webnovel

Awal Dari Kehidupan Sekolah Part 2

Itu adalah sebuah percakapan yang terjadi setelah upacara penerimaan murid itu selesai. Ayano pergi berlari menuju ke sebuah pohon sakura yang terletak di sebelah gedung olahraga itu. Disana ada seorang wanita berambut putih panjang yang sedang menantinya dengan harap-harap cemas.

Dia adalah Yuki Shirazu, seorang anak jenius yang memiliki kecerdasan yang luar biasa sehingga dia bisa mendapatkan nilai sempurna di ujian masuk sekolah itu. Tetapi dibalik keluarbiasaannya itu tersimpan rasa kesepian karena dia sama sekali tidak mempunyai teman selain Ayano, seorang teman yang setia menemaninya dari dia kecil.

"Yuki!"

Yuki terlihat sangat senang ketika Ayano berlari ke arahnya, ekspresinya yang selalu dingin itu pun seperti terpatahkan oleh ekspresi dia sekarang yang seperti seorang gadis seumurannya.

"Ayano! Bagaimana?"

"Ya, aku dapat!"

Ayano pun mengambil sebuah buku yang dia simpan di tas miliknya, itu adalah sebuah buku yang tidak pernah terpikirkan oleh siapapun kalau Yuki akan senang dengan buku itu. Seorang murid yang jenius, tentu identik dengan keluar biasaannya dan sangat jauh dari hal yang seperti cinta atau apapun, tetapi Yuki juga adalah seorang gadis biasa, dia sangat suka dengan hal yang berbau Romantis seperti yang dia baca di novel-novel romantis miliknya.

Ayano pun menyerahkan bukunya itu kepada Yuki yang terlihat sudah tidak sabar untuk membacanya, sebuah buku novel yang bertemakan romantis. Tentu dia tidak semata-mata menginginkan novel ini hanya untuk menikmatinya saja, tetapi dia juga ingin belajar dari novel ini tentang hal-hal yang berbau romantis dan juga ada sesuatu yang sangat dia ingin lakukan.

Yuki pun menutupi wajahnya dengan buku novelnya itu, dia pun dengan wajah yang memerah dan juga mata yang berkaca-kaca sangat ingin bertanya sesuatu kepada Ayano.

"Ja-jadi bagaimana dengan dia?"

"Kurasa dia...ya...gitu."

Walaupun Ayano tidak menjelaskannya, Yuki sudah tahu semuanya dengan jelas. Dia pun terlihat sedikit sedih karena perasaannya ini hanya bertepuk sebelah tangan.

Ayano merasa kasihan kepada Yuki karena Ryuu sama sekali tidak menganggapnya sebagai apapun, dia juga terlihat tidak mengenal Yuki kecuali dari televisi saja. Dia sangat ingin membantu temannya itu, tetapi dia tidak tahu cara apa yang bisa mereka lakukan untuk bisa membuat perasaan Yuki tersampaikan.

Masalah cinta adalah masalah yang sangat rumit bahkan bagi seorang jenius seperti Yuki, dia sama sekali tidak bisa menemukan cara untuk menyelesaikan masalahnya ini sehingga dia harus belajar tentang cinta dan romantisme lewat novel dan yang lainnya agar dia bisa dengan segera mengatasi masalah rumit ini. Tentu dia sudah mengingat dengan sempurna berbagai cara untuk mendapatkan laki-laki idaman, tetapi bagaimanapun juga dia merasa cara itu tidak berlaku untuk Ryuu.

"Jangan patah hati, Yuki! Aku yakin kalau Ryuu suatu saat akan menyadarinya! Yang kau perlu saat ini hanyalah mendekatkan dirimu dengan Ryuu."

"Ah itu aku pernah baca di salah satu majalah!"

"Jadi dekatkan dirimu dengan Ryuu dan kalau dia sudah mulai tertarik kepadamu, langsung nyatakan perasaanmu!"

Di dalam hati Yuki, ada sebuah rasa takut untuk menyatakan perasaannya. Dia sangat takut jikalau Ryuu menolaknya ketika dia menyatakan perasaan, dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan lagi setelah itu.

"Ta-tapi...bagaimana jika dia meno-"

Ayano meragukan kalau Ryuu akan menolak pernyataan cinta dari seorang gadis seperti Yuki yang menurutnya sempurna, Yuki mempunyai wajah yang cantik, dia juga mempunyai otak yang jenius, tentu tidak ada laki-laki yang mampu menolak Yuki.

"Yuki, percaya dirilah! Kau adalah wanita yang sempurna. Aku rasa tidak ada yang tidak ingin menjadi pacarmu di dunia ini."

Dan langkah pertama untuk itu sudah dimulai sekarang, Yuki sudah memulai untuk mendekatkan dirinya dengan Ryuu dengan bersama-sama masuk ke dalam kelas terburuk yang ada di sekolah itu. Tentu ada banyak yang menentang keputusannya untuk berada di kelas itu karena untuk orang sekelas Yuki, dia tidak pantas untuk berada di kelas dengan orang-orang yang biasa.

Dia dengan sangat gugup, duduk di sebelah Ryuu sampai-sampai dirinya tidak bisa mengatakan apapun. Dia sangat ingin menyapa Ryuu, tetapi dia merasa sangat gugup sehingga mulutnya tidak bisa berkata apapun.

Yuki pun perlahan melirik ke arah Ryuu yang sedang memandang ke luar jendela. Meskipun tidak jelas, dari pantulan kaca jendela dia melihat Ryuu si muka datar itu sedikit tersenyum dan itu membuatnya merasa senang karena melihat pemandangan yang langka itu.

"Ryuu, tersenyum!"

Yuki segera tersadar jika bayangan dirinya juga terpantul di jendela, dia pun menutupi mukanya itu dengan buku yang dia baca itu.

"A-apa Ryuu menyadarinya?"

Tetapi, Ryuu sama sekali tidak habis pikir tentang Yuki yang telah merencanakan semua itu. Ryuu tidak lah sebodoh itu untuk tidak menyadari kalau semua yang dia lakukan tadi pagi hanyalah rencana dari Yuki, termasuk bagaimana dia bertemu dengan Ayano, apalagi dengan buku yang sedang Yuki pegang itu yang dia lihat saat dia melihat tas Ayano.

Tiba-tiba salah seorang murid yang berada di kelas itu mengangkat tangannya, dia adalah murid yang terlihat aktif dan selalu bersemangat, dia juga mempunyai banyak teman, berbanding terbalik dengan Ryuu yang sama sekali tidak mempunyai teman.

"Ehm! Karena kita belum saling kenal, bagaimana kalau kita saling memperkenalkan diri."

"Itu tidak perlu kan? Lagipula saat guru mengabsen juga akan tahu nama semuanya."

"Iya sih...tapi."

Pintu dari kelas itu pun terbuka dan mengejutkan semua murid yang ada disana. Orang yang membuka pintu itu adalah wali kelas dari kelas Ryuu dan yang lainnya, dia memiliki badan yang tinggi dan berotot sehingga murid-murid yang lain memanggilnya gorila di belakangnya.

"Baik, cepat duduk di kursi kalian masing-masing."

Murid-murid pun dengan cepat duduk di kursinya masing-masing dengan tenang.

"Bapak yakin kalau banyak dari kalian yang tahu, tetapi bapak akan memperkenalkan nama bapak.

Guru itu pun mengambil sebuah kapur dan menuliskan namanya di papan tulis dengan ukuran huruf yang besar.

"Nama bapak adalah Shiji Tennou, bapak adalah wali kelas kalian mulai sekarang."

Shiji pun mengambil buku absen yang berada di mejanya dan terkejut melihat nama Yuki karena dia seharusnya berada di kelas spesial tetapi dia malah berada di kelas seperti ini.

"Ehm! Jadi dimulai dari bangku terdepan, kenalkan dirimu!"

Shiji pun mulai memanggil nama murid-murid di kelas itu satu persatu sehingga sampai dengan bangku yang berada di depan Ryuu. Dia adalah seorang pemuda yang terlihat selalu bersemangat dan juga aktif, dia dengan sigapnya langsung berdiri untuk memperkenalkan namanya.

"Namaku Axel, Axel Regan! Cita-citaku ingin men-"

Shiji sudah sangat mengenal Axel dan sifatnya karena dia adalah keponakannya, dia sangat tahu kalau Axel pasti akan mengatakan hal-hal yang bodoh.

"Baik selanjutnya!"

Akhirnya itu adalah giliran Ryuu untuk memperkenalkan dirinya di depan semuanya. Ryuu sama sekali tidak merasa gugup karena daripada itu, dia tidak peduli dengan apa anggapan orang lain tentang dirinya.

"Namaku Ryuu Kurogami."

Keheningan pun terjadi di kelas itu sesaat setelah Ryuu memperkenalkan dirinya yang sangat singkat itu.

"Eh, cuman itu? Ehm! Baiklah selanjutnya!"

Semua pasang mata pun tertuju kepada Yuki yang berdiri untuk memperkenalkan namanya, mereka semua pun terkagum dengan malaikat yang sedang berdiri dengan anggunnya untuk memperkenalkan dirinya itu.

"Namaku Yuki Shirazu, aku adalah putri semata wayang dari keluarga Shirazu, hobiku adalah membaca buku dan..."

Yuki sedikit melirik ke arah Ryuu dan terkejut karena Ryuu sedang melihat ke arahnya. Wajahnya pun memerah dan matanya berkaca-kaca ketika menyadari kalau Ryuu sedang melihat ke arahnya.

"I-itu saja..."

Semua murid laki-laki yang melihat wajah Yuki yang seperti itu pun merasa takjub, mereka tidak pernah melihat seorang yang seimut itu dengan ekspresi malu-malunya.

"A-apa itu tadi? Aku ingin menikahinya!"

Yuki pun segera duduk di kursinya kembali dan mencoba untuk menenangkan dirinya agar tidak gugup. Tetapi saat dia sudah berhasil menenangkan dirinya sejenak, tiba-tiba Ryuu memanggil namanya.

"Yuki."

Sontak Yuki sangat terkejut dengan itu, dia tidak menyangka kalau berada di dekat Ryuu akan sesulit ini sampai-sampai dia yang biasanya selalu tenang, bisa menjadi gugup seperti ini.

Yuki pun segera menoleh ke arah Ryuu yang melihatnya dengan wajah datarnya itu dan menyiapkan dirinya untuk menghadapi Ryuu.

"A-ada apa, Ryuu?"

"Rencana yang bagus."

Yuki pun sangat terkejut ketika mendengar Ryuu mengatakan itu, dia tidak percaya kalau Ryuu bisa tahu tentang rencananya untuk mempertemukannya dengan Ayano yang bahkan Ayano sendiri tidak tahu tentang ini.

"Ngomong-ngomong, apa kau suka sekali membaca novel?"

Yuki yang menyadari itu pun segera menyembunyikan novel yang ia baca di dalam tasnya karena dia tidak mau dianggap sebagai orang aneh karena membaca itu di depan Ryuu.

"Ti-tidak, ini punya Ayano!"

"Ah...sayang sekali, padahal aku ingin mengajakmu ke toko buku tempat aku bekerja, siapa tahu kau akan tertarik dengan buku-buku yang ada disana."

Yuki pun merasa ingin memukul dirinya sendiri karena telah mengatakan hal itu. Baginya ini adalah kesempatan emas karena yang dia tahu kalau Ryuu tidak pernah seperti itu kepada siapapun selama ini.

"Maksudku ini punya Ayano yang aku pinjam, a-aku juga pengen beli sesuatu seperti ini!"

"Kalau begitu kita pergi sepulang sekolah."

"Ba-baik, Ryuu."

Yuki merasa sangat senang karena kali ini Ryuu yang selama ini hanya dingin itu mengajaknya ke toko buku tempat dia bekerja. Dia merasa sangat tidak sabar untuk menantikan bel pulang dibunyikan. Di dalam hatinya hanya ada satu harapan yaitu segera mendengar bel pulang agar dia bisa segera ke toko buku berdua dengan Ryuu, tetapi semakin dia menginginkannya, waktu terasa melambat seolah-olah satu menit terasa seperti satu jam.

"Kalau begitu, bapak akhiri pelajaran kali ini."

Akhirnya saat-saat yang dinantikan Yuki pun tiba, dia pun merasa sangat gugup sekarang ini. Untuk seorang jenius sepertinya yang selalu kalem dan berwibawa, hari ini dia nampak seperti orang lain.

Mungkin jika orang membaca di beberapa majalah atau yang lainnya, orang yang jenius cenderung sulit untuk menyukai seseorang atau bahkan tidak pernah, tetapi untuk Yuki hal itu tidak berlaku, seberapa tinggi kecerdasan otaknya, dia masihlah seorang gadis yang juga menginginkan untuk merasakan sesuatu seperti itu.

Ryuu yang sudah membereskan mejanya pun segera berdiri dan menggendong tasnya itu.

"Ayo kita pergi, Yuki!"

"B-baiklah!"