webnovel

EP. 011 - Permen

"Kenapa kau memberiku permen?", tanya Alatariel.

"Karena kamu cantik", jawab Ehren.

Sungguh tak terduga jawaban Ehren. Ini adalah pengalaman pertama Alatariel. Pengalaman dipuji oleh orang lain selain ayah dan ibunya. Dia bingung respon apa yang sebaiknya dilakukan. Dia senang tapi malu dan ada rasa takut kalau tidak dianggap cantik lagi. Akhirnya, dia hanya merespon dengan senyuman malu-malu.

Ehren juga kaget melihat senyuman Alatariel. Biasanya, orang-orang di istana kalau dipuji berterima kasih lalu memberi pujian balik. Namun Alatariel tidak melakukan itu. Jadi, Ehren membalas senyuman Alatariel dengan senyum juga. Senyum dan tertawa canggung yang tipis, itulah yang mereka lakukan hingga kakek dan paman Alvaro kembali.

Ehren dititipkan di rumah Kakek Alatariel bukan hanya untuk tidur dan bermain. Ehren ada di sana untuk belajar bersama Alatariel. Mereka belajar berkebun, beternak, mempelajari tumbuhan herbal, dan cara bertahan hidup di alam.

Dahulu tidak ada lembaga pendidikan dini. Huanran adalah satu-satunya sekolah di Kerajaan Tirtanu yang hanya boleh dimasuki oleh anak usia 12 tahun minimal. Itupun juga biasanya dimasuki oleh keturunan bangsawan karena biaya bulanannya mahal. Laki-laki dan perempuan boleh ikut asal lulus tes, rajin masuk kelas, dan sanggup membayar biayanya.

Setelah menjelaskan semuanya pada kakek, Paman Alvaro pulang. Kakek mengajak Ehren dan Alatariel untuk berkeliling di dalam dan diluar rumah. Pelajaran pertama yang diberikan Kakek adalah memetik buah stroberi. Saat ini adalah musim semi dan musim semi adalah waktu pas untuk memanen stroberi.

Ada stroberi yang asam dan ada stroberi yang manis. Itulah pelajaran yang didapat Ehren dan Rin alias Alatariel saat memakannya. Stroberi yang awalnya penuh di keranjang anyaman, tiba-tiba hilang. Padahal, Alatariel ingat, kalau dia baru makan 7 buah.

"Kok kamu habiskan stroberinya, sih? Aku baru makan tujuh", protes Rin.

"Maaf. Stroberinya terlalu enak", jawab Ehren.

"Tidak bisa. Tidak boleh. Ini tidak adil. Kita harus bagi rata stroberinya. Kita sama-sama suka stroberi dan stoberi yang ada di kebun sudah habis. Tinggal yang kecil. Kata kakek yang kecil tidak boleh diambil", kata Rin

"Ok. Maaf. Aku ganti dengan permen ya. Nanti kita buat permen sama-sama. Aku tahu cara membuatnya", kata Ehren.

Ehren masih ingat cara membuat permen namun dia tidak tahu cara mendapatkan bahannya. Alatariel Artanis Rin meminta gula dan pewarna pada kakeknya. Begitu didapat, Rin dan Ehren mengaduk permen bersama-sama dalam satu wadah dengan dua sendok.

Permen sudah mengental dan sulit untuk diaduk. Rin kesulitan untuk mengaduk dengan sendoknya. Melihat hal itu, Ehren mengeluarkan sendoknya. Dia berjalan ke arah Rin dan berdiri dibelakangnya. Tiba-tiba Ehren memeluk Rin dari belakang dan memegang tangan Rin yang saat itu memegang sendok. Mereka mengaduk adonan permen bersama dengan berpelukan.

Membuat permen adalah hal yang baru bagi Rin. Rin yang pada dasarnya suka belajar hal baru tidak mempermasalahkannya. Namun, mengaduk permen sambil berpelukan juga pengalaman pertama bagi Rin. Dia belum pernah melakukan hal ini dengan orang tuanya.

Mengaduk permen dengan berpelukan juga pengalaman pertama bagi Ehren. Ehren adalah anak tunggal. Dia tidak memiliki saudara kandung perempuan dan teman sebaya perempuan di istana. Ada perasaan aneh yang dirasakan Ehren. Jantungnya berdegup kencang namun dia malah merasa tenang dan damai.

Permen sudah jadi. Walaupun bentuknya aneh, permen mereka cukup enak untuk dimakan. Mereka berhasil membuat 35 tangkai permen gulali. Ada permen yang berwarna biru, putih, merah, dan ungu.

"Kenapa kamu membuat permen?" tanya Rin.

"Karena dunia ini indah. Ada banyak hal indah di dunia seperti permen ini. Aku ingin menjadi bagian dari keindahannya. Aku juga ingin mewarnai dunia ini dengan permen", jawab Ehren.

"Caranya?", tanya Rin.

Ehren terdiam sejenak. Dia berpikir bagaimana caranya mewarnai dunia dengan permen. Beberapa saat kemudian, dia mendapat sebuah ide.

"Bagaimana kalau kita bagikan ke orang-orang?" kata Ehren.

"Boleh. Tapi kita harus berjalan agak lama untuk ke rumah orang lain. Di sini cuma ada rumah kakekku. Kita minta izin dulu ke Kakek", kata Rin.

Walaupun sulit, Ehren dan Rin berhasil merayu kakek dan mendapat izinnya. Setelah mendapatkan izin dari kakek. Mereka berjalan kaki menuju arah pemukiman. Sesampainya di sana, mereka kaget karena ada banyak orang.

"Permen kita cukup atau tidak ya?" tanya Ehren.

"Bagaimana kalau kita bagikan untuk orang yang sedih dan terlihat capek saja?" usul Rin.

"Ok, ide bagus", jawab Ehren.

Ehren dan Rin membagikan permen pada warga desa yang terlihat sedih dan lelah. Mereka berhasil membuat warga kembali tersenyum bahagia. Walaupun permen mereka sederhana, warga berterima kasih para mereka berdua. Setelah permen habis, mereka kembali pulang.

"Huok... Huok... Grrrrrr". Ehren dan Rin mendengar suara aneh. Mereka berhenti sejenak dan memperhatikan sumber suara. Ternyata sumber suaranya dari arah sungai. Mereka segera berlari ke sungai untuk memeriksa ada apa di sana.

Sesampainya di sungai, mereka melihat ada anak beruang putih kecil ada di tengah-tengah sungai. Arus sungai itu sangat deras karena 20 langkah dari sana ada air terjun. Beruang kecil itu meraung-raung minta tolong. Dia ingin menyebrangi sungai tapi arusnya terlalu deras.

Dengan berani, Ehren berjalan melalui tanah tepi sungai yang berwarna coklat dan sangat licin. Begitu sampai di tengah-tengah, Ehren langsung meluncur jatuh ke sungai saking licinnya. Begitu tiba di bawah sungai, dia segera berjalan menuju beruang dengan cepat dan menggendongnya.

Ehren berhasil membawa anak beruang ke tepi sungai. Dia segera mengulurkan tangannya dan Rin juga mengulurkan tangannya. Karena tanah tepi sungai terlalu tinggi dan curam, mereka tidak bisa berpegangan tangan.

Rin nekat menuruni tanah curam yang licin. Setelah 3 langkah dari atas, dia meraih sebuah ranting. Dengan rasa takut dan deg-degan, dia mencoba mengulurkan tangannya ke Ehren lagi. Tapi sayangnya tidak sampai dan ranting yang dipegang Rin malah putus dan Rin masuk ke dalam sungai.

Untung sungai itu tidak dalam. Airnya hanya setinggi lutut anak kecil. Sekarang, ada Ehren, Rin, dan beruang yang ada di bawah.

"Bagaimana ini? Kita terjebak di bawah", kata Rin.

"Kita coba naik lagi ke atas", kata Ehren.

Segala usaha sudah dilakukan Ehren dan Rin untuk kembali ke atas namun gagal. Dia mencoba melempar beruang ke atas, tapi beruangnya malah jatuh lagi ke bawah. Akhirnya, mereka pasrah menunggu bantuan di bawah. Beruang itu juga tahu kalau sedang ditolong. Beruang itu diam dan menunggu dengan sabar.

"Tolong... Tolong... Tolong...!" teriak Ehren dan Rin bergantian.

Setelah cukup lama berteriak, akhirnya datanglah satu orang dewasa. Orang dewasa itu segera berpegangan pada batu, kakinya turun ke tanah yang miring tanpa sandal, lalu mengulurkan tangannya. Ehren juga naik ke atas dengan membuat pijakan tanah.

Tangan kanan Rin memegang tangan kiri Ehren. Sedangkan tangan kiri Rin memegang beruang yang ada di pundaknya. Mereka bergandengan tangan seperti rantai. Ternyata tangan mereka masih belum bisa berpegangan. Lalu, orang dewasa itu kembali ke atas dan meminta bantuan.

Beberapa saat kemudian, orang dewasa itu datang dengan membawa satu orang dewasa lagi. Mereka berdua, Ehren, dan Rin membentuk rantai tangan untuk menyelamatkan beruang dan kembali ke atas. Namun sayangnya, tangan dua orang dewasa ini masih belum bisa meraih tangan Ehren dan Rin.

Lalu, datanglah satu orang lagi. Jadi sekarang ada 5 orang yang membentuk rantai. Orang dewasa yang paling bawah berhasil menyentuh tangan Ehren tapi belum cukup untuk menariknya ke atas. Lalu mereka beristirahat sejenak.

Ehren dan Rin berganti posisi. Sekarang Ehren menggendong beruang kecil yang ada di bawah dan Rin bertugas menarik tangan Ehren dan memengang tangan orang dewasa dari atas. Syukurlah ada lebih banyak orang yang datang. Sekarang, ada 6 orang yang membentuk rantai dan orang yang lain memegang orang paling atas agar tidak jatuh tergelincir.

Ada 4 orang dewasa ditambah Rin dan Ehren membentuk sebuah rantai tangan dari atas ke bawah. Akhirnya, Rin, Ehren, dan beruang kecil berhasil diangkat dari bawah dengan selamat. Semua warga yang ada di sana bersorak gembira. Beberapa orang ada yang bertepuk tangan. Bersama-sama mereka berhasil menyelamatkan beruang kecil.

"Terima kasih.... Terima kasih... ", kata Ehren dan Rin berulang-ulang pada warga yang ada di sana.

Tiba-tiba sebagian warga yang ikut menarik Ehren, Rin, dan beruang tersenyum lalu menunduk. Mereka merogoh sesuatu dari balik bajunya. Taarrraaa... Ternyata mereka semua memengang permen gulali bertangkai yang tadi diberikan Ehren sambil tersenyum.

"Selamat, kalian berhasil mewarnai dunia dengan permen ini!" kata salah satu warga.

Ehren dan Rin kaget, tapi mereka puas dan bahagia karena berhasil menjadi pahlawan bagi beruang kecil.