webnovel

Jabatan Untuk Ghea

Kamu adalah kemustahilan yang masih aku semogakan menjadi kenyataan yang meyakinkan.

Malik Bagaskara

~~~

"Lo mau bawa itu ke mana?" Pertanyaan yang terlontar dari mulut Akbar berhasil membuat Suci memberhentikan langkahnya yang sisa lima meter lagi akan sampai ke ruangan ke orang nomor satu di tempatnya bekerja saat ini. Siapa lagi kalau bukan Malik Bagaskara.

"Ruangannya Kak Malik," jawab Suci dengan singkat tapi senyum renjana terus saja tersungging di bibir ranumnya.

"Ci, lo itu se-team ama  gue. Bukan buat Kak Malik." Nada bicara Akbar terdengar tak baik-baik saja.

"Gue nggak apa-apa kok," kilah Suci.

Akbar hanya bisa menghembuskan napasnya secara kasar saat menyadari kalau wanita yang berada tepat di hadapannya ini bukanlah orang yang mudah untuk dibujuk.

"Lo yang nggak apa-apa, tapi bagi gue ini penghinaan."

Akbar berjalan mendahului Suci agar bisa sampai ke ruangan sang kakak. Suci tahu dan sangat paham kalau pagi ini dibuka tentu saja dengan perdebatan Akbar dan juga Malik.

BRAK~~~

Sedikit pun Malik tak mengalihkan atensinya ketika pintu ruangannya terbuka secara brutal seperti barusan. Jangankan untuk mendongak untuk bertanya pun dia rasa-rasanya sungguh enggan. Malik tahu kalau yang memantik api pertikaian di antara mereka tentu saja adalah sang adik sepupu, Akbar Maulana Bagaskara.

"Kak … Suci satu team ama aku. Bukannya kamu," ucap Akbar pada sang kakak sambil berkacak pinggang. Namun sayang, yang menjadi objek kemarahan Akbar saat ini tak sedikit pun menaruh rasa pedulinya.

"Jawabannya simple carikan kakak pengacara yang bisa kakak andalkan seperti kamu mengandalkan Suci di setiap keadaannya."

Rahang bawah milik Akbar terjatuh tanpa permisi terlebih dahulu saat mendengar apa yang diucapkan oleh Malik.

"Bar, gue nggak apa-apa kok." Suci tahu kalau perkara bujuk-membujuk seorang Akbar Maulana Bagaskara bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.

"Tapi gue yang apa-apa lo dekat ama dia, Ci." Wanita yang memiliki paras cantik secantik namanya itu hanya bisa menggelengkan kepalanya saat melihat sifat keras kepala Akbar yang sedang dalam performa yang sempurna.

"Bar … gimana kalau kita terima Ghea saja untuk menjadi rekan se-team Kak Malik?" Akbar hening sejenak bukan untuk menimbang-nimbang apa yang menjadi saran Suci, tapi dia sedang mengingat siapakah orang yang dimaksud oleh sahabatnya itu.

"Ghea siapa yang lo maksud?" Dibandingkan dengan Suci, Akbar memang memiliki daya ingat yang terbilang cukup rendah. Jadi wajar saja kalau dia tak ingat siapa yang dimaksud oleh Suci barusan.

"Ghea teman sefakultas kalian dulu, Ci?" Pertanyaan Malik bak petir yang menggelegar. Kedua pangkal bahu Suci juga Akbar sontak terangkat karena terkejut dengan serangan tiba-tiba yang diberikan oleh seseorang yang juga telah dianggapnya sebagai seorang kakak.

Suci dengan polosnya hanya bisa mengangguk, sedangkan Akbar dia masih berpikir keras untuk mengingat siapa yang oleh kedua orang ini.

"Terima tanpa tes!" Suci sama sekali tak terkejut mendengar titah yang diucapkan oleh Malik barusan.

"Kakak masih suka dengan Ghea?" tanya Suci dengan memicingkan kedua maniknya menatap Malik penuh selidik.

"Gue ingat, Ghea Laurensia 'kan?" Suci dan Malik kompak memutar bola matanya jengah saat mendengar apa yang ditanyakan oleh Akbar.

"Telat!" seru Suci dan Malik dengan kompaknya.

"Kak …." Suci seperti sedang menuntut penjelasan lebih pada Malik atas pertanyaan yang belum dijawab oleh Malik.

"Pleaselah, Kak! Itu tuh hanya cinta pada pandangan pertama. Sudah berapa tahun yang lalu." Akbar sedang mencoba untuk menyadarkan Malik kalau rasanya pada Ghea adalah hal yang salah.

"Cinta tumbuh karena terbiasa. Melalui proses, waktu, juga pengalaman. Jika tumbuh karena pandangan pertama, itu bukanlah cinta, hanya sekeping rasa suka yang terlalu berlebihan."

Bukan hal yang mengejutkan lagi kalau Akbar bisa bersikap menyebalkan dan begitu bijak di saat yang hampir bersamaan.

"Kak … ini sarapan kakak." Suci memberikan kantong kresek yang masih berada dalam jinjingannya. Mungkin ini adalah cara yang terbaik untuk mengalihkan atensi Malik dari bayang-bayang seorang Ghea Laurensia. Meski Suci sendiri tak yakin dengan hal tersebut.

Tapi Malik bukanlah orang yang bisa dialihkan atensinya dengan sangat mudah, apalagi jika itu menyangkut tentang Ghea wanita yang telah dia nobatkan sebagai cinta keduanya setelah Mama Naya.

Rasa lapar yang sedari tadi hinggap di dirinya seakan hilang tertiup angin sejak mendengar Suci menyebutkan nama wanita yang menjadi poros bahagianya tersebut.

"Kakak nggak mau tahu secepatnya kalian hubungi Ghea untuk bekerja di sini." Malik berujuar demikian seakan tidak ada beban yang menancap di sukmanya.

"Kak … Ghea itu sudah menikah dengan Haris."

Akbar mencoba mengulang warning yang selalu dia gunakan untuk membunuh rasa yang Malik miliki untuk Ghea.

"Maka akan kubuat mereka berakhir di Pengadilan Agama."

Kedua manik mata Suci juga Akbar melotot horor kepada pimpinan tertinggi Firma Hukum Bagaskara dan Rekan tersebut. Apakah ini definisi dari menghalalkan segala cara? Entahlah, mungkin iya, mungkin juga tidak.

"Pokoknya kakak nggak mau tahu besok Ghea sudah harus masuk ke sini," pinta Malik dengan nada yang tak terbantahkan sedikit pun.

"Kak, nggak bisa secepat itu juga." Suci berusaha untuk melakukan negosiasi dengan Malik, Suci harap kali ini saja lelaki itu bisa berpikir dengan jernih tanpa melibatkan perasaan.

"Kenapa?" Sungguh ajaib memang Malik bisa berbicara dengan nada yang sangat pelan pada Suci, sedangkan jika berhadapan dengan Akbar susah sekali untuknya agar bisa menurunkan intonasi suaranya. Bersama Suci dia menggunakan perasaan, tapi bersama Akbar dia menggunakan uratnya.

"Ghea juga butuh persiapan, Kak." Malik menimbang-nimbang apa yang barusan dikatakan oleh Suci. Iya, apa yang dikatakan Suci memang ada benarnya juga.

"Dia sudah memasukan berkas lamaran nggak?" tanya Malik kali ini dengan yang terdengar sangat serius. Sontak saja atmosfer ruangan orang nomor satu di Firma Hukum ini mendadak menegang. Suci dan Akbar bisa merasakannya dengan sangat jelas.

"Sudah, Kak," jawab Suci dengan singkat, padat dan juga jelas.

Suasana kembali hening. Suci dan Akbar masih menunggu interupsi selanjutnya dari Malik, sedangkan Malik dia sedang menimbang-nimbang apakah yang harus dia lakukan untuk menggiring wanita yang disebut sebagai first lovenya mau bekerja untuknya.

"Surati 3 hari kemudian dan tempatkan dia di Partner Muda."

Desahan napas kasar kompak keluar dari mulut Suci juga Akbar saat Malik tak sedikit pun mau mengubah pola pikirnya. Tapi mereka bisa apa? Di sini Malik adalah rajanya dan setiap kata yang keluar dari mulutnya adalah perintah untuk semua bawahannya tak terkecuali Suci da juga Akbar.

Bersambung ….