15 Implus-Implus Asing

Leandra memainkan sendoknya di atas piring, dia tidak sadar gerakannya diperhatikan Laras.

"kamu mau yang lain?" tanya Laras.

Tersentak dan lekas membuat suapan. Dia tersenyum. "tenang saja aku bisa memakannya," ungkapannya sejalan dengan caraya berusaha keras melahap apa yang tersaji di atas piring. Sampai gadis bermata bulat itu bangkit dari duduknya dan terlihat memesan makanan.

Leandra masih berupaya menyelesaikan misinya. Misi mengosongkan piring, dan tatkala dia tak sanggup pemuda ini dengan jahilnya menuang sisa makanan pada piring di meja sebelah yang sudah ditinggalkan pemiliknya.

"Sudah selesai?"

Dia nyengir, sebelum mengangguk ringan. Entah sudah berapa kali dia melakukan hal-hal di luar kebiasaannya. Hal semacam ini jarang terjadi, kenapa dirinya perlu memikirkan perasaan Laras?

Dia tak punya kebiasaan peduli pada perasaan orang lain.

Pertanyaan ini terngiang di kepalanya. Menatap laras yang detik ini telah duduk di sampingnya. Di kursi penumpang sisi pengemudi. Gadis itu menunduk, dengan gerakkan samar berupaya menghitung uang di dalam dompetnya.

Saat gadis itu hendak menoleh pada Leandra, Leandra buru-buru melempar pandangan ke arah jalanan yang konsisten lenggang.

Leandra baru bisa menatapnya kembali selepas handphone Laras berbunyi. mengais dan secara mengejutkan memekik : "oh ya tuhan maafkan aku,"

"Ada apa?" Leandra akhirnya bisa mengamati Laras terang-terangan.

"Nana, kita lupa memberi tahu Martin, kalau kita membawa mobilnya."

"Biar aku yang bicara," pemuda berambut panjang berserakan itu mengulurkan tangannya.

[Nana, ini Leandra] berbicara pada gadis di ujung sana.

[Mereka? siapa yang datang?] ini suara leandra menanggapi kalimat-kalimat Nana. Sepertinya nana memberi tahu datangnya orang-orang suruhan suruhan tuan Bazan.

[pergilah kalian ke rumah sakit] Leandra sempat melirik keberadaan Laras, [Kita bertemu di sana. mustahil aku kembali ke kampung itu] kalimat ini mengakhiri panggilan Leandra. menyerahkan handphone pada pemiliknya.

"Harusnya kalian melanjutkan perjalanan pagi ini, maaf aku merepotkan," Dia yang sedang bicara memegang erat telepon genggamnya. seolah sedang melakukan kesalahan yang amat besar.

"kau? merepotkan?" pemuda berambut gondrong tersebut terkekeh, "apa yang kamu katakan?!" dia tak suka ungkapan Selaras.

***

Di rumah Joglo.

"Jadi bagaimana cara kita pergi ke rumah sakit?"

"paking dulu saja,"

Pertanyaan ini belum bisa mereka temukan solusinya. sampai salah satu dari mereka mengingat lek manto. Pria yang tinggal sendirian di rumah besar yang semalam menemani mereka tidur pulas.

Pada pelataran rumah lek manto terdapat mobil pick up, Rio mengingat dengan baik tempat itu.

giliran lek manto datang bersama rio.

Martin mengerucutkan bibirnya, dia tak sudi duduk di bak terbuka. keluarga calon dokter ini adalah keluarga yang memiliki tingkat integritas tinggi. Dia merasa duduk di bak belakang melanggar peraturan lalu lintas. hal semacam ini sangat dilarang. Bukannya sampai Rumah sakit bisa-bisa mereka sampai di kantor polisi dengan surat tilang.

persepsinya ditertawakan Lek manto, paman tua berpeci pudar itu terkekeh dengan serentetan alasan martin.

"Pos polisi di kota ini hanya ada di beberapa lampu merah saja, asal tidak melintasi tempat itu, kita selamat," ujar lek manto, memang benar duduk di bak belakang melanggar aturan akan tetapi setiap hari petani sayur di kampung ini duduk di bak belakang bersama-sama ketika hendak pergi ke pasar besar, menjual hasil tani mereka.

Kekeh tawa lek manto belum usai, saat dia mendapati pemuda tampan yang lehernya sering kali memanggul kamera mendorong, meyakinkan si putih bersih calon dokter naik dan duduk di bak pick up.

"Aaah! aku tak mau!" pemuda tampan berkulit putih itu menyedekapkan tangan menekuk bibirnya. Martin sedang frustasi detik ini.

martin berharap dia bisa berdesakan duduk di depan bersama dengan Nana yang dengan entengnya mengejeknya sembari menjulurkan lidah saat marten gagal bernegosiasi dengan lek manto untuk duduk di kursi penumpang depan.

"ya masak le.. kamu nggak mau ngalah sama habibah cantik ini," Wajah nana kental sekali garis keturunan semi Arabnya. panggilan Habibah adalah panggilan khusus yang kadang disematkan untuk keturunan warga arab jawa.

Sebenarnya nana tidak serta merta duduk dengan nyaman. gadis ini harus berdesakan dengan bungkusan-bungkusan penuh sesak. Lek manto bilang itu adalah titipan tetangga-tetangga selepas mereka tahu mbah uti masuk rumah sakit.

Sebuah kebiasaan yang lestari di kampung ialah kebiasaan menjenguk orang sakit. Mereka akan membawa makanan sebanyak-banyaknya untuk tetangga atau saudara yang sakit. Sebab rumah sakit Dr. Soedomo jauh dari jangkauan. tetangga bu sumi menitipkan paket makanan dan kadang kala uang seikhlasnya kepada lek manto.

"paman aku lapar, belum sarapan, boleh aku buka satu?" ujar nana tak tahan dengan bau opor ayam di dalam susunan rantang yang dia pangku.

"Kita mampir beli nasi pecel yuk,"

nana mengangguk bersemangat, lek Manto ternyata sosok paman yang baik. Batin gadis itu.

***

"buk…," Laras datang mendekati ibunya yang ternyata masih duduk pada kursi antrian administrasi rumah sakit, "sarapan rumiyen, buk," (Sarapan dulu buk) gadis ini menyodorkan air mineral dan bungkusan nasi dari dalam tas kresek.

Leandra yang sejujurnya detik ini dilanda perasaan resah luar biasa sebab mengetahui orang-orang bazan sudah sampai pada kota yang sama dengannya, berupaya menutupi kemelut itu, dia berdiri menjauh.

Memikirkan cara lari yang lebih ampuh, dan masih saja gagal menemukan solusi tersebut. otaknya kian buntu. untuk itu pemuda ini menghibur dirinya dengan mendekati ibu dan anak yang sedang mengantri panggilan dari petugas administrasi.

Leandra bisa mendengar bisikan lirih dua perempuan di sisinya, "Pripun mbah uti?" (bagaimana keadaan mbah uti)

"tasih dereng sadar buk," laras menjawab pertanyaan ibunya. (belum siuman bu)

"dokter sajang, menawi wonten kamar kosong, mbah uti ajenge pindah dateng kamar rawat," (dokter berkata, jika nanti ada kamar kosong, simbah akan dipindahkan pada ruang inap)

Ibu sumi terlihat mengelus pundak putrinya, sejalan kemudian dia memeluk gadis tersebut. Sama seperti yang dilakukan Laras, perempuan dengan hem sederhana ini lekas menghapus bulir air mata menggunakan punggung tangannya.

dan tatkala dia tahu Leandra mengamatinya. Ibu Sumi meraih telapak tangan pemuda itu menggenggamnya lalu menepuk-nepuk nya

"Matur sembah nuwun tole bagus," ini gila, sangat gila untuk ukuran leandra. dia tahu arti 'matur sembah nuwun adalah terima kasih sedalam-dalamnya' dan tole bagus? bu Sumi suka sekali memanggilnya dengan kata-kata itu. sejak pagi dia mencoba mencari maknanya. Beberapa saat yang lalu tatkala salah seorang perempuan menangkap bocah kecil yang berlarian di antara antrian administrasi. Detik berikutnya perempuan tersebut berhasil membawa anaknya dalam pelukan, dia juga mengujarkan kata-kata yang sama.

"Tole bagus jangan lari-lari," apakah tole artinya anak kesayangan? dan bagus tentu saja maksudnya ialah ganteng, tampan, indah, seputar itu.

Leandra tiba-tiba saja berdiri, pemuda ini melangkah cepat menuju kamar mandi. Gumpalan besar di dalam tenggorokannya turun ke ulu hati. berhenti menatap sebuah cermin diatas wastafel. dia tak mengerti kenapa matanya semburat merah detik ini.

Perempuan mengerikan, menyala-nyala di antara bara api muncul sekelebat di benaknya. Isi kepala Lendra memanggil implus-implus asing. Impuls kosong, yang pemuda ini sadari dia bakal menemui titik di mana denyutan hebat akan menghantam kepalanya.

avataravatar
Next chapter