webnovel

Kita Taruhan

"Jika di lombakan untuk berlari. Ayam dan telur duluan mana? Siapa yang akan menuju garis finish terlebih dahulu? Otomatis jawabannya adalah ayam. Oleh karena itulah saya menjawab demikian, saya hanya bermain dengan logika, itu saja," jelas Alga yang kemudian menyerahkan mikrofon nya pada Renaldi.

"Oke, baik penjelasan yang begitu menakjubkan dari Alga Sadewa!" ujar Renaldi mengapresiasi "Kita beri applaus!"

Riuh rendah terdengar tepuk tangan. Setelah beberapa saat mereka kembali diam.

"Nah, sekarang kita dengarkan penjelasan dari calon istrinya. Apakah sama atau malah berbeda?" ujar Renaldi sukses membuat riuh keadaan lantas memberikan mikrofon nya pada Eiryl.

Eiryl menarik napas nya. Berusaha untuk tetap tenang meski di dalam dada nya debaran jantungnya kian meledak-ledak.

"Baik, saya Eiryl Ciya Andara. Panggil saja Eiryl. Saya akan menjelaskan jawaban versi saya dari pertanyaan ayam dan telur duluan mana." Eiryl menarik napas nya lagi.

"Kalau menurut saya yang merujuk pada permulaan diciptakannya makhluk hidup, yaitu telur tanpa ayam tidak akan pernah ada telur begitu pun sebaliknya. Tapi siapa pula yang akan membuahi telur untuk menjadi ayam? Dan jawabannya tidak mungkin jika manusia yang akan membuahinya," jelas Eiryl berhasil membuat gelak tawa kembali menggelegar.

"Wah! Jawaban yang tidak kalah menakjubkan! Kita beri applaus juga," seru Renaldi dan semua nya kembali bertepuk tangan dengan riuh.

"Lalu, kenapa jawaban kalian berdua sama?" selidik Renaldi lebih jauh lagi.

"Soalnya gue juga pernah baca artikel yang Alga jelaskan tadi," jawab Eiryl.

"Wahh, rupa-rupanya kalian berdua ini! Jangan-jangan kalian baca artikel nya berduaan pakek kertas koran bekas bungkus nasi," seru Renaldi sukses membuat cair suasana yang selalu di anggap mengerikan oleh siswa baru yang mengikuti MOS.

Gemuruh tawa, sorak-sorai, dan riuh rendah nya suara pun mengisi seantero sekolah. Ah, bagi nya hari ini begitu hebat.

***

"MOS kali ini asem memang," rutuk Alga sambil menyeruput kopi hitam milik Arya.

"Memang asem," tanggap Arya.

"Ngatain asem juga, tapi lo seneng, kan?," celetuk Dimas.

Alga menggelengkan kepalanya, "Senang opo? Lebih-lebih dari bully ini tuh," keluhnya kemudian.

"Jadi lo lebih milih di bully daripada ketemu cewek mulus tadi?" simpul Arya cepat. "Gue sih ogah."

"Apalagi gue. Ogah banget. Tukang bully anak tetangga masa di sekolah nya di bully. Harkat dan martabat gue mau taro dimana cuy?" sambung Dimas sambil menikmati kacang bawang nya lalu menyeruput kopi milik Arya.

Alga menghela. Di sela-sela waktu nya untuk beristirahat akhirnya bisa membuat kembali tenang detak jantungnya.

"Hai!" seru sesosok cewek yang kemudian ikut bergabung bersamanya dengan tanpa izin.

"Hai juga," balas Dimas dan Arya kompak. Kecuali Alga yang tatapannya tertuju pada dua cewek di hadapannya.

"Aduh! ada bidadari. Sini-sini duduk di sebelah abang," ujar Arya menepuk-nepuk bangku kosong di samping nya.

"Hai, gue Putri dari kelas 10 IPS 1. Kalo kalian?" ujar Putri tanpa canggung sedikit pun. Padahal teman di sisi nya sedang mati-matian berusaha menahan rasa gugup yang bercampur dengan rasa kesal.

"Gue Dimas," balas Dimas segera menerima jabat tangan Putri.

"Gue Arya," susul Arya yang kemudian cepat merebut tangan Putri dari Dimas.

"Kalo lo?" Tatapan Putri tertuju langsung pada Alga.

"Alga," ujar Alga pada akhirnya ikut berjabat tangan dengan Putri.

"Silahkan duduk. Kita ngobrol-ngobrol. Nggak perlu malu-malu," ujar Dimas mempersilahkan.

"Oh, iya. Makasih," balas Putri yang kemudian langsung mengambil posisi duduk nya. Lantas tangan nya menarik Eiryl agar ikut duduk di sampingnya.

Sambil menahan kesal Eiryl terpaksa menurut. Pandangannya menunduk ke bawah.

"Kalian mau makan apa? Biar kita yang pesenin," ujar Arya menawarkan.

"Oh. Nggak perlu," tolak Eiryl cepat.

"Udah. Nggak usah malu-malu. Si Alga aja santai, kok," balas Dimas. "Bentar, ya. Gue pesenin jajanan dulu," lanjutnya kemudian beranjak pergi menuju warung penjual berbagai macam jenis makanan.

Sepeninggalan Dimas, Putri sudah siap untuk membuka obrolan nya lagi. "Oh iya. Kalian anak IPS juga?" tanya nya.

"Bukan. Kita anak bapak sama ibu," jawab Alga dengan asal.

"Maksud gue. Kalian dari jurusan IPS juga?" ralat Putri.

Alga melirik Eiryl sejenak. Kemudian tersenyum simpul. "Kita dari kelas 10 IPA 5," jawabnya dengan intonasi yang tenang.

Menyadari pandangan Alga yang terus terarah pada temannya itu, Putri menyenggol Eiryl dengan pelan. Namun Eiryl malah bangkit dan hendak berlalu. Rasa gugup nya semakin menderanya tanpa ampun.

"Gue ke toilet dulu," pamit Eiryl langsung berlalu.

Sontak Arya menepuk-nepuk lengan Alga. "Kejar, bego!" geramnya.

"Ngapain?" tanggap Alga, terdengar malas.

"Ya kejar. Mulus begitu, anjir," ujar Arya semakin gemas.

Sedangkan Putri sedang mengejar langkah Eiryl dan Dimas yang baru saja sampai dengan membawakan makanan ringan malah terpaku melihat kepergian Eiryl.

Dengan ogah-ogahan Alga pun beranjak dari tempatnya.

"Ar. Mereka berdua kenapa?" tanya Dimas duduk di sebelah Arya.

Arya malah berdecak. "Biasa lah, shy shy cat," jawabnya lanjut menikmati kopi yang masih tersisa setengah.

"Kayak nama film aja," komentar Dimas.

"Sini bagi," ujar Arya merebut makanan yang ada di tangan Dimas yang terpaksa harus merelakan makanan yang di peruntukkan bagi Putri dan Eiryl.

***

Bersamaan dengan bel tanda istirahat berakhir langkah Alga cepat menyusuri koridor panjang yang di penuhi dengan loker. Langkahnya terhenti saat gadis ysng di incar nya sudah ada di depan netra nya. Gadis itu sedang membereskan loker barunya dan mengisi nya dengan beberapa barang yang akan di tinggalkannya di sekolah selama beberapa hari ke depan.

Alga kembali melangkah. Di tangan nya sudah siap dengan secarik surat yang akan ia berikan pada Eiryl . Ah, surat yang begitu meresahkan jiwanya. Iya, bukan Alga yang menulis surat itu. Melainkan Arya yang terus memaksanya dengan segala cara.

Kaki Alga terus melangkah hingga berhasil membuat jaraknya dengan Eiryl semakin dekat, tangannya masuk ke dalam loker gadis itu untuk menyimpan suratnya dan setelah itu berlalu begitu saja tanpa memedulikannya lagi.

Eiryl sempat terpaku hanya karena hal semacam itu yang Alga lakukan. Laki-laki itu sudah berlalu tanpa menoleh ke arahnya lagi. Dengan ragu juga dipenuhi rasa penuh debaran di dalam dada ia memungut secarik kertas berwarna hijau tersebut lalu membacanya.

Helaan panjang terdengar dari napas Eiryl. "Maunya, apa, sih?" gerutu nya sebal. Tangan nya meremas-remas surat pemberian dari Alga lalu membuangnya ke tempat sampah yang tidak jauh dari tempat nya berdiri. Dengan cukup keras ia pun nyaris membanting pintu lokernya.

Alga menghentikan langkah. Ia menoleh ke belakang. Menatap gadis yang berlalu dengan penuh rasa kesal dan itu terlihat dari caranya berjalan. Ia mengembuskan napas dengan berat.

Arya datang dan langsung menepuk bahunya. "Gue yakin. Dia bakal nunggu lo di kolam renang belakang sekolah," ujarnya dengan penuh keyakinan.

Dimas datang menyusul. Tangannya pun merangkul bahu Alga. "Nggak apa-apa deh. Gue pinjemin motor trail gue buat lo anterin dia balik," tambahnya begitu mendukung.

"Lumayan, cuy. Mulus begitu," sambung Arya tidak henti-hentinya untuk terus mendesak Alga agar mau mendekati Eiryl.

"Gini aja, deh. Kita taruhan. Kalo lo berhasil taklukin Eiryl, motor gue buat lo," ujar Dimas tidak segan-segan memberikan motornya pada Alga hanya demi taruhan.

***

Bersambung