webnovel

Rhododendron

Malam itu, Alvaros dan Rennd pergi ke Pheredill menggunakan sihir teleportasi Rennd.

Dalam sekejap mereka berada di sebuah ruangan.

"Di mana ini?" Tanya Alvaros.

"Ini ruangan tempatku biasa bermeditasi." Jawab Rennd.

Alvaros melihat sekelilingnya, tidak banyak barang, hanya selembar kain dan beberapa lilin.

"Di mana tempatnya?" Tanya Alvaros lagi.

"Ikut aku."

Rennd dan Alvaros keluar dari ruangan itu. Di balik pintu terdapat lorong yang cukup panjang.

"Kalau kalian bisa teleportasi seperti tadi, kenapa tidak melakukannya untuk menyerang secara besar-besaran ke Dragnite langsung?" Tanya Alvaros sambil berlari mengikuti Rennd.

"Untuk melakukan teleportasi seperti tadi, kami harus mengingat betul lokasi yang dituju. Selain itu, seperti yang kubilang, perang ini selain untuk ekspansi, juga untuk mengurangi jumlah penduduk Ceres. Semakin sedikit penduduknya, semakin sedikit pula energi alam yang digunakan. Pangeran kami adalah salah satu petinggi militer, maka dari itu ia bisa dengan bebas mengatur strategi agar bisa sesuai dengan rencananya." Jawab Rennd.

"Hmmh... Aku jadi semakin ingin melihat wajah pangeranmu itu." Kata Alvaros gemas.

Setelah menyusuri lorong, mereka sampai di sebuah tangga yang mengarah ke atas.

Mereka naik tangga itu hingga sampai di sebuah pintu yang berada di atas kepala mereka.

Rennd membuka pintu itu, terlihat sebuah kamar tidur di baliknya.

"Kau ini hobi membuat pintu rahasia di kamar ya?" Ejek Alvaros.

"Karena hanya kamar sendiri di mana kau bisa mendapatkan privasi." Kata Rennd.

Setelah menutup pintu lantai di kamar Brennd, mereka berlari keluar dari rumah itu.

Pheredill, ibukota Kerajaan Ceres yang terlihat begitu megah dan besar.

Di sana-sini banyak orang berlalu-lalang meski sudah malam sekalipun.

Suasana kota terang benderang, banyak lampu dengan aneka warna yang terpasang di rumah-rumah penduduk.

Di sisi timur terdapat akademi sihir tempat para penyihir muda mendapatkan ilmu mereka.

Di sisi utara yang berbatasan langsung dengan laut terdapat pelabuhan yang diisi oleh kapal-kapal dari berbagai negara.

Di bagian barat terdapat pusat perbelanjaan yang selalu penuh sesak dengan orang-orang.

Di bagian tengah terdapat istana raja dihiasi sebuah air mancur di depannya dengan patung raja yang terletak di atasnya menambah semarak kota ini.

Dan tak lupa dinding yang mengelilingi kota, yang diisi oleh ratusan prajurit dan penyihir Ceres.

"Kita ke mana?" Tanya Alvaros.

"Ke sebuah rumah di tepian kota." Kata Rennd.

Mereka berlari di tengah keramaian kota, kadang menabrak orang yang sedang berjalan namun mereka tetap berlari.

Hingga akhirnya mereka sampai di sebuah rumah yang tidak terlalu besar. Di depannya tidak ada seorangpun penjaga.

"Di sinilah tempatnya." Kata Rennd.

"Kau yakin? Tidak ada seorangpun di sini." Kata Alvaros ragu.

"Di sini ada ruang bawah tanah yang cukup luas. Aku yakin mereka semua berkumpul di situ." Kata Rennd.

Mereka berdua lalu masuk ke dalam. Benar saja, ada sebuah lorong menuju ruangan bawah tanah. Alvaros menghunus pisaunya ketika masuk ke jalan turun tersebut.

Mereka sampai di ujung lorong, terdapat sebuah pintu yang sudah dimantrai.

"Ianua aperta." Kata Rennd sambil membentuk suatu lambang dengan tangannya.

Pintu itu lalu terbuka dengan sendirinya.

"Ayo." Ajak Rennd.

Mereka berdua masuk ke dalam.

Di balik pintu, terdapat sebuah lorong lagi.

Mereka berjalan menyusuri lorong itu.

"Sedang apa, Rennd?" Terdengar suara seorang wanita dari ujung lorong.

Terlihat seorang wanita yang sudah agak tua.

"Elmeria..." Kata Rennd.

"Kau ini tiba-tiba meninggalkan kami tadi, tidak tega melihat putrimu sendiri?" Kata wanita yang disebut Elmeria itu.

Elmeria melihat Alvaros.

"Siapa ini? Kenapa kau membawanya kemari?" Tanya Elmeria.

"Elmeria... Biarkan kami lewat." Kata Rennd.

Wanita itu mengernyitkan dahinya.

"Kau mau apa memangnya? Dan lagi, kau tidak menjawab pertanyaanku." Kata Elmeria.

"Kami mau menyelamatkan Rashuna!" Kata Alvaros.

"Wah... Wah... Ada apa ini? Menyelamatkannya?" Kata Elmeria.

"Aku tidak bisa membiarkan putriku menderita." Kata Rennd.

"Yah... Tapi ekstraksinya sudah dimulai. Kalau kalian mau menyelamatkannya maka aku tidak bisa membiarkan kalian. Masa depan Ceres bergantung pada anak itu." Kata Elmeria sambil mengeluarkan tongkat sihirnya yang berwarna hijau.

"Alvaros, kau pergilah duluan. Serahkan dia padaku." Kata Rennd.

"Baiklah, pastikan kau selamat! Rashuna pasti akan sangat senang melihatmu!" Kata Alvaros sambil berlari menuju pintu di ujung lorong.

"Kau pikir aku akan membiarkanmu lewat?" Kata Elmeria diikuti cahaya hijau dari tongkatnya.

"Protegit!" Seru Rennd, menjadikan perisai bagi Alvaros dari serangan Elmeria.

"Lawanmu itu aku, Elmeria!" Kata Rennd.

"Alvaros, menunduk! Ignis!" Seru Rennd diikuti api yang cukup besar keluar dari tangannya, menyerang Elmeria.

Alvaros menundukkan badannya, sehingga api dari Rennd tidak mengenainya.

"Ugh!" Elmeria menahan serangan Rennd. Selagi ia bertahan, Alvaros memanfaatkan kesempatan itu untuk berlari ke belakangnya.

"Kau... Kau mengkhianati negerimu, Rennd!" Kata Elmeria.

"Mau pangeran, raja bahkan dewa sekalipun akan kulawan kalau itu untuk melindungi putriku!" Balas Rennd.

Alvaros lalu sampai di pintu di ujung lorong, ia membuka pintu tersebut.

Di balik pintu ada tangga menuju ke bawah lagi. Ia berlari menuruni tangga itu hingga sampai di sebuah lorong lagi.

Berbeda dengan sebelumnya, lorong ini terdapat pintu-pintu di kanan dan kirinya.

Alvaros membuka satu demi satu pintu di lorong tersebut, rupanya ruangan-ruangan yang ada di situ adalah kamar.

Ia lalu membuka sebuah pintu lagi, terlihat seseorang sedang duduk di kursi.

Orang itu menoleh ke arahnya.

"K... Kau...!" Alvaros mengenal orang itu.

"Wah, kau bisa juga sampai di sini. Aku tidak menyangka." Kata orang itu.

"Apa yang kauperbuat pada Rashuna, Agim!?"

"Apa yang kuperbuat? Kebetulan saja saat itu dia ada di Baer bersamamu. Kami kehilangan dirinya saat penyerangan ke Castella, untunglah dia masih hidup. Karena di situ hanya ada aku, ya sudah aku jemput dia." Kata Agim.

"Lalu... Kenapa kau menolong kami saat itu?" Tanya Alvaros.

"Saat itu...? Oh, maksudmu saat kau masih bersama tiga orang Dragnite itu. Ya tidak apa-apa kan? Cliff itu teman masa kecilku, aku hanya ingin membantunya agar ia bisa lebih lama hidup. Toh kalian juga tidak akan memberikan pengaruh apapun kalau kulepas." Jawab Agim.

"Tujuanku hanyalah membantu pangeran kami untuk mencapai tujuannya. Selain itu, aku tidak terlalu memikirkannya." Tambahnya.

Alvaros marah, ia maju menyerang Agim dengan pisaunya.

"Ooppss... Bahaya sekali itu." Katanya sambil menghindar.

Agim membentuk sebuah simbol dengan tangannya.

Seketika Alvaros tidak bisa bergerak.

"A...Apa yang kau lakukan...?" Tanya Alvaros kaku.

"Dasar... Kau ini kan orang luar. Untuk apa kau mencampuri urusan negeri ini sih?" Kata Agim.

"Dengar... Sebaiknya kau ini diam saja, kelak daratan ini akan dikuasai oleh Ceres sepenuhnya dan kita semua bisa hidup dengan damai. Malah lebih damai daripada sebelum-sebelumnya karena kita berada di satu negara yang sama, bukan?" Katanya lagi sambil memandang tajam ke arah Alvaros.

"Aku tidak mau tunduk pada orang-orang seperti kalian!" Kata Alvaros.

"Wah wah wah... Kau ini benar-benar haus perang ya... Dasar orang Dragnite." Ejek Agim.

Agim mendekat ke Alvaros.

"Nah, kau sebaiknya melupakan apa yang sudah terjadi. Hidup saja dengan tenang di Dragnite, aku akan membantumu keluar dari sini." Kata Agim menyentuh kepala Alvaros.

Seketika pikiran Alvaros terhenti, pandangannya kosong.

"Nah... Tenanglah, sekarang lupakan semuanya." Kata Agim.

Mendadak kristal pemberian Thilivern menyala, cahayanya memenuhi kamar.

"A... Apa ini... !?" Kata Agim sambil menutupi pandangannya karena silau.

Alvaros bisa bergerak lagi seperti sediakala.

Kesempatan itu tidak ia sia-siakan, ia meraih badan Agim, menguncinya lalu melakukan german suplex padanya.

"HEEAAAAA!"

Seketika Agim pingsan karena benturan pada kepalanya.

"Itulah akibatnya kalau kau menghina Dragnite." Kata Alvaros terengah-engah.

Alvaros berjalan keluar dari kamar itu. Ia membuka lagi sebuah pintu terakhir.

Di balik pintu itu terlihat sebuah meja besar dengan beberapa kursi dan sebuah peta di dindingnya.

Nampaknya itu adalah ruang rapat.

Di ujung ruangan terdapat sebuah pintu lagi. Alvaros berjalan menuju pintu tersebut.

Ia membuka pintu itu perlahan.

Di balik pintu ada sebuah lorong menuju ke bawah lagi.

"Ini sebenarnya apa sih? Dalem amat, semua lorong menuju ke bawah..." Gumam Alvaros.

Ia berjalan cukup lama menuruni tangga, hingga akhirnya sampai di sebuah pintu lagi.

"Semoga saja ini pintu terakhir." Alvaros mencoba untuk mendorongnya, namun tidak mau terbuka.

"Ah, pasti ditarik." Alvaros menarik pintu itu namun tidak mau terbuka juga.

"Didorong gak bisa, ditarik gak bisa, maunya apa sih!?" Gerutu Alvaros.

Ia lalu menendang pintu dengan cukup keras, pintu itu terbuka.

"Lah... Terbuka... Ini pasti pintu tua..." Gumam Alvaros.

Di balik pintu itu terlihat seorang pria muda yang mengenakan zirah memandang sebuah tabung yang mirip seperti di rumah Rennd.

"Kasar sekali, siapa itu?" Kata pria itu.

Alvaros melihat isi ruangan itu.

"Rashuna!" Serunya ketika melihat seorang wanita muda yang ada di dalam tabung.

"Siapa sih...?" Pria muda tadi berbalik.

"Kau...! Lepaskan Rashuna!" Seru Alvaros.

"Siapa kau, plontos?" Tanya pria itu.

"Aku adalah penyelamatnya!" Kata Alvaros maju menyerangnya.

"Apa-apaan...?" Kata pria itu sambil menghindari serangan Alvaros.

"HEEEAAHH!" Teriak Alvaros menyerang pria itu dengan pisaunya.

"Hei, kau ini siapa sih!? Datang-datang langsung teriak-teriak begitu, dasar nggak punya tata krama!" Pria itu menghindari serangan Alvaros.

"Berisik! Lepaskan Rashuna!" Seru Alvaros lagi.

Tiba-tiba, ada tekanan yang menghempaskan Alvaros ke dinding.

"U...Ugh..."

"Ah, kau ini lama sekali. Apa kau sudah selesai dengan yang di sana, Juno?"

Seorang pria bertubuh sedang, berambut pirang mendekati mereka berdua.

"Lama tak bertemu, Alvaros." Kata pria itu.

Melihat pria itu, Alvaros seakan tak percaya pada matanya.

"J... Jim!".