2 Saling Melengkapi

"Aku sayang kamu, Mas. Sangat sayang kamu," ucap Ghea dengan nada bergetar bahkan di kedua manik matanya saat ini tergenang air bening yang hanya dalam satu kedipan saja akan menganak sungai di pipinya.

"Aku juga mencintaimu, sayang."

Terlintas tanya dalam benak Ghea saat ini, kebaikan apakah yang telah dia lakukan di masa lalu sampai Allah menghadirkan seorang pria yang nyaris sempurna di hidupnya.

"Mas, dengan cara apa aku bisa membalas semua kebaikanmu padaku?" Kedua alis Haris yang begitu tebal kompak saling bertautan satu sama lain dan kedua manik matanya memicing menatap Ghea penuh selidik. Bukan karena sang istri melakukan kesalahan yang fatal, tapi tanya yang terlontar dari kedua bibir ranum wanita itu yang membuat Haris sedikit tercengang.

"Cinta itu tak bersyarat. Selama masih ada syarat di hatimu dalam menentukan pasangan, maka jodoh itu akan terhambat oleh ulahmu sendiri."

Untuk kesekian kalinya, kadar cinta Ghea untuk Haris kian bertambah tanpa tahu caranya untuk berkurang.

~~~

Sepuluh hari kemudian ….

"MAS!" pekik Ghea dengan sangat nyaring. Tapi sayang yang diserukan namanya justru masih asyik berada di dimensi lain. Haris terlalu lelah untuk membuka kedua manik matanya. Semalam Haris pulang dari tugasnya sebagai nahkoda kapal pukul satu dini hari.

5 hari berpisah dengan sang istri tentu saja itu sudah lebih dari cukup untuknya menahan hasrat bukan dan semua itu tertuntaskan semalam dan baru berakhir ketika hampir memasuki waktu sholat subuh.

"Ada apa, sayang?" tanya Haris tapi tidak sedikit pun dia mau membuka kedua manik matanya. Jelas tingkah Haris yang seperti itu membuat Ghea menggerutu kesal.

Apakah Ghea menyerah untuk membangunkan sang suami? Tentu saja jawabannya tidak. Ghea terus berusaha agar sang suami mau bangun. Ghea tak mau menikmati kesenangan yang dia dapatkan di awal hari ini seorang diri.

"Apa sih, sayang?" Akhirnya setelah sekian kali percobaan Haris mau juga membuka kedua manik matanya. Tentu saja hal itu dia lakukan dengan gerutukan, tapi hal tersebut tidaklah membuat Ghea menaruh jengkel atau semacamnya pada sang suami.

"Aku diterima kerja di Firma Hukum Bagaskara dan Rekan," ucap Ghea dengan binar cerah yang terpancar dari setiap lekuk wajahnya.

Bagi Ghea ini adalah pencapaian tertingginya. Diterima kerja di Firma Hukum yang bisa dikatakan cukup bergengsi di negeri ini. Siapa yang tak mengenal Firma Hukum Bagaskara dan Rekan? Firman Hukum yang memiliki banyak sekali pengacara entah itu dari spesialis perdata mau pun pidana. Dan jarang sekali Firma Hukum itu menyelesaikan perkara mereka dengan kepala yang tertunduk lesu.

Tapi masuknya Ghea ke Firma Hukum  tersebut bukan murni karena kerja kerasnya melainkan dia punya orang dalam yang bisa dia andalkan, orang tersebut adalah Akbar Maulana Bagaskara dan Suci Indah Lestari.

Jika kalian mengira Akbar adalah pimpinan tertinggi dari Firma Hukum Bagaskara dan Rekan kalian salah besar, karena sejatinya pimpinan dari Firma Hukum yang telah menerima Ghea kerja di sana adalah tipe orang yang memiliki jiwa arogansi yang cukup tinggi, siapa lagi kalau bukan Malik Bagaskara.

Kedua manik mata Haris yang sebelumnya terlihat sSucip mendadak membola bahkan sampai ingin terlepas keluar dari tempatnya.

"Ka--mu diterima kerja?" Haris mencoba mengulang inti dari kalimat yang tadi diucapkan oleh Ghea, takutnya dia salah memahami.

"Iya, Mas." Ghea terlalu antusias atas kabar ini. Suci dan Akbar memang adalah orang yang paling bisa dia andalkan, ilmu kongkalikong mereka sungguhlah selevel master.

"Masya Allah! Selamat, sayang." Rasa kantuk yang sedari tadi bersarang di dalam diri Haris seperti hilang tertiup angin entah ke mana perginya.

Haris juga Ghea larut dalam euforia ini, ribuan kembang api seperti meledak dalam hati mereka masing-masing. Bagi Haris apapun yang menjadi sumber bahagia Ghea dia akan terus mendukungnya, asalkan jangan meninggalkannya.

"Jabatan apa sayang" Pertanyaan dari sang suami membuat Ghea sedikit ragu untuk menjawabnya karena satu saja jawaban darinya pasti akan menimbulkan beribu tanya dalam diri Haris.

"Cuma middle partner, Mas."

Bohong? Dusta? Tentu saja jawaban yang terucap dari bibir Ghea tersebut tidak ada benarnya walau hanya sedikit.

Sebagai orang yang cukup dikenal dekat oleh Akbar dan Suci, posisi yang diberikan untuk Ghea bukanlah posisi yang min-main. Dia juga tak habis pikir kenapa kedua orang itu memberikannya jabatan yang terbilang tinggi yakni, Partner Muda. Jabatan Partner Muda di suatu Firma Hukum adalah jabatan yang diberikan bukan diraih. 

Kalau dilihat dari namanya itu sepertinya dia orang yang sangat dingin. Bukan tanpa sebab, namanya saja Malik, bukankah ada malaikat yang tak pernah tersenyum dan nama malaikat tersebut adalah Malik.

Membayangkan saja ekspresi masam dan penuh arogansi membuat Ghea bergidik ngeri membayangkannya.

Tingkah Ghea yang mendadak aneh tersebut tentu saja membuat Haris bertanya-tanya. 

"Kamu kenapa?" tanya Haris dengan tatapan memicing penuh selidik pada sang istri.

"Nggak kok, Mas." Haris tahu kalau ada yang Ghea sembunyikan darinya, tapi dia juga tidak mau kalau pertanyaan demi pertanyaan yang terlontar dari mulutnya itu akan membuat Ghea ilfeel.

"Kapan kamu mulai bekerja?" Mungkin pertanyaan itu akan menjawab gurat masam yang terpahat jelas di setiap lekuk wajah sang istri.

"Besok!"

Jawaban yang diberikan Ghea seperti ingin membuat kedua manik mata Haris jatuh berserakan saat ini juga. Kenapa surat pemberitahuannya datang tepat di H-1 sang istri mulai bekerja. Tapi melihat semangat Ghea yang begitu tinggi, membuat Haris menahan dirinya untuk tidak melayangkan aksi protesnya.

"Semua sudah siap?"

Bukannya menjawab pertanyaan dari sang suami, Ghea lalu membawa dirinya masuk ke dalam dekapan Haris. Menenggelamkan kepalanya di dada bidang sang suami. Menghirup aroma parfum Haris yang selalu menjadi candu untuknya.

"Sudah, Mas."

"Mas, terima kasih sudah mau mendukung setiap langkahku. Terima kasih sudah menjadi support system untukku selama ini."

Ghea menumpahkan semua rasa yang berkecamuk dalam dirinya saat ini.

"Terima kasih juga untuk tidak mengeluh dengan pekerjaanku." Seperti itulah Ghea dan Haris memulai hari mereka.

"Mas kamu mandi gih, aku siapin sarapan dulu untuk kita!" titah Ghea setelah menciptakan jarak di antara mereka. Bagi Haris setiap kata yang terlontar dari mulut sang istri adalah perintah untuknya yang harus dia laksanakan tanpa melalui proses bantah-membantah terlebih dahulu.

Saat tubuh Haris menghilang sepenuhnya dari balik pintu kamar mandi, Ghea dengan sigap meraih gawainya yang sedari tadi berada di atas nakas.

Jari jarinya yang lentik tampak lihai mencari kontak nomor yang bisa dia hubungi. Ghea harus meminta penjelasan tentang jabatan yang diberikan untuknya.

Bersambung ….

avataravatar
Next chapter