1 Kaum Biadab

Hujan deras tiba-tiba saja turun membasahi jalanan kota yang sangat padat itu. Orang-orang mulai berlarian mencari tempat berlindung supaya pakaian mereka tak basah terkena air. Ada yang memilih berteduh di halaman pertokoan, ada juga yang langsung bergegas menaiki kendaraan umum. Beberapa pengendara sepeda motor memberhentikan kendaraan mereka di bahu jalan untuk mengenakan jas hujan, sementara para pejalan kaki membuka payung mereka dan melanjutkan perjalanan. Senja di Distrik 8 memang hampir selalu seperti ini. Lokasinya yang berada di dekat pelabuhan membuat wilayah padat penduduk ini kerap kali diterjang badai dari lautan lepas. Hal yang menambah nuansa suram tempat itu ialah tidak ada satu pun dari para penduduk ini yang memiliki kehidupan yang layak.

Distrik 8 sudah seperti kota kumuh yang tak pernah tersentuh oleh pembangunan. Pemerintah seolah acuh tak acuh dalam menyikapi permasalahan sosial di sana. Itu karena penduduk di sini memang tipikal orang-orang yang sulit sekali diatur. Kebanyakan dari mereka hidup dari uang hasil pekerjaan gelap dunia bawah tanah. Banyak geng dan klan yang kerap kali terlibat tawuran. Premanisme merajalela, tunawisma di mana-mana, dan tidak ada wanita yang aman dari jamahan pria hidung belang. Permasalahan di kota ini sudah kian pelik sampai-sampai pemerintah Distrik 8 nyaris hanya tinggal nama karena tak seorang pun mau mematuhi mereka.

Di tengah hujan yang cukup lebat itu, sebuah konvoi mobil melintas di jalanan yang tengah dilanda kemacetan. Sirine mobil polisi terdengar dari mobil yang paling depan. Namun, tak satu pun kendaraan yang mau minggir karena mereka juga sama-sama sedang terjebak. Beberapa mobil polisi tengah mengawal sebuah mobil mewah berwarna putih. Di dalamnya, sepasang suami istri berpakaian anggun dan rapi mulai menunjukkan ekspresi kekesalan mereka. Si wanita tak henti-hetinya mengeluh kepada suaminya lantaran ia khawatir dirinya tak bisa menghadiri perjamuan makan malam tepat waktu. Jelas sekali rombongan ini berasal dari distrik sebelah yang terkenal dengan gaya hidupnya yang super high-class.

"Sayang, kau harus melakukan sesuatu," keluh si wanita bergaun malam. "Kita tak bisa terus-terusan terjebak di sini. Setengah jam lagi acaranya akan dimulai. Apa kata Walikota nanti kalau kita jadi satu-satunya orang yang terlambat di acara itu?"

"Iya, tentu saja. Kau harus sabar sedikit, pengawal kita sedang berusaha," jawab si pria yang mengenakan setelan jas merk ternama.

"Dari awal aku sudah tak setuju jika kita melewati Distrik 8."

"Tapi, ini jalan tercepat menuju Distrik 10."

"Tentu saja tidak. Lebih baik kita memutar sedikit melewati Distrik 9 daripada harus terjebak kemacetan di sini. Lagipula, orang-orang ini membuatku tak nyaman," kata si wanita seraya melirik ke luar jendela mobil dengan tatapan sinis.

"Baiklah, iya-iya. Aku yang salah." Lantas, si pria mengucapkan perintah dari jam tangan pintarnya dan menyuruh pengawalnya untuk segera membuka jalan. "Terobos saja."

Dalam sekejap, mobil polisi yang berada di barisan terdepan mulai membuka jalan melalui trotoar. Padahal, di sana banyak pejalan kaki yang tengah berlindung dari hujan. Dengan kecepatan yang cukup tinggi, mobil polisi itu menerobos kerumunan secara paksa. Mobil-mobil lain juga mengekor di belakangnya. Para pejalan kaki ini tak sempat menghindar, beberapa di antara mereka harus menelan pil pahit. Ada yang terluka karena tertabrak sisi mobil, ada juga yang terdorong turun dari trotoar sampai ke bahu jalan. Namun, yang jelas tindakan mobil polisi itu dengan cepat membuat keributan yang cukup besar.

Orang-orang mulai memaki rombongan itu dengan kata-kata yang sangat kasar. Mereka sangat marah lantaran ketenangan mereka diusik oleh orang lain. Si pemilik mobil putih memang sangatlah kaya, tapi itu tidak berarti ia bisa berbuat seenak jidat. Pada akhirnya, senja yang suram itu benar-benar berakhir kacau. Penduduk Distrik 8 tak bisa berbuat banyak. Bukan kali ini saja mereka mendapat perlakuan tak adil dari para konglomerat itu. Namun, apalah dayanya mereka. Kalau pun mereka ingin melawan, dengan cara apa mereka akan melakukannya?

Setelah menerobos trotoar jalan, rombongan itu bisa terbebas dari kemacetan. Si wanita berteriak riang karena ia dan suaminya bisa menghadiri acara perjamuan di Distrik 10 tepat waktu. Ia memuji langkah suaminya dengan kecupan manis di pipi.

"Kau memang yang terbaik, Sayang," ucapnya dengan nada sensual.

"Akan kulakukan apapun untukmu, Bidadari Cantikku."

Keduanya sempat bertukar ludah selama beberapa saat. Sang sopir yang memegang kemudi mobil putih hanya bisa mengubah arah kaca spion dalam supaya ia tak melihat adegan yang sedikit mengganggunya itu. Sang sopir hanya bisa melirik ke arah rekan seperjalanannya yang duduk di samping kursi kemudi. Mereka sama-sama memasang muka muak. Tapi, nyatanya orang kaya bisa melakukan apapun sesuka hati mereka.

Tak berselang lama, tiba-tiba saja sebuah batu jatuh dari atas gedung dan mengenai kaca mobil putih hingga pecah. Secara spontan sang sopir menginjak pedal rem secara mendadak. Peristiwa itu tentu saja mengganggu momen kemesraan pasutri itu. Mereka terkejut bukan kepalang.

"Kau ini bisa menyetir atau tidak?!" hardik si pria.

"Maaf, Bos. Tapi, seseorang baru saja menjatuhi kita dengan batu bata ini."

Semua orang tampak kebingungan. Mereka tak mungkin melanjutkan perjalanan dengan kondisi mobil yang rusak seperti itu. Rasa gengsi mereka bahkan lebih tinggi dari langit. Pada akhirnya, terpaksa sepasang pasutri itu harus berpindah mobil. Lalu, rombongan melanjutkan perjalanan tanpa mobil putih mereka.

***

"Aku benci orang kaya," ucap seorang pemuda yang tengah terduduk di sisi gedung yang baru setengah jadi.

"Mereka semua memang biadab," sahut sahabatnya.

Kedua pemuda ini mengamati kepergian rombongan itu dari kejauhan. Ada sebuah rasa kebencian yang teramat dalam di hati mereka. Walau kedua pemuda ini hanyalah seorang gelandangan yatim piatu, akan tetapi mereka memiliki sebuah mimpi besar akan hidup yang lebih baik.

"Lemparanmu barusan tepat sasaran. Kerja bagus, Foxy."

"Mereka pantas mendapatkannya. Tidak seharusnya mereka melakukan itu kepada para pejalan kaki. Apa uang mereka masih tak cukup hingga mereka masih merebut hak milik orang lain? Kita tidak bisa diam seperti ini terus, Zack. Seseorang harus melawan, atau selamanya kita akan ditindas oleh kaum berduit itu."

"Waw, tunggu sebentar. Hati-hati dengan ucapanmu itu, Foxy. Kau bisa ditangkap nanti." Zack berusaha meredam amarah sahabatnya itu demi kebaikannya juga.

"Biarkan aku ditangkap. Malah, aku bisa menghancurkan segalanya dari dalam."

Zack menepuk pundak Foxy sambil menatapnya dalam-dalam. Namun, Foxy hanya melirik sahabatnya itu untuk sesaat. Kemudian, pandangannya beralih ke gemerlap cahaya Distrik 10 yang bisa dilihat dari ketinggian.

"Tunggu saja, Zack. Hari itu pasti akan datang, percayalah padaku."

***

avataravatar
Next chapter