webnovel

Bab 2: Tamu Misterius

Sekarang sudah pukul 9 malam. Hwang Yeji dalam balutan piyama panda sudah bersiap untuk ritual wajib sebelum tidur di kasur empuknya. Dia mengambil persediaan keripik kentangnya dan menyalakan televisi ruang keluarga. Sebuah selimut tebal tergeletak di atas karpet. Yeji duduk memposisikan diri senyaman mungkin di karpet sembari tangannya mengapai bantal di sofa. Kemudian dia berbaring dan memposisikan bantal di kepalanya serta menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal. Dan dengan semua itu ritual wajibnya resmi dimulai.

Ah, nikmatnya surga dunia ini....

Yeji memakan keripik kentang dengan mata yang fokus menonton tayangan dari benda persegi panjang di depannya. Sebuah film aksi yang penuh adegan berkelahi sedang menarik seluruh atensinya. Adegan baku hantam, kejar-kejaran, suara pistol yang ditembakan---dan jangan lupa satu hal yang benar-benar menarik perhatiannya, pemeran utama yang sangat tampan!

Yeji tersenyum girang.

Walau bukan anak perempuan yang feminim, Yeji tetap menyukai pria tampan dan penuh karisma, seperti Chris Evans misalnya. Pria Amerika itu sangat tampan!

"Hihihi..." Yeji terkikik sendiri karena pemikirannya.

Tok tok tok...

Sejenak Yeji terdiam. Kalau tidak salah telinganya mendengar suara ketukan pintu.

Tok tok tok...

Dahinya menyerngit. Itu memang suara ketukan pintu.

Rumah Yeji tidak terlalu besar, hanya ada satu lantai dan tidak memiliki bel. Jadi wajar saja jika suara pintu yang diketuk itu terdengar dan mengetarkan sanubarinya. Tapi ada satu hal yang mengganggu...siapa orang yang bertamu malam-malam begini? Sebab seingat Yeji tidak pernah ada yang menyambangi rumahnya jika sudah jam 9 malam.

Tok tok tok...

Suara ketukannya masih terdengar.

Yeji mendengus. Di jam ini biasanya kedua orang tua Yeji sudah ada di kamar, kemungkinan besar mereka sudah tidur atau kemungkinan lain mereka sedang membicarakan masa depan keluarga. Maka jadilah orang tuanya tidak membukakan pintu untuk tamu itu. Lalu dalam situasi seperti ini maka Yeji yang berkewajiban untuk melakukan tugas mulia itu.

Gadis mungil dalam hati Yeji merutuk kesal. Kegiatan menyenangkannya bahkan belum berlangsung lebih dari 10 menit, dan sekarang dia malah mendapat tanggungan lain. Rasanya sangat tidak rela. Tapi mau tidak mau Yeji harus menunaikan tugas dan meninggalkan sejenak surga dunianya.

Yeji pun bangkit dan berjalan dengan malas menuju pintu. Kenop diputar, visual seseorang tertampang nyata di depannya. Seorang pria yang bertamu, memiliki tubuh yang terlihat tinggi dan kekar. Hidungnya sangat mancung dan tidak berpunuk, rambutnya cokelat tua yang dihiasi dengan beberapa uban, matanya sebiru langit yang cerah, jambang tipis di sekitar rahang, dan garis wajahnya terlihat seperti warga negara asing.

Sekilas pria itu terlihat ganteng—eh, ralat, pria itu terlihat tampan walau uban di rambutnya menandakan usia yang sudah tidak muda lagi. Dan sebagai info tambahan, kata ganteng dalam kamus Yeji berarti standar untuk anak muda alias remaja, sedangkan kata tampan berarti standar bagi pria dewasa berkarisma yang menyilaukan mata.

"Maaf, Paman. Ada perlu apa?" Yeji sebagai pihak yang bertanya. Dalam hati dia berharap tidak perlu menggunakan bahasa inggris untuk berbicara dengan pria itu. Soalnya grammar Yeji payah, nanti dia malah malu kalau salah ucap.

Dan untungnya pria itu paham bahasa lokal.

Pria itu menatap Yeji lembut. Sorot matanya teduh, dan tersirat seperti----eh, kerinduan? "Aku ingin bertemu orang tuamu," katanya. Suaranya berat, tapi terdengar menenangkan. Yeji suka dengan suaranya.

"Orang tuaku? Oh, tunggu sebentar, ya?" Yeji baru saja berbalik untuk menhadap orang tuanya, tapi saat dia hendak melangkah dirinya malah langsung menemukan kedua orang tuanya berbalut piyama tidur dan berdiri kaku memandang tamu yang datang---terutama ibunya. Jika Yeji deskripsikan secara hiperbola: ibunya membeku dengan bola mata yang hampir keluar dari tempatnya. Seperti itu 'kan bentuk majasnya?

"K-kau..." Ibu Yeji tidak melanjutkan kalimatnya.

Pria itu tersenyum simpul. "Sudah waktunya."

Lantas ibu Yeji langsung berlari heboh masuk ke dalam kamar Yeji, dan ayahnya menyusul di belakang dengan turut berlari heboh juga walau tidak seheboh ibunya.

Yeji menyerngit. Tanpa mempedulikan tamu pria tersebut dia menyusul ke kamar untuk memeriksa kedua orang tuanya yang mendadak bertingkah aneh. Matanya terbelalak ketika menatap kegiatan ayah dan ibunya: kedua orang tuanya itu dengan tergesah-gesah mengeluarkan hampir seluruh pakaiannya dari lemari dan menata semuanya ke dalam sebuah koper besar. Ya, pakaian miliknya sedang dipacking, dan entah untuk apa tujuannya.

Yeji tidak tahu apa penyebab ini semua terjadi, dia benar-benar tidak mengerti dan tidak paham apapun. Kenapa kedua orang tuanya mendadak jadi bertingkah aneh saat tamu pria itu datang?

Menggelengkan kepala dengan cepat, Yeji mencoba mengumpulkan kewarasannya dan kembali menghadap pada tamu pria itu. Yeji tidak bisa menahan dirinya. "Apa yang sudah kau lakukan? Kenapa Ayah dan Ibuku jadi begitu?"

Pria itu baru mau menjawab, tapi sebuah jaket abu-abu dilempar dari belakang dan menyangkut di kepala Yeji. "Pakai itu!" Suara ibu Yeji terdengar tidak mau dibantah.

Kedua orang tua Yeji sudah selesai dengan acara dadakan yang mereka buat sendiri dan menyeret koper yang menggembung lalu memberikannya pada Yeji.

Ibu Yeji menatap tamu pria itu. Kilat matanya menyiratkan rasa tidak percaya. "Ini benar-benar sangat mendadak..."

Pria itu mengangguk singkat. "Ya, aku tahu. Maaf atas ketidaknyamanan ini." Suaranya mendadak terdengar lebih berat dan juga sangat berwibawa. Yeji menemukan dirinya tertegun saat mendengar suara pria itu, suara yang seolah-olah menyuruhnya untuk menunduk hormat pada seorang raja. "Aku harus segera bersembunyi, kau antar anakmu ke tempat itu sekarang. Situasi akan semakin rumit nantinya," lanjutnya.

Sambil memakai jaket yang diberikan ibunya tadi, Yeji menyimak pembicaraan itu dengan penuh kebingungan. Dalam pembicaraan itu, si tamu pria dan ibunya lebih dominan menyuarakan pikiran, sedangkan ayahnya hanya diam saja sambil menatap dengan penuh panik dan gelisah.

Satu hal yang Yeji tangkap di sini, pria itu adalah kenalan ibunya.

"Aku juga sudah menyiapkan kendaraan untuk kalian pergi. Kuharap perjalanan kalian lancar tanpa hambatan."

"Baiklah. Terimakasih." Ibu menatap Yeji. "Ayo kita pergi!"

Dalam situasi yang masih membingungkan ini, Yeji tetap saja menuruti perkataan ibunya. Tapi sebelum itu, dia berbalik untuk mengambil ponsel pintarnya. "Sebentar..." Lalu Yeji pun kembali ke tkp dan bersiap mengekori orangtuanya.

Tapi dalam situasi yang lagi-lagi Yeji tidak mengerti, tamu pria itu mencekal pergelangan tangannya yang sebelah kanan. Cukup lama, sampai Yeji merasakan panas di sekitar pergelangan tangan yang dicekal, barulah pria itu melepaskannya.

Yeji cepat-cepat menarik tangannya, mengelusnya lembut karena merasa sebuah sengatan aneh---seperti listrik yang seakan-akan mengalir dalam nadinya. Ekor mata Yeji menangkap ada sebuah tanda di pergelangan tangannya yang dicekal tadi: sebuah tato burung elang. Yeji tidak tahu apa maksudnya, terlebih-lebih dia tidak pernah memiliki tato dan tiba-tiba 'BOOM!' dia punya tato. Ada hasrat yang begitu besar untuk bertanya, tapi sayangnya saat dia menoleh pria itu sudah nenghilang tanpa jejak.

"Bu... kemana tamu pria tadi?"

Ibunya menoleh, sedikit terkejut juga mendapati tamu pria itu sudah tidak ada. "Mungkin kembali ke istananya... atau bersembunyi di suatu tempat?" Itu adalah sebuah jawaban aneh yang berakhir dengan keraguan, tapi hebatnya Yeji tidak protes dan malah mengekori ayah dan ibunya yang sudah keluar dari rumah.

Sebab menurut Yeji sudah ada beberapa hal aneh yang terjadi di menit-menit sebelumnya, jadi dia tidak mau ambil repot---setidaknya untuk saat ini. Mungkin Yeji akan berencana untuk membuat catatan yang memuat hal-hal aneh itu dalam buku yang dia beri judul 'Hal-Hal Aneh Yang Aku Alami', lalu dia akan mencari penyebab keanehan tersebut jika tidak terhalang penyakit malas.

.

.

.