1 Prolog

Happy reading:)

***

'Perpisahan adalah keajaiban yang akan menyadarkan lo bahwa rindu itu ada."

- Rando J.

***

Tentang kita

Pertemuan kita cukup sederhana, ada sedikit terkaan kecil di masing-masing isi kepala.

Perkenalan yang singkat, diabadikan dalam cerita panjang.

Awalnya sangat asing, nyata, dan sungguh rasanya tidak nyaman.

Ibarat seekor pinguin yang tiba-tiba terdampar di padang pasir.

Tidak dapat diterka, juga tak mau menerka, ternyata kita hadir menjadi sebuah ikatan.

Hingga keadaan merenggut keasingan, meniadakan jarak, kita kian menjadi dekat. Sangat dekat.

Klise. Akhirnya berteman, bahkan menjadi saudara searah walau tak sedarah.

Namun, simpul bisa saja terlepas, bukan?

***

Pesta dimulai.

Dentuman musik, denyutan nadi, detakan jam, semua bertalu menjadi satu. Sedikit berbeda aku rasa, kawan. Pesta ini tak ada keceriaan, tak ada tawa yang bahagia, yang terpancar hanya rona gelisah yang tampak nyata. Euforia perpisahan semakin terbaca.

Iringan lagu menyerta waktu yang menggiring pada sebuah takdir. Takdir baik yang entah kenapa aku kurang setuju, keputusan semesta yang teramat sulit untuk aku terima. Namun di dunia tidak ada yang abadi termasuk kebersamaan kami.

Atasan putih beradu dengan celana warna cream untuk laki-laki adalah dresscode pilihan kami di hari ini. Mataku mengedar pada teman-teman, siluet tubuh mereka seolah perlahan menjauh, salam perpisahan akan segera terucap dan kami berakhir rindu tak berkesudahan.

Kami sudah di penghujung cerita.

Aku tak pernah menyangka ada hari sesesak ini, ada cerita yang tak ingin kuakhiri, ada hari yang aku tak ingin cepat-cepat berganti malam, baru kali ini aku ingin kembali ke masa lalu.

Tiga tahun waktu yang tak sengaja kami lalui dengan berbagai warna harus disudahi, mereka yang melangkah bersamaku sampai pada titik ini dengan berat kulepas begitu saja, tiga tahun bersama yang kuanggap sia-sia dalam sekejap terasa berharga. Aku tidak tahu bagaimana menyampaikan rasa ini, ada sedih juga bahagia, ada lelah namun rindu mulai hadir.

Aku menikmati momen terakhir ini bersama mereka yang entah berapa tahun lagi akan bertemu.

"Sekarang kita sambut perwakilan dari kelas 12 Ips yang akan menyampaikan sepatah dua patah kata tentang perpisahan." Suara Mc membuatku menoleh ke atas panggung, salah seorang dari dua pembawa acara itu mengangguk ke arahku. Ini bagianku.

Aku menaiki panggung dengan perasaan yang sulit ku jelaskan, tepukan tangan para audiensi membuatku merasa gugup di sini. Memang ini bukan pertama kali, tetap saja aku merasa gemetar. Demam panggung kata orang.

Aku meremas kuat mic yang kupegang, harap-harap kegugupan ini berkurang. Sebelum memulai, aku menghela napas panjang. Rasanya menyatu, gugup juga sedih bercampur.

"Assalamualaikum, selamat pagi teman-teman." Mereka menjawab salamku dengan serentak.

Aku menghela napas panjang.

"Rando pernah bilang 'perpisahan adalah keajaiban yang akan menyadarkan lo bahwa rindu itu ada' dia benar, Rando benar bahwa rindu bukan semata-mata omong kosong. Belum pisah tapi mukanya udah lesu gitu, saya jadi enggak sanggup. Hmm ... Saya bingung mulai dari mana, tapi yang pasti ini terlalu singkat buat saya." Suasana senyap, semua mata tertuju padaku.

"Ada bahagia ada sedih, mereka selalu bersampingan menunggu waktu yang tepat, seperti kita dulu bertemu penuh bahagia sekarang pisah penuh tangis. Tiga tahun yang enggak sengaja saya lalui bersama kalian hari ini harus berakhir, semua harus saya lepas begitu saja meninggalkan kenangan yang sulit buat dilupakan, sebenarnya masih banyak cerita yang ingin saya lalui bersama kalian di sini tapi berpisah adalah sebuah keharusan. Ini tuh bakal jadi the real gagal move on, lebih susah dari pada ngelupain aroma parfum si mantan."

Aku cuma bergurau, aku sebenarnya jomblo dari lahir alias belum pernah pacaran. Tidak tahu peris bagaimana rasanya gagal move on. Terlepas dari itu semua aku cukup senang, ini diluar ekspektasiku-- respon teman-teman sangat baik.

"Setiap hal yang ada di sini adalah candu bagi saya, termasuk buk Elin. Iya, guru cantik idaman siswa Angkara juga guru-guru muda kek Pak Anjas, juga pak Irul, haha. kemarin dia marah sama saya karena enggak ngerjain pr, subhanallah tambah cantik kalo marah gitu. Aduhh, jadi makin susah deh move on nya."

Aku melirik ke arah Buk Elin yang tersenyum malu di antara para guru yang tengah duduk, "Tuh, Buk Elinnya malu-malu," lanjutku menggodanya, beberapa anak tersenyum adapula yang bersiul jahil.

Buk Elin memang cantik juga lemah lembut, pantas saja jika dia dijadikan crush oleh guru-guru muda di sini.

"Buat pak kepsek, tolong pak jangan pasang toa di kantin. Kasian adek-adek gemes nantinya, belum sebulan udah keluar uang aja pergi ke THT," gurauku.

Mereka semua tertawa saat aku menyinggung toa yang dipasang dikantin, toa yang selalu saja memekakkan telinga, yang tidak pernah membiarkan kami makan dan istrahat dengan tenang di kantin.

"Hal sekecil itu yang buat saya susah lupain angkara dan penghuninya. Dulu saya pernah berpikir bahwa tempat ini bukan untuk saya, dari segi apapun sungguh jauh dari keinginan, suasananya yang aneh menurut saya dulu, tapi ajaibnya takdir mampu membuat saya mengerti serta terbiasa akan perbedaan yang ada."

"Banyak hal, banyak warna, banyak cerita di tempat ini. Angkara, guru-guru, teman-teman, ibu kantin, ceritanya akan selalu abadi dalam jiwa, yang terus bersuara lewat cerita nantinya. Terimakasih buat segenap guru atas ilmunya, bimbingannya, juga pengalaman berharga. Untuk teman-teman, jangan bersedih karena inilah takdir kita memang dipertemukan oleh pendidikan dan harus berpisah karena cita-cita. Genggam terus cita-citamu sampai kau meraihnya, doakan semoga kita semua di beri umur panjang agar bisa bertemu kembali. Sekian dan terimakasih. Wassalamualaikum." 

Aku menyudahi ucapanku diiringi tepukan tangan kesekian kalinya, aku turun dengan mata berair menahan sedih. Aldo selaku ketua osis masa itu menepuk bahuku, seperti menyalurkan sebuah semangat menjalani hari-hari dengan segala kerinduan berikutnya.

"Rasanya baru kemarin Rando sama Alan berantem, masuk bk, terus baikan," ujar Ageng memecah keheningan.

Aku tersenyum simpul, kejadian awal masuk sekolah itu kembali berputar dalam otakku.

"Walaupun berisik, tapi suara Agnes nagih uang kas pasti dikangenin nih," tutur Rando membuat Ages mengangguk mantap.

Setelah acara perpisahan selesai, kami sekelas  memutuskan untuk berkumpul di rumah Azzura. Angin sepoi-sepoi menyapa pelipisku, pekarangan rumah Azzura sangat sejuk. Kami duduk dengan keheningan di bawah pohon rindang.

"Ini semua pembelajaran bahwa enggak ada yang abadi di dunia, bahkan cinta sejati sekalipun."

"Roda terus berputar, kalo kemarin lo jadi senior besok jadi junior lagi," timpalku.

"Buat kalian semua, semoga sukses, jangan menyerah, tetap semangat. Temukan cerita hidup yang menarik di luar sana, dan jangan lupain teman-teman. Kalau udah di atas, ingat di atas langit masih ada langit, stay humble ok," ujar Rando, tumben sekali dia sebijak itu kali ini.

Jika ditanya perihal rindu, hal itu tidak akan pernah hilang dari diriku. Dengan segala kenangan yang masih menjadikannya ada, semua seolah berjalan mundur. Aku telah menjelma rindu. Maaf untuk hari-hari penuh kejutan berikutnya, aku kembali mengenang kejadian yang baru saja berakhir.

Walau aku tahu bumi akan terus berputar, warna langit akan senantiasa berganti di tiap sandikala, matahari pun akan berganti bulan saat malam. Namun, tidak ada salahnya 'kan aku kembali menyelami rinduku bersama kalian?

Tidak perlu menguras otak untuk membayangkannya, cukup dengarkan aku bercerita. Jangan menyela dengan pertanyaan 'siapa dia?' cukup pahami bahwa mereka adalah kita dengan jalan berbeda, Ibarat puing yang terpental jauh dan saling menemukan tempat baru.

Akan kuceritakan kembali, sebuah cerita yang terangkai dalam ribuan kata berjudulkan 'Flashback On.'

***

avataravatar
Next chapter