webnovel

Hutan

Bu Asih menunjuk sebelah lapangan yang terdapat kamar mandi umum khusus cewek dan khusus cowok.Tepat di sebelah resto yang tadi siang kami kunjungi.

"Oke siapp Bu," jawab beberapa anak kelas di 11 IPA 1.

"Nah, setiap ketua kelompok dan anggotanya wajib untuk saling menjaga dan melindungi. Kalian harus kompak. Nanti habis ini akan ada lomba menyusuri hutan. Untuk memenangkan lomba ini kalian harus mendapatkan bendera kelompok lain sebanyak-banyaknya," Bu Asih menjelaskan.

"Ada yang mau ditanyakan?" Bu Asih melanjutkan dengan bertanya.

"Maaf bu, kita kan nggak hafal Bu sama jalan di hutan?" tanya Icha.

"Tenang Icha, setiap kelompok akan diberikan peta dan kompas. Kalian juga dibekali dengan alat GPS untuk masing-masing dari kalian," Bu Asih menjawabnya.

"Oh iya, managemen Bukit Merak dan sekoklah juga akan berjaga di tiap pos di hutan. Total ada 15 pos jaga, di pos itu terdapat 2 petugas dan 1 guru," lanjut Bu Asih.

"Oke Bu," jawab Icha.

"Silahkan ketua kelompok mengambil perlengkapanya di sana." Bu Asih menunjuk panitia yang berdiri dan dibawahnya terdapat semua perlengkapan yang tadi dia sebutkan.

"Udah lengkap semuanyaa yaa?" tanya Devano sebagai ketua kelompoknya.

Aku mendengarnya karena kami memiliki tenda bersebelahan. Dia tampak lebih keren ketika berdiri dengan serius menjelaskan kegiatan lomba ini, kepada semua anggotanya.

"Ingat teman-teman, sewaktu kita dengar suara sirine ditekan oleh bu Asih. Kita tenang dan jangan panik. Terpenting kita harus kompak dan bersama. Paham semua?" Intruksi dari Devano.

Suara sirine telah berbunyi...

"Ayo jalan...!" Perintah Devano kepada anggotanya.

Hutan, 20.23

"Van, kita udah dapat berapa banyak?" tanya Ghandi.

"Baru tiga bendera yang kita dapat nih. Ayo lebih semangat." Ajak Devano dengan menyemangati anggota kelompoknya.

"Semangat...!" teriak Ghandi.

"Semangat...! teriak anggota kelompoknya secara kompak.

Hutan hijau bukit merak memiliki luas berkisar lebih dari 100 hektar. Berbagai jenis tumbuhan dan pohon yang dilindungi hidup di hutan ini. Terdapat jenis hewan yang berhabitat di sini, termasuk kera. Perusahaan Bukit Merak menjaga kelestarian alam dengan baik. Beruntungnya kami, di sini hampir tidak ada hewan buas seperti singa atau harimau. Namun menjaga diri di tempat seperti ini tetaplah diperlukan.

"Itu ambil bendera itu."

Ghandi menunjuk bendera di depan, sementara Devano berlari dan terjatuh saat mencoba mendapatkan bendera itu. Akupun juga terjatuh saat tanganku mencoba meraihnya. Kami terjatuh bersama, dan bibir kami hampir menempel. Wajah dengan wajah saling menatap satu sama lain. Tubuhku terbaring di tanah dan di atasnya persis adalah tubuh Devano. Namun, akulah yang memegangi benederanya.

"Makin tampan kalau dilihat dari dekat gini," ucapku pelan.

"Apa?" tanya Devano.

"Van benderanya jangan dibiarin," teriak Ghandi dengan nada kesal, karena benderanya dibiarkan oleh Devano begitu saja.

"Berdiri Yang," ucap Devano.

Aku berdiri sambil memegangi bendera yang aku dapatkan. Devano sudah tidak fokus mengambil benderanya. Jelas sekali, sepertinya dia mengalah untukku.

"Lah, malah pacaran ini sejoli berdua," gerutu Icha yang cukup keras suaranya, hingga kami mendengar.

"Hah..pacaran?" celetuk Melly nampak terkaget mendengar ucapan Icha.

"Pacaran sih pacaran, tapi dia beda kelompok sama kita Van, ini lomba," ucap Gibran dengan nada keras.

"Gua udah tau, Gan," kata Devano.

Teman-teman yang lain seperti Gibran si ketua kelas dan kedua anggota yang lain. Termasuk Melly si anak baru, dan anggotanya yang lain, seketika yang mendengar perkataan Ghandi nampak kaget. Mereka baru tahu jika aku dan Devano pacaran.

"Jangan gitu Gan, Adina kan pacarnya. Kalau nanti aku juga kayak gitu sama kamu gimana?" Icha bertanya pada Ghandi.

"Iyaa aku tetep ngutamain kamu lah. Nggak menang nggak apa-apa. Kita kan bestfriend forever," jawab Ghandi yang sedikit lebay itu.

"Makasih Ghandi," Icha berkata dengan nada lembut dan memaksakan senyumnya agar terlihat manis.

"Aish..nah kan Ghandi juga gitu," kataku.

"Oke oke, dimaklumi," Ghandi mengelak.

"Ayo kita lanjut," kata Ghandi.

"Eh bentar, kamu pacaran sama Devano?" Melly bertanya dengan nada yang sedikit tak percaya.

"Iyaa pacaran, kenapa Mel?" Devano yang menjawab pertanyaan Melly dan sekaligus bertanya kepadanya.

"Hmm....engggak kok. Nggak kenapa-kenapa," kata Melly.

"Sejak kapan Van?" tanya Melly lebih lanjut.

"Udah lama kok," Devano menjawabnya lagi.

"Udah ayo lanjut," ucap Devano.

"Siap pak ketua." Ghandi menjawab dengan wajah yang tersenyum, karena di sampingnya ada Icha yang hampir tidak pernah absen untuk bersamanya.

"Giliran ada Icha, kamu bahagia kan?" kata Devano, dan Ghandi hanya bisa terdiam. Icha juga malu untuk menjawabnya.

"Oke, gua ada ide bagus. Sekaligus untuk menambah jumlah bendera yang kita dapat. Apalagi ide ini, nggak menyalahi aturan sama sekali," kata Devano.

"Gimana...gimana.. Van? Ghandi bertanya dengan penasaran.

"Iya gimana idenya?" giliran Icha yang antusias ingin tahu idenya.

"Gampang banget. Kelonpok kita dan kelompoknya Adina harus bersatu," ucap Devano.

"Maksudnya?" Giliran Gibran yang bertanya.

"Gini teman-teman. Biar makin cepat kita dapat benderanya maka kelompok kita harus bergabung. Nanti bendera yang kita kumpulin kita bagi secara rata. Nah, pasti kita akan jadi pemenang. Entah pertama atau kedua nggak masalah kan?."

"Bener tuh Devano. Pinter juga dia," Gibran memujinya.

"Gua setuju," ucap Ghandi.

"Bagus, setuju," ucap Icha.

"Gua nggak setuju sama ide ini."

Melly yang dari tadi nampak kesal, mungkin setelah mendegar sendiri dari mulut cowok yang dia sukai. Bahwa aku berpacaran dengan cowok itu. Nampak Melly tak terima dengan semua ini.

"Kenapa?" tanya Icha

"Gua pikir ini meskipun nggak menyalahi aturan, ini tetaplah curang dan menurutku nggak sportif," Melly membantah.

"Gini, pertama ide ini nggak menyalahi aturan. Kedua, kita memang diwajibkan untuk belajar kekompakan. Ketiga, segala jenis strategi dalam lomba ini dianggap sportif bila itu untuk kepentingan bersama dan terlebih tidak menyalahi aturan. Utamanya kreatifitas dan kekompakan di sini yang diperlukan." Aku membantahnya dengan pemikiranku.

"Betul, setuju," Ghandi menyutui usulan itu.

"Oke kita voting aja. Jumlah suara terbanyaklah yang akan menang." Devano.

"Benar kata Devano, voting aja," Gibran mengiyakan.

"Yang milih setuju angkat tangan?" lanjut Devano.

Hutan, 21.23

Ide brilian yang berakhir membawa kami berdua seperti ini, tersesat di hutan. Kelompokku yang diketuai Melly dan kelompoknya Devano yang diketuai Devano sendiri justru tidak bersama kami. Hal ini karena kesalahan kami sendiri. Mungkin mereka bakal mencari kami berdua. Ya, ini aku dan Devano di sini.

"Entah dimana ini...," gumamku dalam hati.

Kami berdua di bawah pohon besar yang menjulang tinggi, berkisar sekitar lebih dari 10 meter tingginya. Sekitar sini terdapat berbagai jenis tumbuhan kecil, bunga dan pepohonan.

Duduk berdua bersandar di bawah pohon berdampingan. Aku yang sudah terlalu capek mencari jalan keluar. Diapun nafasnya sudah terengah-engah, sama sepertiku.

"Yang, tinggal berapa persen?" Devano bertanya mengenai kondisi baterai ponsel milkku.

***