Perjalanan, Waktu, Klasik

Terseduh dalam tawa, runyamnya malam memutari tenda pengusaha.

Siulan teko yang menggebuhkan kepulan kepulan.

Menguap tak berbentuk di atap yang rawan.

...

Seorang pengelana duduk di tepian.

Dengan jaket kulit lusuh, berjejer emblem perjalanan.

Meletakan topi di sudut kiri, melepaskan beban di pundaknnya yang mengambil sorot pengunjung.

...

Pria itu melantur "Kenapa padi tak kunjung tumbuh ketika musim sudah waktunya." Dia bukan seorang petani, tetapi berbicara panen.

"Kenapa tuhan tak menunjukan dirinnya kalau dia ada." Dia bukan atheis tapi mempertanyakan tuhan.

Brukk!! Suara keras terdengar keseluruhan tenda. Gebrakan meja yang membuat sorot orang semakin menatapnnya.

...

Akhirnya pria itu diam, dengan menyesap kopi hitam, menyalakan rokok bekas yang ia ambil dari saku.

"Tentu saja kalian akan takut, ketia dia(Tuhan) benar tampak. Dan, hidup seperti apa yang akan kalian jalani. Lalu, kenapa masih kau pertanyakan keberadannya. Kalian manusia bukan keledai yang bodoh."

...

Kedai benar benar sunyi, di tempa suasan orang yang berpikir.

Sedangkan pria itu, menghabiskan pesanannya. Dan, undur diri secara hikmat.