webnovel

EP. 044 - Beda

"Sssrrrkkkkk", suara misterius terdengar lagi.

Jenderal Yoshi segera berbalik badan. Namun tidak ada siapapun di belakangnya. Dia memeriksa ke samping kiri dan kanan, tapi tidak ada apapun di sampingnya.

Jenderal Yoshi segera bersembunyi di balik pohon. Pohon itu terletak di samping jalan. Suasana malam sunyi lagi. Jenderal Yoshi menatap ke arah jalan. Dia menatap dari ujung kiri ke ujung kanan. Ternyata gelap dan tidak ada apapun yang lewat.

"Suara apa tadi?" tanya Jenderal Yoshi pada dirinya sendiri.

Jenderal Yoshi tetap bersembunyi. Instingnya mengatakan bahwa ada bahaya yang muncul bila dia tiba-tiba turun ke jalan sekarang. Di tengah kesunyian, angin tiba-tiba muncul. Angin itu menerbangkan dedaunan.

"Sssrrrkkkkk", suara misterius muncul lagi bersamaan dengan suara daun terbang dan tiba-tiba…

"Meeong…" muncul seekor kucing tiba-tiba di tengah jalan. Kucing itu langsung berlari sekencang-kencangnya untuk menghindari kesunyian.

"Ohh… Syukurlah, cuma kucing", ucap Jenderal Yoshi yang masih kaget.

Lega rasanya hati Jenderal Yoshi setelah mengetahui bahwa suara misterius itu hanyalah berasal dari kucing. Padahal, dia sudah bersiap-siap untuk menghadapi kemungkinan terburuk. Ternyata, hal yang menyeramkan itu hanya ada di pikirannya saja.

Jenderal Yoshi memberanikan diri untuk keluar dari balik pohon. Dia berjalan ke tengah jalan dan melihat sekelilingnya. Ternyata semua aman. Tidak ada yang mencurigakan walau sangat menyeramkan berada di sana sendirian.

Melanjutkan perjalanan adalah hal yang dilakukan Jenderal Yoshi saat keadaan dirasa aman. Suasana masih sepi, sunyi, dan gelap. Namun dengan adanya kucing tadi, Jenderal Yoshi lebih berani untuk lanjut berpatroli. Dia berjalan menyusuri jalanan yang sepi di malam hari.

Setelah berjalan cukup lama, tiba-tiba langkah Jenderal Yoshi berhenti. Dia fokus untuk mendengarkan sesuatu. Tiba-tiba Jenderal Yoshi merinding karena mengetahui sesuatu. Entah apa itu.

Jenderal Yoshi mencoba melangkah lagi, satu langkah. Ya, satu langkah saja. Setelah dirasa aman, beliau mulai berjalan lagi selangkah demi selangkah.

"Sssrrrkkkkk", suara misterius muncul lagi dengan jelas.

Malam itu sangat sepi dan sunyi. Suara sekecil apapun terdengar sangat jelas di malam itu.

"Sssrrk… ssrrk… ssrrk…", suara muncul lagi. Awalnya pelan dan jedanya lama. Jenderal Yoshi langsung berhenti. Dia fokus mendengarkan sumber suara. Ternyata suara itu dari belakangnya. Semakin lama suara semakin jelas, semakin keras, semakin dekat dan…

"BUK!" tiba-tiba ada yang menepuk punggung Jenderal Yoshi. Jenderal Yoshi yang kaget langsung mengeluarkan pedang dan berbalik ke belakang.

"Tenang… tenang… Ini saya Yudanta", sapa Yudanta sambil menangkis pedang Jenderal Yoshi dengan pedang yang masih disarungkan.

"Maaf, aku kira kau siapa. Kau sudah ke pelabuhan? Bagaimana hasilnya?", tanya Jenderal Yoshi.

"Sepi. Tidak ada satu manusia di pelabuhan", jawab Yudanta.

"Yakin tidak ada satupun orang? Ada yang mencurigakan?" tanya Jenderal Yoshi.

"Yakin 100%. Tidak ada yang mencurigakan. Semuanya aman. Karena itulah aku datang ke sini. Siapa tahu anda membutuhkan bantuan di jalanan yang sepi ini", kata Yudanta.

"Baiklah. Terima kasih sudah membantu. Senang rasanya punya teman kerja yang bisa diandalkan dan dipercaya sepertimu", kata Jenderal Yoshi.

Yudanta sangat senang mendengar hal itu. Dia tersenyum lebar, wajahnya cerah ceria. Dia langsung meraih tangan kanan Jenderal Yoshi dan menggandengnya untuk lanjut berjalan. Karena tangan ditarik paksa oleh Yudanta, Jenderal Yoshi lanjut berjalan dengan kecepatan yang sama dengan Yudanta. Suasana malam menjadi lebih nyaman.

Jenderal Yoshi dan Yudanta melewati sebuah pertigaan. Pertigaan itu sangat sepi. Hanya ada satu lampu minyak yang menjadi obor untuk menerangi malam. Tiang lampu itu dikelilingi oleh pepohonan yang besar dan tinggi di tepi jalan.

Jenderal Yoshi dan Yudanta terus berjalan lurus saat melewati pertigaan. Saat jarak mereka cukup jauh, tiba-tiba muncul pria bermantel hitam berjalan di pertigaan itu. Pria mantel hitam itu berbelok di pertigaan sambil mengawasi Yudanta dan Jenderal Yoshi dari belakang. Yudanta mengajak Jenderal Yoshi untuk berbincang.

Pria bermantel hitam itu terus berjalan. Saat jaraknya sudah cukup jauh dari Jenderal Yoshi dan Yudanta, dia segera berlari dan melompati bangunan. Ternyata, dia menuju ke pelabuhan.

Di pelabuhan sudah ada sebuah kapal yang menunggu. Pria mantel hitam naik ke kapal dan menemui seseorang. Orang yang dia temui adalah seorang pria ninja baju hitam yang biasanya bersama Carl, sang pegasus emas.

"Malam ini kita tidak bisa mengirim barang. Tim Akas sedang berpatroli. Untungnya, barang yang terlanjur berada di perjalanan masih bisa dikembalikan lagi", kata pria bermantel hitam yang wajahnya tertutup cadar hitam.

"Baiklah. Yudanta melakukan tugasnya dengan baik", kata seorang pria ninja.

"Apa tadi dia ke sini?" tanya si mantel hitam.

"Ya, dia ke sini tadi. Burung elangnya datang terlambat. Kalau dia mengirim elang lebih awal. Aku tidak perlu repot-repot naik kapal ke sini", jawab si ninja hitam.

"Lalu apa yang kita lakukan sekarang?" tanya si mantel hitam.

"Balik kanan. Kita pulang. Akan tiba saatnya tim Akas berhenti berpatroli. Saat itulah, kita kembali melakukan kegiatan kita", kata si ninja hitam.

"Bukankah tim Akas seperti serigala yang tidak pernah melepaskan mangsanya?", tanya si mantel hitam.

"Itu benar. Tapi kita bukanlah mangsa tim Akas. Tapi tim Akas lah yang menjadi mangsa kita. Kitalah yang menjadi predator puncak piramida", kata si ninja hitam sambil duduk menyilang kaki dengan sombongnya.

Raefal berjalan kembali ke balai desa Kaliko di tengah malam. Dia sudah berkeliling ke daerah sekitar balai desa sejak senja berubah menjadi malam yang hitam. Raefal tidak menemukan apapun di sana selain suasana sepi dan sunyi. Kini Raefal duduk di depan balai desa yang sudah tutup.

Balai desa Kaliko pun, kini sudah kosong. Balai desa Kaliko kini sudah ditutup sejak matahari terbenam. Penjaga balai desa sudah pulang. Untung Raefal masih bisa menemui penjaga tadi sore untuk meminta izin. Sebelum ada teror, balai desa masih buka hingga sekitar pukul 8 malam.

Sejak mega merah sang senja hilang, Xavier mulai berkeliling ke rumah-rumah penduduk. Padahal masih pukul 7 malam, semua warga sudah masuk ke rumah. Tidak ada satu warga pun yang berani keluar rumah setelah pukul 7 malam. Semua pintu dan jendela rumah warga sudah ditutup.

Jenderal Yoshi, Yudanta, Xavier, dan Raefal sudah berkeliling di semua wilayah Desa Kaliko semalaman. Hasilnya nihil. Tidak ada teror ketuk pintu di malam itu.

"Apakah besok kita datang ke sini lagi?" tanya Raefal.

"Ya, kita berpatroli lagi besok malam. Tapi tidak berempat. Melainkan dengan 20 anggota", jawab Jenderal Yoshi.

"Full team dong?", kata Xavier.

"Ya. Full team. Lebih banyak, lebih baik. Tidak ada manusia super. Yang ada hanyalah tim super", kata Jenderal Yoshi.

"Sampai kapan kita berpatroli?", tanya Raefal.

"Sampai Yang Mulia Raja memerintahkan kita untuk berhenti", jawab Jenderal Yoshi.