1 Henry

Cahaya mulai muncul di kaki bukit. Semilir angin ditemani embun menyusup dari jendelanya yang terbuka. Lagi-lagi ia lupa menutupnya tadi malam. Sedangkan orang itu masih bergelut dengan selimutnya karena ia sedang bermimpi aneh. Mimpi bertemu dengan gadis cantik dan ceria namun terlihat sering bungkam dengan keadaan. Seperti sekarang, di alam mimpinya wanita itu hanya menatap bingung kearahnya. Tersenyum simpul sambil memperlihatkan gigi gingsul manisnya. Jelas-jelas itu cacat, namun ia melihat bahwa itu sangat lah membuat candu.

Lalu ia bangkit dari tidurnya karena suara alarm yang menyebalkan. Ia mengusap matanya kasar dan meraih ponsel di atas nakas. Seulas senyuman terukir di wajah tampannya.

"Henry, selamat pagi! semoga harimu menyenangkan ^^"

Sebuah pesan masuk tertulis nama Hima terpampang jelas.

Hima ini kekasih Henry.

Jadi itu hal wajarkan?

Sunggingan senyum mengawali harinya. Ia menyingkap selimutnya dan merapihkannya seperti semula. Meskipun Henry seorang laki-laki, bukan berarti dia harus terus menyuruh para maidnya bukan?

Kemudian ia mengambil bathrobe yang terkait di belakang pintu kamarnya dan pergi mandi. Setelah mandi ia turun ke lantai dasar dan memakan sarapannya.

"Henry, makannya pelan-pelan aja jangan buru-buru."

Ucap mama karena Henry makan dengan sangat berantakan. Ia hanya terkekeh dan meminum segelas susunya. Setelah sarapan ia pamit dengan mama dan papanya. Ia anak tunggal jadi wajar mamanya memanjakannya.

Sesampainya di tempat parkiran motor, Hima menunggunya di pintu masuk. Gadis itu tersenyum rekah terhadap Henry. Setelah melepas helm hitamnya, Henry menghampiri Hima dan mengusap pucuk kepala gadis itu.

"Hai, lama ya nunggunya?"

"Engga kok! yaudah ayo masuk."

Hima menggandeng tangan Henry menuju kelas. Seantero sekolah tahu jika Henry dan Hima itu sepasang kekasih. Henry mengusap kepala Hima saat ia sudah sampai di depan pintu kelasnya. Mereka beda kelas. Hima di lantai 4, Henry di lantai 2. Henry duduk di pojok ruangan sebelah jendela. Tempat favorit semua orang, benarkan?

Saat jam makan siang mereka ke kantin bersama. Bibi kantin pun ingat dengan mereka berdua. Mereka sudah menjalin hubungan selama 2 tahun dan sudah masuk tahap tunangan. Hima? Pasti ia bersedia bersanding dengan Henry, pria yang menjadi pujaannya selama 2 tahun lamanya.

Tiba-tiba ada yang menepuk pundak Henry dan membuat pria itu menoleh ke belakang. Itu Dino ternyata, teman Henry. Teman seperjuangan yang mencomblangi Henry dengan Hima. Henry awalnya tidak mengenal Hima, tapi karena Dino dia jadi jatuh cinta dengan Hima. Sehingga membuat Henry tidak bisa membayangkan jika ia harus melepas Hima. Mungkin dia akan melajang seumur hidup.

"Idih mesraan mulu nih yaaa inget temen dong lu Hen!"

"Biasa lah orang pacaran, napa? Sirik lu?"

"Gak ya!"

Dino pun memesan makanan dan duduk di samping Henry. Dino tidak merasa mengganggu karena memang sering mereka makan bertiga.

Bel pun kembali berbunyi dan semua siswa berbondong-bondong kembali pada sangkarnya. Henry pun mempercepat kunyahannya karena sebentar lagi pelajaran Mr. Alex yang terkenal killer. Kadang Henry tersedak nasi karena saking buru-burunya.

"Pelan-pelan aja sayang, gausah buru-buru."

"Tapi, tugasnya belum ku kerjain. Jadi harus cepet-cepet."

"Yaudah minum dulu, sampe kesedak tuh kamunya."

Henry mengambil botol yang digenggam Hima dan meminumnya dengan rakus. Setelah menyelesaikan makannya, ia langsung berlari ke lantai 2 karena ruangan Mr. Alex cukup jauh jadi dia masih ada waktu untuk mengerjakannya.

Henry sudah duduk di bangkunya dengan tugas yang ia kerjakan secepat kilat. Alisnya menukik hampir menyatu begitu melihat Mr. Alex tidak sendiri. Dia membawa murid baru.

"Semuanya! Kita kedatangan teman baru. Dia Hanna, salah satu siswa berprestasi yang mendapat beasiswa full dari sekolah. Saya harap kalian bisa berteman baik dengan Hanna. Hanna silahkan mengenalkan dirimu."

Gadis itu tersenyum dan membuka resleting tasnya. Mengeluarkan sketch book yang terlihat masih baru. Itu semua membuat para murid penasaran. Kenapa gadis ini mengeluarkan sketch book miliknya? bisikkan sana sini tak menggoyahkan niat gadis itu. Henry menatap penasaran kearahnya. "Apa yang sebenarnya gadis ini lakukan?" Pikir Henry.

Ia tersenyum lebar sambil membukanya dan menampilkan tulisan yang sangat rapi. Jujur Henry belum pernah melihat tulisan serapih seperti cetakan microsoft word font calibri itu.

Gadis itu menggerakan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya memegang erat sketch book itu.

"Namaku Hanna Eun,"

Ternyata gadis ini bisu. Pantas saja ia dari tadi diam dan menggerakan tangannya dengan pola memperkenalkan dirinya.

"Ku harap kalian bisa berteman denganku yang cacat ini."

Dapat dilihat garis muka gadis itu terlihat sedih, tapi sebisa mungkin ia sembunyikan dengan terus tersenyum. Senyum yang bisa membuat seorang Henry jatuh hati untuk kedua kalinya.

***

Jam istirahat kedua, Henry tidak keluar karena biasanya ia tidur siang di kelas. Posisi duduknya sangat menguntungkan, berbaring pun tidak terlihat. Ditambah jendela yang terus menyilakan angin sepoi masuk.

Beberapa menit kemudian, Henry terbangun karena rasa haus. Jam istirahat sebentar lagi akan berakhir. Ia segera kembali duduk di bangkunya. Ia menoleh kearah Hanna. Gadis itu tidak keluar makan siang? Sepertinya Hanna baru selesai memakan bekalnya, terlihat ada sebutir nasi menempel di sudut kanan bibirnya. Henry memanggilnya dengan ragu.

"Hanna!"

Gadis itu menoleh kearah Henry dengan raut wajah yang sangat imut. Tanpa disangka laju detak jantung Henry menjadi lebih cepat dari biasanya. Hanna menunjuk dirinya sendiri, dia bingung Henry kenapa diam saja setelah memanggil namanya.

"Ituuu ada nasiii."

Henry menunjuk sudut kanan bibirnya sendiri guna menjelaskan kepada Hanna. Hanna pun langsung meraba wajahnya sendiri dan sadar ada sebutir nasi yang menempel. Ia menunduk malu, sangat malu sehingga pipinya bersemu merah. Hanna mengambil bukunya dan membuka halaman terakhir. Ia menuliskan sesuatu untuk Henry.

"Terima kasih."

Hanna memperlihatkan tulisannya sambil mengulum bibir bawahnya. Ia sangat malu. Sifat Hanna membuat Henry merasa gemas. Henry hanya mengangguk sambil tersenyum simpul sebagai balasan dan pas sekali bel masuk pun berbunyi.

Bagi Henry, Hanna sangat lucu di matanya. Tanpa disangka posisi Hima tersingkir dengan adanya kehadiran Hanna. Padahal gadis itu tidak berbuat apa-apa, tapi bisa membuat Henry candu dengan senyumnya.

Henry, apa kau sehat?

avataravatar
Next chapter