webnovel

EP. 063 - Prasangka

"WOYY!!! Kalau gue memang berniat menipu lo, gue sudah lakuin dari dulu. Gue gak perlu capek-capek ke sini karena gue sudah kaya!", jawab Pen dengan bahasa campuran karena terlanjur emosi.

"DIAM! SEMUANYA DIAM! PEN, IKUT AKU! Kalian semua tunggu di sini dan obati luka kalian!", perintah Jenderal Calvin.

Akhirnya, situasi kembali tenang. Luka Ezra dan Ren diobati oleh rekannya. Jiru dan Hoshi memunguti barang-barang Ren, Ezra, dan Pen yang tercecer karena bertengkar tadi. Seseorang mengintip pertengkaran itu dari balik pohon. Ternyata itu adalah asisten pesulap bertopi caping kain hitam. Dia masih mengikuti tim Araukaria hingga sekarang.

Jenderal Calvin membawa Pen menjauh dari anggota timnya yang lain. Setelah menemukan sebuah batu yang nyaman untuk diduduki, Jenderal Calvin menyuruh Pen duduk di batu itu. Jenderal Calvin juga turut duduk di samping Pen.

"Jadi, kau yakin bahwa ini jalan yang benar?", tanya Jenderal Calvin.

"Kenapa? Anda juga mencurigai saja? Kalian berdelapan sedangkan saya sendirian di sini. Bukankah yang berhak mencurigai itu saya? Jika anda semua mengeroyok saya, saya tidak akan bisa melawan. Saya cuma warga sipil biasa", jawab Pen kesal.

"Tolong maafkan anak-anak. Mungkin mereka begitu karena kelelahan dalam perjalanan panjang", ucap Jenderal Calvin.

"Saya tidak bisa melawan 8 orang. Tapi walaupun begitu, saya bersedia menolong 8 orang ini karena hanya itu yang bisa saya lakukan untuk membalas kebaikan mereka. Tapi mereka malah menuduhku!", ucap Pen marah.

"Maaf. Terima kasih sudah membantu kami. Apakah perjalanan kita masih panjang?", tanya Jenderal Calvin.

"Jika kita terus berjalan dengan kecepatan tetap tanpa beristirahat, kita bisa sampai 5 jam kemudian", jawab Pen.

"Baiklah. Tidak apa-apa. Sekarang kita beristirahat dulu. Yuk, kita gabung dengan anak-anak yang lain", ajak Jenderal Calvin.

Jenderal Calvin berusaha menenangkan Pen. Ketika sudah tenang, dia mengajak Pen kembali bergabung dengan rekan-rekannya. Ezra dan Ren sudah tenang walau wajah mereka babak belur. Mereka duduk, diam dan menatap Pen sinis saat dia datang.

"Baiklah. Semuanya dengarkan aku!", ucap Jenderal Calvin.

Jenderal Calvin tepuk dua kali untuk meminta perhatian. Semua mata langsung tertuju pada Jenderal Calvin. Lalu Jenderal Calvin melanjutkan ucapannya.

"Akan lebih baik jika kita berdamai sekarang. Tolong, hilangkan semua prasangka buruk! Misi tidak akan berhasil jika kalian saling mencurigai satu sama lain. Tempat yang akan kita masuki adalah tempat illegal. Kita harus bersiap untuk apapun yang terjadi nanti. Jadi, sekarang kita beristirahat sejenak dan lanjut sejam lagi!", perintah Jenderal Calvin.

Sejam kemudian, Jenderal Calvin dan rombongannya melanjutkan perjalanan. Mereka terus berjalan melalui jalur sempit yang sangat gelap. Saking gelapnya, mereka terpaksa menggunakan obor di siang hari. Kabut putih tipis mulai datang. Semakin masuk ke hutan, kabur semakin tebal dan semakin gelap.

"Tetap berdekatan! Jangan jalan terlalu jauh! Perhatikan teman di depan dan di belakangmu! Jika jarak terlalu jauh minta yang di depan untuk berhenti", teriak Jenderal Calvin.

Pen yang berada di depan terus berjalan. "Pukk!" Jiru yang berada di belakang Pen menepuk pundaknya.

"Berhenti dulu! Kita tunggu yang lain!" ucap Jiru.

Pen dan Jiru berhenti di tengah tebalnya kabut, gelapnya hutan, dan dinginnya udara. Pen mulai memasang soalnya untuk menahan dingin. Untungnya, tak berselang lama muncul Ghazi, Dhafi, Ren, Hoshi, Ezra, Darsh, dan Jenderal Calvin. Saat semuanya sudah berkumpul, Pen jalan lagi.

2 jam kemudian, cahaya matahari mulai muncul dari balik celah tipis pepohonan. Artinya, mereka akan keluar dari gelapnya hutan sebentar lagi. Wajah lelah dan frustasi mulai memudar berganti menjadi lebih cerah. Pen mulai mempercepat langkahnya. Anggota Araukaria yang lain juga ikut mempercepat langkah mereka. Tiba-tiba Pen berhenti.

"KITA SUDAH SAMPAI!" teriak Pen.

Pen berhenti, dia mengambil napas panjang. Kabut yang menggantung di atas tanah mulai menipis. Jiru berhasil menyusul Pen dan berdiri di sampingnya. Para anggota Araukaria yang lain juga ikut berlari dan berdiri di samping Pen untuk melihat apa yang terjadi. Mereka semua berhasil keluar dari hutan.

Jika dilihat dari atas, Pen dan teman-temannya yang lain sedang berdiri di atas tebing di pinggir hutan. Di depan Pen, terhampar tanah kosong sepeti permukaan bulan yang kosong. Tanahnya berlumpur yang penuh lubang menunggu mereka di bawah.

"Tugas kita sekarang adalah mencari cara untuk turun ke bawah!" ucap seseorang yang berada di belakang Pen.

Jiru, Ghazi, Dhafi, dan Ren menoleh ke belakang secara bersamaan. Ternyata itu Jenderal Calvin. Mereka mundur untuk memberi jalan pada Jenderal. Jenderal Calvin maju ke depan dan mengamati situasi. Tebingnya sebenarnya tidak terlalu curam. Tingginya sekitar 7 meter. Hanya saja tebing itu berlumpur dan masih sangat licin, seakan baru terkena hujan tadi malam. Tidak ada yang bergerak. Tidak ada yang hidup. Semuanya kosong.

Jenderal Calvin menengok ke kanan. Di sana ada akar pohon yang menggantung. Jenderal mendekatinya dan menarik akar itu. Ternyata tidak terlalu kuat. Jenderal melihat ke atas, ternyata ada sebuah pohon besar.

"Kita turun pakai tali! Kita ikatkan tali di pohon ini!" ucap Jenderal Calvin sambil menepuk pohon besar itu.

"Lalu, bagaimana dengan yang turun terakhir? Kita masih butuh talinya di gua. Apa talinya kita tinggalkan saja di sini?" tanya Hoshi.

"Biar aku saja yang turun terakhir!" jawab Jenderal Calvin.

Jenderal Calvin memberikan isyarat pada anak buahnya untuk segera memasang tali. Dengan cepat, semua anggota tim bergerak untuk memasang tali pada pohon. Pen juga itu membantu menyiapkan tali.

"Talinya masih kurang panjang", teriak Jenderal Calvin yang mengamati dari tepi tebing.

Tali itu ditarik lagi. Pen mengambil tali yang tersisa dan mengikatkannya di ujung tali utama. Jenderal Calvin memeriksa simpul tali Pen dan dia menyukainya.

"Simpul yang bagus. Kerja yang bagus, Pen!" puji Jenderal Calvin sambil menepuk pundak Pen.

"Lalu, siapa yang turun pertama?" tanya Jenderal Calvin.

"Pokoknya jangan Pen!" ucap Ezra sinis.

"Darsh saja yang turun. Dia kan petugas medis kita yang terkuat. Jangan Pen, kalau dia kabur bisa gawat!", ucap Ren yang masih kesal.

Raut wajah Pen langsung berubah kesal. Jenderal Calvin yang peka langsung menahan pundaknya. Dia menepuk dada Pen dengan tangannya seakan meminta Pen untuk bersabar. Untungnya, Pen berhasil menahan amarahnya kali ini. Jenderal Calvin mempersilakan Darsh untuk turun duluan.

Semuanya diam. Suasana di sana mendadak sunyi. Hanya ada suara angin, dedauanan yang bertabrakan, burung, dan suara napas Darsh yang memegang tali. Darsh berbalik menghadap pohon. Dia menarik tali beberapa kali untuk memastikan bahwa tali itu benar-benar kuat. Ketika aman, dia langsung menjatuhkan badannya ke bawah.

Semua orang maju ke depan, menunduk, dan melihat ke bawah tebing. Darsh berhasil turun ke bawah dengan selamat hanya dalam sekejap saja. Syukurlah. Kemudian, satu persatu anggota Araukaria menuruni tebing. Sekarang di atas tinggal Pen, Dhafi, dan Jenderal Calvin.

"Giliranmu, Pen! Kau turun duluan saja", ucap Dhafi.

Pen memegang tali dan berjongkok. Tangan dan kakinya gemetaran. Ini adalah pengalaman pertamanya menuruni tebing hanya dengan tali. Dia berbalik ke arah pohon dengan tetap berjongkok.

"Kau bisa Pen!", kata Dhafi menyemangati.

Pen mulai menempatkan kakinya di dinding tebing. Dia menghadap ke arah langit dengan posisi tiduran tapi tetap memegang erat tali. Dinding tebing itu terasa amat sangat licin. Kaki Pen kesulitan pencari pijakan.

"Tenangkan dirimu, lalu turun pelan-pelan", ucap Jenderal Calvin.

Pen mulai fokus pada tugasnya sekarang. Dia memegang erat tali dan mengatur langkah kakinya. Selangkah demi selangkah, Pen menuruni tebing itu walau licin. Ternyata menuruni tebing dengan tali tak semudah yang dia bayangkan. Tangannya mulai lelah dan panas. Kakinya juga gemetaran. Pen terus berjuang untuk menuruni tebing lebih jauh. Jenderal Calvin dan Dhafi mengawasinya dari atas.

Pen bergerak sangat pelan. Sekarang, dia baru mencapai setengah perjalanan. Dia melepaskan satu tangannya karena terlalu lelah. Ternyata tangannya lecet dan memerah. Dia mengusapkan tangan ke celananya untuk mengurangi rasa sakit lalu kembali memegang tali. Sekarang gantian tangan satunya yang diucapkan ke celana.

Saat sudah cukup beristirahat, Pen lanjut menuruni tebing. Sekarang dia lebih tenang. Langkah kakinya juga lebih mulus. Dia berhasil turun dengan baik selangkah demi selangkah.

Tiba-tiba "ssssrrrrtttt", kaki kiri Pen yang penuh lumpur menginjak batu yang licin. Pen terpeleset, kakinya kehilangan pijakan. Pen panik! Tangan kanannya terlepas secara naluriah. Tangan kirinya tak kuat menahan beban dan akhirnya.

"Ne… ne.. NEEEEIIIN…!" teriak Pen.