari buku yang saya baca, dia sangat suka dengan darah, entah itu darah manusia ataupun makhluk lainnya, dan kemungkinan dia juga tidak suka bawang putih.

"Kau mau apa? Darah? Daging? Atau apalah itu. Yang terpenting, kau harus makan sekarang!"

"Grrrrr..."

Meski saya sudah berada cukup dekat dengannya, yang sedang menatap wajahnya dari dekat, dia tidak kunjung mau untuk makan.

Vampir butuh makan, tapi dia tidak pernah mau makan sejak saya menyelamatkannya. Saya sudah menyuruh dan memberikannya beberapa makanan, tapi dia menolak dan melempar itu. Yang bisa dia kosumsi adalah darah saya, yang saya berikan dari goresan di jari saya ini.

Darah tidak akan cukup untuknya. Dia harus makan demi kehidupannya. Bila itu terus terjadi, dia akan kelaparan dan mati, dan saya telah menyelamatkannya secara percuma.

"Kau harus makan!"

"Grrr..."

Mata saya dengannya saling bertemu. Kami saling menatap. Tapi anehnya, meski itu adalah tatapan tajam, saya dapat melihat matanya bergetar dan berair, tampak seperti ingin menangis.

"Aku akan jujur kepadamu. Keluargamu telah mati. Kau tidak memiliki keluarga di dunia ini sekarang. Kau tidak akan merasakan kasih sayang dari keluargamu lagi. Kau sendirian di dunia ini sekarang. Meski begitu..."

"Papa... mama..."

"Kau tetap harus hidup."

Entah mengapa saya mengatakan itu ke demon. Padahal mereka adalah makhluk yang seharusnya tidak boleh dibiarkan itu, saya malah mengatakan itu. Aneh sekali.

"Makanlah sekarang!"

Dia menangis saat saya suruh, mungkin teringat kembali dengan kata-kata saya itu, sadar bahwa itu adalah fakta yang harus dia terima.

"Papa... mama..."

"Jangan menjadi gadis manja! Bila kau ingin tetap hidup, hiduplah sesuai dengan apa yang kau inginkan. Mati adalah pilihan yang sia-sia, jadi tetaplah hidup. Nestapamu itu harus segala dihilangkan."

Setelah mengatakan itu, saya berdiri dan menaruh piring perak itu di dekatnya.

"Makanlah! Tetaplah hidup!"

Setelah itu, saya pergi dari ruangan itu, yang merupakan ruangan di dalam rumah saya yang terletak di luar kota.

Saya berhasil mendapatkan reward dari quest itu. Saya berhasil mendapatkan buku sihir yang pernah saya lempar ke si kepala pemimpin Serikat Petualang. Dan buku sihir ini adalah sesuatu yang tidak akan pernah saya gunakan.

Ini tidak sebanding dengan apa yang telah saya jalankan pada quest itu. Saya adalah kapten dari partai itu, tapi saya hanya mendapatkan buku sihir yang para petualang lain dapatkan juga. Dan sementara itu, mereka, yang selamat, yang berjumlah 7 orang, berhasil menciptakan sejarah baru. Mereka sekarang dikenal sebagai Pahlawan, yang berhasil membasmi keluarga demon.

Saya dari awal memang tidak suka dengan permainan mereka itu. Saya seperti boneka yang dapat kapan saya mereka mainkan. Maka dari itu, saya ingin sekali menolak bila mendapatkan panggilan quest dari mereka.

Saya menjadi petualang bebas karena masalah itu. Bila saja mereka menghargai apa yang saya berikan kepada dunia ini, saya akan menghormati mereka. Saya berjanji akan setia dengan raja-raja dan para bangsawan di dunia ini bila mereka juga menghormati saya. Pada kenyataannya, saya hanyalah budak yang kapan saja bisa mereka permainkan.

Bukannya saya tidak mau bersyukur atas apa yang telah saya terima, hanya saja, setelah saya pikir-pikir, itu tidak sesuai. Seperti tiga tahun lalu, ketika seekor naga tiba-tiba muncul di kota, membuat para penduduk panik.

Saya berhasil mengusir naga itu dari kota, tapi yang diperkenalkan oleh mereka ke penduduk adalah petualang lain, bukan saya. Saya hanya mendapatkan emas yang tidak terlalu banyak, tapi petualang itu mendapatkan yang jauh lebih besar daripada saya. Jelas itu tidak sebanding dengan apa yang telah saya lakukan untuk mereka.

Saya mengerti bahwa keadilan bukanlah tertelak saat sama rata terjadi, tapi setidaknya, hargai usaha yang telah saya lakukan.

Karena itulah saya muak dengan permainan mereka dan memilih untuk bertualang bebas.

Dan saat ini, mereka, tujuh petualang yang berhasil membasmi keluarga demon itu, diperkenalkan oleh raja serta didampingi pemimpin Serikat Petualang di penjuru kota.

Suasana kota sangat meriah, bahkan kau bisa melihat penduduk kota di sana-sini. Mereka mengadakan parade. Mereka sangat senang atas prestasi tujuh petualang itu. Ini adalah penyambutan atas keberhasilan mereka karena telah membasmi keluarga demon.

"Kota ini aman."

Seseorang berteriak seperti itu di dekat saya.

"Kita aman dari demon."

Seseorang lain berteriak seperti itu tidak jauh dari saya.

Mereka saling bergembira sebelum tujuh petualang itu menampakkan diri di sihir virtual, tepat di atas mereka, membuat penduduk langsung melihat itu. Lalu, mereka kembali bergembira.

Saya membakar dan menghabiskan rokok ketika pidato sang raja dimulai. Itu hanyalah kata-kata omong kosong saja, yang menyambut dan menjadikan ketujuh petualang itu sebagai Pahlawan negeri ini.

Berjalan ke sudut, saya memasuki pub. Di sana terlihat beberapa orang yang sama, yang senang dengan acara itu. Saya mengambil langkah menjauh dari mereka, duduk tepat di meja yang sekeliling kosong. Lalu, saya membakar rokok dan bersandar di kursi.

"Mau bagaimana lagi? Saya ini hanya seorang bangsawan yang liar."

Saya adalah seorang bangsawan. Itu adalah benar. Ayah saya adalah bangsawan dari keluarga sang raja sebelum dia dan istrinya mati karena dibunuh. Meski saya adalah bangsawan, derajat saya lebih rendah daripada para bangsawan yang lain. Karena bagaimanapun juga, merekalah yang membuat saya seperti ini, menjadi seorang petualang dan dipermainkan oleh mereka.

Karena itu, tidak ada keadilan untuk saya. Saya adalah pria bangsawan yang terbuang saja.