1 •Awal•–

BRUM!

BRUM!

BRUM!

Seorang lelaki memakai baju kaos oblong, dibaluti jaket kulit bewarna hitam tampak sedang mengegas motornya dengan kasar sambil melempar tatapan mengejek pada lawannya.

Dia Satya. lelaki tampan pemilik alis tebal, bibir pink, dagu belah, kulit putih dan bulu mata lentik. lelaki yang digandrungi oleh semua wanita, karena parasnya yang rupawan dan rupanya yang membuat wanita tergila-gila padanya.

Bukan hanya memiliki wajah tampan, dirinya juga dikenal sebagai raja jalanan, atau penguasa jalanan. Namun, Satya tak menggubris julukan itu karena dirinya hanya menuntaskan hobi bukan untuk mendapatkan julukan.

"Liat aja, lo bakal kalah dari gue!" Ucap lawannya dengan penuh percaya diri.

Satya. Lelaki itu tertawa cukup keras sambil memasangkan helm full face kepalanya, "halu lo ketinggian njeng!!"

"Sialan! Liat aja, kita liat siapa yang akan jadi pemenang. Lo atau gue!"

Satya memutar bola matanya malas. Menurutnya lawannya ini sangat bacot plus tingkat kepercayaan dirinya tinggi sekali. Apa ia tak menyadari, selama ini ia selalu kalah darinya. Dan mungkin sekarang akan begitu. Duh.

Tak ambil pusing Satya pun kembali menstarter motornya, saat matanya tak sengaja melihat wanita pembawa bendera sudah berdiri ditengah-tengah mereka. Oke, saatnya balapan dimulai.

"Satu."

"Dua."

"Tiga."

"MULAI!!"

Satya mulai memacu ninja hitamnya dengan sangat kencang meninggalkan lawannya si ninja merah. Yang masih berada dibelakang.

"SATYA SEMANGAT!!"

"SATYA KAMU PASTI MENANG!!"

"ANJIR, PACAR GUE TUH!!"

"ENAK AJA PACAR LO, SATYA ITU PACAR GUE!!"

"GILA! SATYA GAGAH BANGET ANJIR BAWA MOTORNYA. GILA, GILA!!!!!"

"SATYAA AKU PADAMU, AYLAVYU!!!!"

teriakan serta pekikan yang heboh seakan jadi lagu pengiring bagi Satya, untuk lebih semangat memenangkan lomba ini.

Bukannya sombong atau apa tanpa teriakan mereka pun Satya sudah pasti menang. Satya tuh jago kalo soal balapan. Bahkan ia pun sudah beberapa kali menang dari sekian banyak orang, termasuk lawannya yang satu ini. Jordi albares.

Duh, lawan segitu mah kecil. Nggak ada apa-apanya bagi Satya. Anak motor abal-abal kayak dia, pantesnya dimaluin biar sadar diri kalo dia itu nggak lebih dari upil yang nyelip diidung.

Dalam artian. Kecil, bau,  nyelip-nyelip lagi haha. Ya gitu. Satya itu kalo soal ngejek orang nomor satu emang.

Tanpa sadar, Kedua motor itu sudah bersisian menuju garis finish. Penonton yang melihatnya tambah berteriak histeris. Mereka pun sibuk Menerka-nerka siapa pemenangnya.

Ya walaupun mereka tau sih, ujung-ujungnya satya yang akan menang. Tapi teriak-teriak dan caper dikit gapapalah. Kali aja kan nanti di-notice Satya.

Satya menaikkan kaca helm-nya. Menatap geli pada lawannya yang masih berjuang untuk menang. walaupun kemungkinannya sedikit sih. Tapi tak apalah. Satya menghargai perjuangannya.

Good luck, bro!

Ini nih salah satu keuntungan dari menyukai seorang Satya. Udah cakep, pinter, tajir, jago balapan, baik hati lagi. Duh! idaman banget kan. Mereka nggak salah naruh hati deh. Udah sempurna banget pokoknya.

"Semangat amat bawa motornya, santai dikit napa!!" Teriak Satya dari sebrang sana. Ia sangat tenang sekali membawa motornya, padahal ini detik-detik kemenangan.

"SIALAN!! NGEJEK GUE LO, BANGSAT!!"

"Shit! Gue ngomong baik-baik anjeng! Baru juga gue baikin, udah ngelunjak lo. Lo liat! Gue bakal kembali kalahin lo!!" Ucap Satya yang raut wajahnya berubah jadi datar.

Ia pun menutup kaca helm-nya dengan kasar, lalu meningkatkan kelajuan motornya diatas rata-rata meninggalkan lawannya yang sekarang berada dibelakang.

Dannnnnn—

BRUMM!!

Satya lah pemenangnya.

Sorakan serta tepuk tangan yang meriah mengalun indah ditelinga Satya. tak ada momen yang indah selain bisa memperlakukan lawan, terutama Jordi didepan umum.

sebenarnya ia tadi mau ngalah loh. Sumpah. Hanya saja Jordi terlalu ngelunjak padanya. Ia juga tadi ngomong baik-baik. Tapi apa? respon lelaki itu sungguh memuakkan.

Satya melepas helm dari kepalanya. Ia pun menyugar rambutnya yang tampak basah karena keringat. Sesekali merapikan rambutnya yang berantakan dari kaca spion.

Tanpa sadar, aksi satya tersebut dilihat oleh penonton serta fans–nya. Mereka pun berteriak histeris karena aksi Satya sudah menggoda iman mereka. Sialan emang.

"AAAKHHH, GILAAAAA! GANTENG BANGET JODOH GUE!!!!"

"SINI BWANG, ADEK SISIRIN!"

"ANJIR... SUAMI GUE ITU JANGAN DIAMBIL WOYYY!!!!"

"NIKMAT APA YANG KAU DUSTAKAN, GILAA... AYANG BEIB SATYA COOL BANGET!!"

"YA ALLAH MAK, MANTUMU CAKEP BENER!!"

Senyum mengejek terbit dibibir Satya saat melihat Jordi baru saja memasuki garis finish. Dengan percaya dirinya, Satya pun menghampiri. "Baru sampe?"

Merasa terhina karena ucapan Satya, Jordi pun menjawab. "Nggak usah bangga lo! Ini cuma faktor keberuntungan. Lo nggak usah seneng dulu!" Sinis Jordi yang tak suka diremehkan.

"Faktor beruntung ya? Kok kejadiannya berkali-kali sih. Ohhh gue tau! Bearti gue orangnya beruntungan, dan lo orangnya kesialan gitu? Pantes. Gue tadi aja hampir jatuh deket-deket sama lo," ucap Satya seraya mengejek.

Jordi menggeram marah. Demi apapun, ia ingin sekali menghajar Satya sekarang juga. Tapi ia tak bisa.

Bukan. Bukan karena Jordi tak berani. Sumpah bukan. Bukan itu alasannya suwer deh. Hanya saja ia—

Takut.

Lagian, Ia juga tak mau cari masalah. Terlebih lagi Satya itu anak the richest man. Yang keluarganya sangat dipandang. Walaupun Satya yang salah duluan, tetap saja ia yang bakal kena.

Satya Dimata semua orang itu baik. Baik-baik doang. Kalo pun ada buruk, tetep aja masih dipandang baik. Dan kalo pun ia buat salah sama Satya sedikit aja, mungkin ia bisa langsung dilaporkan ke kantor polisi.

Aneh sih. Tapi emang gitu. namanya juga keluarga terpandang.

Jordi juga gak mau kali. Gini-gini ia masih ingin hidup bebas, dan ingin memakan makanan yang layak. Bukan berakhir dan membusuk didalam penjara.

Ditambah lagi, Satya itu jago dalam ilmu bela diri. Ia pernah mendengar pembantunya bercerita kalau Satya itu juaranya boxing.

Macam-macam piala sudah ia dapatkan bahkan mendali sekaligus. Tak cukup sampai disitu, pembantunya juga memberitahu kalau Satya itu sudah menjelajahi dunia dengan berbagai macam kehebatan serta keahliannya.

Lah, pikir aja seberapa terkenalnya Satya. Bahkan pembantu Jordi yang asalnya dari kampung pun tau. Duh, tenar banget kan.

Jadi, dari cerita diatas bisa disimpulkan kalau ingin melawan Satya harus berpikir 100 kali dulu, sebelum bertindak. Karena taruhannya itu nyawa men.

"Apa mau lo?!" Tanya Jordi berusaha menatap Satya tajam. Karena pandangannya sedikit memburam karena keringat dingin terus membasahi dahinya dan mengalir sampai kematanya. Sial! Jordi benar-benar takut saat ini.

"Where is money?"

Tak banyak bicara, Jordi pun langsung melempar segepok uang dihadapan Satya. Nggak kuat kok guys. Dan nggak kena mukanya. Paling dadanya dong. Dan untungnya langsung ditangkap Satya.

"Lain kali gue bakal kalahin lo!"

Satya terkekeh pelan, "gue tunggu masa-masa itu, Jordi Albares"

Jordi mengumpat tak jelas. Tanpa sepatah kata pun, ia pergi meninggalkan Satya.

Btw, Kalian pasti bingung kan kenapa taruhannya duit? Padahalkan Satya udah kaya dari orok wkwk. Canda guys.

Gini yah, Satya perjelas sedikit. Satya emang kaya. Tapi kalo kalian pikir Satya itu kayaaaaaaa bangeeettttttttt. Itu enggak guys. Ngerti kan??

Inget, yang paling kaya itu Tuhan. Dan semua itu hanya milik tuhan. kita mah titipan doang Oke, back to topic.

"MEEHHH! Satya menang lagi dong. Congratss ya bro!!" Seru Rian —sahabat satya— yang baru saja datang. Lelaki itu pun tak segan, menepuk bahu Satya saking bangganya.

"Hmm." balas Satya singkat.

Ya gitu. Satya emang gitu orangnya. Tadi aja bacot banget pas ngomong sama jordi. Pas pindah haluan dan ngomong sama Rian jadi dingin.

Sifatnya emang nggak bisa ditebak. Kadang dingin, cuek, dan kadang bacot. Tapi yang paling penting, yang nggak boleh dilupain Satya itu emosian.

Pancing dikit, auto bogem. Percaya deh. Kalo nggak ya gapapa. Boleh dicoba kok.

"Lo ker—"

BRAK!

"Kampreettt!! Lo ngagetin gue anjir! Setan emang lo!!" Rutuk Rian yang terkejut. Karena kesal laki-laki itu pun memukul perut Surya —sahabat Satya juga. Bedanya ini kurang waras— dengan kuat.

Sabar yan sabar!

Eh! Tunggu bentar. Surya bawa apaan tuh. Kotak? Kotak besar, warna pink lagi. Eh tapi kok isinya banyak banget. ada bunga, coklat, plus surat.

Hemm, keknya Rian tau nih.

"Nih dari fanssss alay lo!! Lebay banget emang. Cuma menang doang kudu dikasih ginian. Untung gue baik makanya gue angkutin. Baik banget kan guee!!" Puji surya.

"Gue heran deh sama lo sat. Kurang apa sih gue sama lo. Perasaan, gue udah ganteng, taji—Eh! nggak terlalu tajir banget sih. Masih tajiran lo. Oke lanjut Bisa balapan, jago baperin anak orang. Lah, kurang apa lagi coba. Bangsat emang! Udah perfect gini dianggurin!" Celoteh Surya kesal.

"Lo nanya kurang apa?" Tanya Satya membuat Surya yang semula kesal langsung mengangguk antusias.

"Iya! Iya! Kurang apaaa, cepet bilangggg?!!!"

"Kurang beruntung."

                            ---oOo---

Seorang gadis mengerjap matanya beberapa kali sesekali menguceknya, saat sinar matahari masuk kedalam retina matanya.

Dengan super ogah-ogahan dan mager ia pun bangkit dan berjalan dengan tujuan untuk mengambil jam weker diatas nakas, yang terletak didekat pintu. Tumben nggak Bunyi, pikir gadis itu.

Gadis itu kembali mengucek matanya, saat pandangannya masih buram.

Maklum baru bangun.

Dirasa sudah cukup normal, ia pun menatap kembali jam weker itu. Seketika matanya langsung membelalak kaget.

Mampus jam 7!

Dengan langkah seribu bayangan gadis itu —Fiona— langsung keluar dari kamarnya dengan berlari menuju kamar mandi.

Udahlah gak usah mandi, ribet.

Fiona tak jadi mandi, ia pun langsung kembali ke kamarnya. Memakai seragam, sepatu, serta menyampirkan tas dengan tergesa-gesa. Setelah itu keluar untuk sarapan sekaligus menemui mamanya.

"Ma! Kok fio nggak dibangun sih. Kan telat jadinya." Omel Fiona pada mama nya.

"Loh, kok mama sih yang disalahin. Siapa suruh coba, semalem nonton drakor sampe jam 2 pagi. Udah diingetin masih aja. Yaudah mama biarin aja. Biar tau rasa" kata Della —mama fiona—.

Fiona mengerucut bibirnya sebal.

Kenapa sih. Apa salahnya coba dari nonton Drakor. Nonton Drakor itu seru tau. Bapernya dapet banget. Apalagi pemain-pemainnya. Ganteng-ganteng hehehe.

"Udahlah, nggak usah dipikirin. Yang penting jangan diulangin lagi. Mending sekarang kamu duduk, terus sarapan,"

"Duh, nanti aja ma. Entar pulang deh. fio udah telat nih, kalo gitu fio pergi assalamualaikum!" Pamit Fiona langsung ngacir keluar.

"Waalaikumsalam!" Jawab Della sambil geleng-geleng kepala.

                             ---oOo---

Mampus gerbangnya udah ditutup lagi!

Dengan langkah cepat, Fiona pun menghampiri pak satpam yang duduk tak jauh dari gerbang sambil menyesap kopi hitamnya.

"Pak! Bisa tolong bukain gerbangnya gak. Fio mau masuk nih!" Ucap Fiona pada pak satpam.

"Aduh. Maaf neng geulis. Bapak gak bisa bukainnya, neng kan udah telat jadi nggak boleh masuk."

"Bentar doang kok pak, gak lama. Lima menit juga gak sampe. Bukain yah, yah," Pinta Fiona sambil mengedip-ngedipkan matanya manja.

Ini nih, salah satu kelebihan Fiona. Bisa mengelabui orang melalui kedipannya. Orang yang melihatnya pun langsung luluh dan menuruti kemauannya.

Makanya. Punya muka cantik itu manfaatin. Jangan jadi pajangan doang!

"Tapi neng—"

"Biarin dia masuk pak!!"

"Nah gitu. Dari tadi kek, kan gak harus deb—Eh!!"

Tunggu-tunggu. Suaranya kok kayak kenal ya. Kek nggak asing gitu. tapi Siapa ya? Duh Fiona lupa lagi. Eh! Itu bukannya suara bu Farida yah. Guru terkiller disekolah.

Mati lo fio!

"Ayo neng masuk!" Ucap pak satpam.

"Eh Iya pak makasih. Makasih banget loh udah bukain gerbangnya" jawab Fiona sambil mencuri-curi pandang pada Bu Farida yang sudah menatapnya tajam.

Anjir! Tatapannya tajam banget, bet. Kalo tau ujung-ujungnya ketemu Bu Farida, mending fio kabur aja tadi. Bego banget sih!

"Kenapa telat?" Tanya Bu Farida penuh intimidasi.

"Ah! Ituuu, Anu—kesiangan Bu!"

Fiona nggak bohong loh, dia jujur. dia emang kesiangan. Kesiangan dalam arti, keasyikan nonton Drakor sampe lupa tidur. Hehe.

"Ini terakhir kalinya ya Fiona kamu telat. Kalo besok masih, terpaksa ibu panggil orang tua kamu kesini. PAHAM KAMU!!" Pekik Bu Farida.

Fiona meringis, menahan nyut-nyutan didaun telinganya. Gimana enggak, Bu Farida itu teriak didepannya. Kalo teriak suaranya bagus mah enak. Lah ini toa masjid aja kalah. Udah nggak enak melengking lagi.

Lagian ini kali pertamanya ia telat. Baru juga sekali udah lebay banget. Pakek panggil orang tua lagi. Dasar.

"Kamu paham nggak, hah?! Ditanyain malah bengong. Mikirin apa kamu. Mikirin jemuran belum diangkat?!"

Salah satunya sih.

"Ah Iya. Eh, enggakkk!! Ma—maksud Saya paham Bu, pahamm!!"

"jangan ngomong doang, ibu butuh kepastian. butuh bukti!"

Eh! Kok bucin sih!

"Iy—"

"Sudah, mending sekarang kamu pergi terus pel koridor kelas. Ingat! Sampe bersih, jangan ada noda serta debu yang menempel. Sedikitpun jangan!"

"Se—seluruh koridor Bu?" Tanya Fiona memastikan.

"Ya iyalah. Pokoknya kamu harus pell dari koridor kelas 10, 11, serta 12. Ngertii??"

"Tapi—"

"Ngerti gak kamuu?!"

"Iyaa Bu!"

Aelah. Apes-apes! Telat sekali, hukuman berkali-kali. Mampos!

Fiona pun langsung pergi menuju ruang kebersihan. mengambil pel-an, ember, serta pewangi lantai. Gadis itu kemudian pergi menuju kamar mandi untuk mengambil air. Lalu kembali dengan alat-alat yang lengkap.

Sebelum melakukan aktifitasnya, fiona merenggangkan otot-otot tangannya terlebih dahulu.

Oke, jadi babu disekolah check!!!

Fiona pun mulai mengepel, dengan super malas dan ogah-ogahan. Bukan apa. Hanya saja ini masih pagi loh. Masa iya udah disuruh-suruh. Kan nggak banget.

"Kampre—"

BRAK!

Eh anjir!!

Cepat-cepat Fiona mengalihkan perhatiannya. Detik itu juga matanya membelalak kaget. Menatap nanar pada ember pel-lan nya tumpah. Dengan air yang berceceran kemana-mana.

Apa-apan?!

Fiona naik pitam. Menatap sang pelaku yang dengan santainya pergi tanpa rasa bersalah.

"WOYYY!!!!"

Langkah laki-laki itu terhenti beberapa saat. Baru setelah itu ia menoleh dan menatap Fiona tanpa ekspresi.

Fiona terpaku ditempat. Menatap kagum pada ciptaan Tuhan yang sangat indah, tepat didepan matanya. Benar-benar indah.

Ganteng banget anjir!!

"ngomong sama gue?"

"Hah, apa?  Eh!! Yaiyalah. Ngomong sama siapa lagi coba, kuntii?!!" Sewot Fiona baru tersadar.

Oke Fiona, sabar.

"Situ rabun apa gimana sih!! gak liat apa disana ada ember segede Gabon?!!!"

Dibilangin sabar!

Alis lelaki itu tertarik keatas. Merasa tak percaya pada gadis didepannya ini, "ngomel??"

Kampret!

"Enggak, ketawa. hahahaha!!" tawa Fiona dibuat-buat.

"gaje!"

"anjir! pokoknya fio gak mau tau, ambilin air yang baru. titikkk!!" Perintah Fiona sambil bersidekap.

"Berani banget lo! Gak tau lo, siapa gue??" Sewotnya tak suka.

Sabar sat. Inget! Dia cewek. Seperti kata mama lo. Cewek itu harus dilembutin bukan dikasarin.

Tapi masalahnya nih cewek udah dilembutin minta dikasarin. Cari mati emang!

"Ck! Ambil air aja, susah banget sih. Berani berbuat berani tanggung jawab dong. Udah sana ambiiil!!"

Satya mendengus kasar. nih cewek siapa sih. Nggak tau apa, lagi berhadapan sama siapa

"Berani lo?!"

"Ya iya, kenapa? Mau ngapain hah, Fio nggak takut kok." Tantang Fiona sok berani.

Oke Satya. Tunjukkan pesonamu!

Satya. Lelaki tampan itu berjalan mendekati gadis itu. Gadis yang telah membuatnya kesal setengah mati. Gadis yang untuk pertama kalinya, berani melawannya.

Gadis dengan mulut ember, cerewet, judes, tukang suruh-suruh, ngomongnya gede lagi. Dengernya aja bikin kuping sakit.

"Ngap—ngapain sih!! Jauh-jauh sana!!" Bentak Fiona mendorong dada bidang Satya yang mendekat.

Sial! Kenapa ngomongnya jadi gagap sih. Kan ketauan banget kalo lagi gugup.

Btw, bunyi jantungnya kedengaran nggak ya??

Ya, Fiona akuin saat ini jantungnya entah kenapa berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Kek mau copot gitu.

"Siapa suruh lo ngomong?" Tanya nya. Wajah lelaki itu sangat dekat dengan wajahnya. Tinggal maju dikit aja dan—

Ish mikir apa sih!

Jangan sampe! Jangan sampe!

Pokoknya ga boleh!

"Yaaaaaa, ya fio sendiri lah. Emang ada yang ngelarang?!" Balas Fiona perlahan-lahan memundurkan kepalanya.

Oke-oke Jantung pliss. berhenti berdebar. Berdebar sih boleh. Tapi jangan terlalu kenceng.

Ini Fiona malu loh kalo sampe didenger oleh orang didepannya. Ralat. Dihadapannya. Entar dia ge-er lagi.

Satya menatap gadis didepannya begitu lekat dan dalam. Sial. Kenapa ia terbuai dengan mata indah itu. Mata bewarna coklat terang yang teduh dan menenangkan.

Fiona yang ditatap langsung memalingkan wajahnya. Entah kenapa ia malu sendiri ditatap sedalam itu.

Kok. Makin berdebar sih??

Satya menggeleng, mengenyahkan pikirannya yang melenceng kemana-mana. Ia pun mencengkram lengan gadis itu, "liat gue!!"

"Gak!"

"Liat gue!!"

"Nggak!!"

"Shit!! Lo tuh yaa, lo—" Satya menghembuskan nafas gusarnya. Males banget anjir berantem sama cewek. Sialan emang.

"Istirahat temui gue di gudang. Satu detik lo terlambat, hukuman besar menanti lo!!" Tegas Satya. Laki-laki itu pun segera menjauhkan tubuhnya dan pergi.

Fiona menghembuskan nafas leganya setelah laki-laki itu pergi. Gila! Deket laki-laki itu bikin ia spot jantung.

Dan, maksudnya apaan tadi. Nyuruh pergi ke gudang. Ngapain coba? Nggak jelas banget.

Dipikir Fiona mau apa, nggak ya. Sekalipun itu dapet hukuman. Emang dia siapa berani nyuruh-nyuruh dan kasih hukuman. Kepala sekolah? Guru? Penjaga sekolah? Atau ibu kantin? Bukan kan. Udah sih gak usah diladenin.

"Heh, kamu!!"

Fiona tersentak. Ia pun menoleh dan Menatap guru yang baru saja memanggilnya.

"Saya pak," tunjuk Fiona pada dirinya.

"Iya kamu siapa lagi. Kamu tadi liat anak laki-laki nggak lewat sini. wajahnya ganteng, hidungnya mancung, alisnya tebel, bulu mata len— kok saya jadi muji gini ya. Pokoknya kamu liat nggak?" Tanya pak Tersebut.

Fiona tersenyum penuh arti. Oh pak ini lagi cari kakak kelas gila tadi. Oke, fiona waktunya balas dendam.

"Ah, liat banget pak liat. Dia tadi pergi kearah sana, Kejer pak jangan sampe lolos. Keknya dia mau lari deh" Tunjuk Fiona kearah jalan dimana lelaki itu pergi.

Sukurin! Dikira enak apa nahan nafas, sampe deg-degan Deket dia tadi. Nggak enak tau. Rasain tuh, rasain. Fiona dilawan.

"Oh iya yah. Yasudah makasih. Btw, kamu cantik loh, kalo kamu seumuran saya udah saya kawinin kamu" ucap pak tersebut sambil mengerlingkan matanya, kemudian pergi.

Fiona mengedip-ngedipkan matanya beberapa kali. Berharap salah liat. Namun tidak.

Gila ini pak. Udah punya bini masih aja genit.

"Ih geli!"

                             ---oOo---

"Kantin cuy! Cacing gue udah pada demo nih, minta jatah makan! Kuy lah!!" Seru seorang gadis yang duduk disebelah Fiona.

Ah iya kalian pasti tidak tau kan siapa gadis itu. Oke kenalin. Dia Anggita felicya, yang biasa dipanggil Anggi. Bestii Fiona. Terbaik malah. Cantik, baik, pinter? Ah, nggak terlalu lah masih pinter Fiona. Cerewet, centil dan sedikit emosian. Sedikit ya. Nggak banyak-banyak.

Gadis itu juga penyuka jepitan loh.

Kemana-mana harus pakek nggak boleh enggak. Sekarang aja lagi pakek. Warna pink malah. Dua lagi. Disebelah kiri dan kanan.

Dikamarnya, lebih tepatnya dilemari.  banyak banget jenis jepitan. Panjang, bulat, kotak, segitiga. Semuanya ada. lengkap malah. Dijamin deh.

Oke, back to topic.

"Yaudah yuk!" Balas Fiona. Anggi mengangguk dan segera mengandeng Fiona keluar.

Setibanya di kantin, mereka pun mulai mencari-cari tempat duduk. Dan ketemu. Tanpa berlama-lama takut ditempati orang mereka pun menghampirinya.

"Lo mau pesen apa?" Tanya Anggi, sambil menarik kursi untuk ia duduk.

"Hem, milk shake boleh, samaaaa— aww!!"

"Ikut gue!"

Tiba-tiba seseorang datang, dan menarik paksa pergelangan Fiona dengan kencang. Lebih tepatnya sih narik terus diseret.

Fiona diam? Oh jelas tidak. Gadis itu saat ini sedang berontak dan tak diam. Malah jadi seperti kek cacing kepanasan.

"Lepasin nggak! Lepasin!!" Ronta Fiona. Gadis itu pun Menggoyang-goyangkan lengannya agar terlepas dari cekalan Satya. Ya, laki-laki gila itulah yang menariknya. Mana kuat dan kasar banget lagi.

Nggak punya hati emang!

Oke, mungkin bagi Satya itu nggak kuat. Tapi bagi Fiona ituloh kuat banget. Mana cekalannya kenceng. Kemungkinannya kecil banget untuk terlepas.

"Lepasin woy, lepasin!!!"

Satya diam tak membalas. males beradu mulut sama si cerewet. Bukannya apa, Satya dari tadi nahan loh. Nih cewek berisik banget sumpah. Nggak capek ngoceh mulu.

Satya tersenyum smirk. Laki-laki itu ada ide, ia pun tiba-tiba berhenti. Membuat gadis dibelakangnya yang masih melangkah langsung bertabrakan dengan punggung tegapnya.

Satya. Lelaki itu tersenyum tipis. Geli denger ringisan gadis dibelakangnya yang sepertinya kesakitan.

"Woy!! Kalo mau berhenti itu ngomong dong. Nggak liat fio—"

"Kapan?"

Fiona mengernyit tak paham, "kapan apa?"

"Kapan lo berhenti ngomong," sambungnya sambil berbalik badan.

Anjir!

"Apa sih, gak jel—Kyaaa!!!" refleks Fiona menjerit tiba-tiba. Saat Satya. Lelaki gila itu mendorongnya Kedinding belakang dan memojokkannya.

Astaga, mau ngapain nih!

Fiona merendahkan tubuhnya saat pucuk kepalanya tak segala menyentuh bibir laki-laki itu.

Wait! Jadi pucuk kepalanya dicium?!

Dicium nggak sengaja sih. Oke, jangan berlebihan. Itu hanya kecelakaan.

Dengan gemetar Fiona membentak, "Minggir!!!!!"

"Gak!"

"Ck! Yaudah lepasin aja!!"

"Apanya?"

"Tangan"

"Tangan gue nggak ngapa-ngapain kok,"

Astoge!!

"Bukan, maksudnya cekalannya," ucap Fiona merendah. Dia sudah kehabisan tenaga untuk meladeni Lelaki gila yang sayangnya tampan dihadapannya saat ini.

"Berdiri" suruhnya.

"Udah"

"Yang bener!" Tegasnya.

Fiona menggeleng, "enggak."

"Mau gue apa-apain lo?"

Refleks Fiona Langsung berdiri. Dengan posisi kepala menunduk. Takut-takut pucuk kepalanya kembali tercium lagi. Atau gak, jidatnya. Kan tinggi Fiona cuma sebatas bahunya doang.

"Liat gue!" Suruhnya lagi.

Mau ni orang apaan sih! Tadi nyuruh berdiri. Sekarang liat dia.

Walau begitu, Fiona tetap mendongak.

Ia pun bernafas lega, karena Satya memberi jarak pada wajahnya.

Dengan perlahan, Fiona mulai menatap bola mata satya. Dan ya. Mata mereka bertemu. Mereka saling bertatapan cukup lama, sampai satya. Lelaki itu mengeluarkan suara beratnya.

"Lo telat,"

Fiona mendengus, apaan telat. Orang dia emang ga mau datang kok.

"Masih inget ucapan gue pagi tadi??" Tanya Satya. Ya, tentu Fiona ingat. Lelaki itu berkata kalau dia sampai terlambat, dia akan mendapat hukuman atau mungkin Masalah. Maybe. Fiona rada-rada nggak denger gitu. Ah, bodo amatlah fiona gak perduli.

"Jadi cewek gue!"

WHATTTT?!!!

MAKSUD NIH ORANG APA SIHHHH, MAENN NEMBAK-NEMBAK ANAK ORANG AJAAA!!!!

"Gak jelas banget. Fio—"

"Itu hukuman lo,"

"Apa-apaan!!! Gak ada. Fio gak—" refleks fiona memejamkan matanya. saat tangan kokoh Satya dengan kasar ia taruh disamping kepalanya. Ya, lelaki itu mengunci pergerakannya. Dan sekarang Fiona tak bisa melakukan apa-apa selain bernafas.

"Mau ngebantah?"

Fiona menggeleng. Dia harus diam dan mengalah. Hanya itu jalan satu-satunya agar terbebas dan kabur dari laki-laki gila dihadapannya saat ini.

"Jadi?"

"Ap—apa?"

"Buka mata lo!"

Karena takut, Fiona pun mulai membuka matanya. Ia pun membalas tatapan Satya.

"Siapa lo sekarang?" Tanyanya. Dengan berat hati Fiona menjawab, "pac—pacar kakak"

Satya tersenyum smirk. Laki-laki itu pun melepas kurungannya. menepuk pucuk kepala Fiona Dengan tangan kekarnya.

"bagus," Ucapnya bersamaan dengan langkah kakinya pergi.

Fiona menatap kepergian Satya dengan berdecih. Tuh orang gila apa ya, maksa Fiona jadi ceweknya. Cinta itu didasarkan karena sebuah perasaan cuy, bukan karena paksaan.

Lah ini, boro-boro punya perasaan. Cinta aja kagak. Yang ada benci, kesel, marah. Jadi satu lah pokoknya.

"Gila!" Umpat Fiona.Tak ingin berlama-lama Fiona pun langsung pergi menuju kantin.

Sesampainya di kantin. Ia mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Anggi. Dan ya. Ketemu! Langsung saja Fiona menghampiri dengan muka ditekuk. Ia masih kesel dengan ucapan Satya tadi.

"Gik!!! fio—"

"Lo dibawa kak Satya kemana anjirrr?! Gilaa!! Gue juga pengen. Fikss lo harus cerita sama gueee!!" Ujar Anggi menggebu.

"Ap—apa sih!! Fio—"

"Lo pasti ada hubungan kannn sama kak Satya?? Ngaku gak lo??! Gila sih, kaget banget gue. Mana kak Satya ganss banget tadi duhhhh!!!"

"Hub—hubungan apa? Fio gak ada hubungan apa-apa kok." Gugup Fiona.

"Serius???"

"Ya—ya iyaa."

Bukannya Anggi tak percaya. Cuma kurang puas aja denger jawaban Fiona. Oke, mari kita korek lebih dalam lagi.

"Serius lo, atau lo—"

"Udah deh, gak usah bahas dia mulu. Gak laper apa, ngoceh mulu dari tadi!!" Sela Fiona mengomel.

Bukannya apa. Hanya saja, kalo pembahasan ini terus dilangsungkan Anggi akan lebih banyak bertanya. Dan pastinya lebih banyak bacot. Fiona males dengerinnya.

"Iya-iya. Ngomong Santai kan bisa sensi amat lo! Tuh, milk shake lo. Udah Gue pesenin!"

Fiona mengangguk, dan langsung menyesap milk shake kesukaannya, "thanks"

"Hmm" jawab Anggi sambil memainkan ponselnya. Palingan buka Instagram. Pikir Fiona. Gimana ya, Anggi itu anak sosmed banget. Apa-apa Instagram. Terus, dikit-dikit upload. Ya gitu.

Fiona menatap lekat Anggi. Apa dia harus jujur ya. Kan nggak enak banget, sahabatan tapi masih rahasia-rahasian. Tapi, Fiona ragu gituloh. "Gik, seandainya fio pac—"

"WHAAAATTT THE— GILAAA!! DEMI APA ANJIR!! GAK PERCAYA GUEE!!!"

Gadis itu pun menatap Fiona dengan lototan matanya, "buka Instagram lo sekarang!!" Perintahnya menggebu.

Fiona mengernyit. Menatap Anggi dengan tatapan aneh. Gila kali.

"Anjir!! Lo denger gue nggak sih. Buka Instagram lo sekarang, cepetttt!!"

"Males," balas Fiona kembali menyesap milk shake nya yang hampir setengah. Ngapain juga coba buka, kalo ujung-ujungnya nggak penting.

BRAKK!

Fiona tersedak minumannya sendiri. Ia pun menepuk dadanya pelan, lalu menatap nyalang Anggi. Nih anak kenapa sih. Tadi teriak, nyuruh-nyuruh. Sekarang apa coba. Gebrak meja.

"Kenap—"

"BUKA NGGAKK!!!" Sela Anggi membentak.

Fiona mendengus. Walau begitu ia tetap menurut dan membuka Instagram nya walau ogah sih. Ia juga nggak liat-liat banget layar ponselnya.

"Nih, udah kan. Terus apalagi? Banting?!"

"Liat layar hp lo!!"

Lama-lama si Anggi, mirip sama kakak kelas gila itu ya. Tukang suruh-suruh. Ya, Satya.

Fiona tau namanya aja sih, yang lainnya nggak tau. Lagian dia nggak kenal-kenal banget kok. Napa bapaknya aja nggak tau.

Dengan malas Fiona menatap layar ponselnya. Detik itu juga matanya membelalak kaget.

"Hah?!!!"

                                ---oOo---

avataravatar