21 Beauty And The Beast

Dalam hati Melia bersyukur karena acara makan siang kali ini hanya akan berlangsung sebentar. Bobby harus segera menjemput kakek neneknya di bandara. Dan ia bisa segera berbelanja. Kali pertama dia bisa shopping sendirian.

"Hai guys," Bobby memberi salam pada teman-temannya. Mereka bertemu di sebuah restoran dalam Mall Indonesia Grande yang cukup berkelas. Melia hanya sekedar tersenyum, lalu duduk tanpa mengucapkan apa-apa.

"Widiw, beauty and the beast akhirnya nyampe," kelakar Caesar, sahabat Bobby.

"Anying lo, lo kata gue buruk rupa," Bobby melemparkan napkin ke wajah Caesar.

"Gue kan Meteor Garden, cowok tajir sama gadis miskin," lanjutnya tanpa peduli perasaan Melia.

Hal inilah yang sering membuat Melia muak dengan Bobby. Seringkali saat bersama teman-temannya, ia membanggakan diri berhasil mendapatkan kekasih cantik karena uang. Dia tak peduli dengan harga diri wanita yang bersamanya.

"Gue bukan cewek miskin, and by the way, Meteor Garden itu cowoknya ganteng, ceweknya biasa aja. Kita kebalikan," Melia mencoba membalas komentar pedas lelaki bertubuh tambun yang duduk di sampingnya.

Yang dibalas memandang dengan tajam ke arahnya. Baru kali ini Melia melontarkan kalimat pedas. Biasanya ia hanya diam dan tetap tersenyum saat Bobby berbicara seperti itu.

Gue tendang lo, baru tau rasa. Tunggu aja, gerutu Melia dalam hati.

"Hahaha, ulu ulu ulu. Si cantik mulai berani bersuara," goda Caesar lagi.

Restoran ini sering sekali mereka kunjungi. Masakan dari daging bebek menjadi andalan rumah makan ini. Ya, sesuai dengan namanya "The Duck King". Melia juga cukup menyukai makanan di sini. Literally tidak ada yang tidak enak, walau porsi kecil dan harga yang terbilang cukup mahal.

Bobby and the gank sangat gemar menu bebek. Jadi jangan ditanya berapa porsi yang dipesan mereka.

Terlihat waiter menghampiri meja dan memberikan buku menu. Mereka duduk berlima. Caesar, Peter, Erik, Melia dan Bobby yang datang paling belakangan.

"Cewek kalian pada nggak ikutan?" tanya Melia, karena biasanya mereka berdelapan dengan kekasih masing-masing.

"Pada sibuk," jawab Peter singkat.

Mereka kemudian memesan menu makan siang mereka.

"Gue ke toilet sebentar," Melia beranjak dari duduknya dan menuju toilet mall yang kebetulan berada tidak jauh dari tempat makan.

"Si cantik mulai berani nyela lo tuh. Awas lo, bisa-bisa dia pergi," Peter mengingatkan sahabatnya.

"Mana bisa dia pergi dari gue. Dia butuh credit card gue," jawab Bobby membusungkan perutnya dengan sombong.

Melia kembali dari toilet bersamaan dengan waiter mengantarkan pesanan mereka. Duck barbeque with honey sauce, bebek madu charsiu, soup kepiting jagung, udang goreng mayonaise dan tumis baby pokcoy favorit Melia. Semua tentu dobel porsi karena mereka berlima.

Setelah makan sambil berbincang santai, Bobby pamit pada teman-temannya karena harus segera ke bandara.

"Lo mau belanja di sini atau gimana, Beib?" tanya Bobby pada Melia.

"Di sini aja nggak papa, lo cabut aja daripada telat jemput," usir Melia dengan halus. Sudah muak dia dengan kelakuan dan perkataan si tambun.

Tunggu saja, besok gue harus berhasil menggaet Levy, tekadnya dalam hati.

Bobby meninggalkan Melia bersama sahabat-sahabatnya.

"Kalo bosen sama Bobby, pindah ke gue boleh lho, Mel," rayu Caesar sembari menaikturunkan satu alisnya.

"Nggak ada kandidat yang lebih bagus ya?" balas gadis itu tajam.

Tiga lelaki itu tertawa mendengar jawaban Melia.

"Widiw, nakal lo ya," Caesar terkekeh-kekeh.

"Harus dong. Kalau cowok itu makin kaya makin nakal, kalau cewek kebalikannya. Makin nakal makin kaya," tegas Melia.

"Udah ya, gue mo belanja dulu," lanjutnya sembari melambaikan tangan dan meninggalkan gerombolan si berat.

Empat lelaki itu memang layak dijuluki gerombolan si berat, karena semua bertubuh tambun, sebagai hasil dari kegemaran mereka bersantap.

Melia mulai mencari gaun yang tepat untuk dikenakan pesta besok. Dia fokus pada rencana itu, baru akan berbelanja yang lain.

Setelah masuk ke beberapa butik, akhirnya ia menemukan baju yang tepat milik perancang ternama, Iyan Gunawan.

Dipilihnya gaun berbahan satin warna hitam dengan belahan dada cukup rendah. Bagian belakang menampilkan kulit punggung membentuk huruf V hingga pinggang dan hampir menyentuh titik belahan pantat.

Gaun ini terlihat sangat seksi ketika dikenakan. Bahan satin membuat lekuk tubuh terpampang nyata dan mampu mengekspose dada seksi Melia. Dia yakin bahwa lelaki normal tentu akan kesulitan menelan ludah mereka sendiri ketika melihatnya.

Tapi gaun ini terlalu pendek. Dua puluh sentimeter di atas lututnya.

Melia mengambil telepon genggamnya.

"Hai cinta, what happen? Tumben video call siang-siang," teriak Imelda di seberang sana.

"Gue lagi nyobain gaun buat besok. Gimana menurut lo?" Melia mengarahkan kamera telepon genggam ke arah cermin di depannya.

"Wuih, you look so hot, Babe. Bungkus," kata Imelda.

"Tapi nggak terlalu seksi, Mel? Liat tuh paha gue. Gue takut keliatan murahan," Melia mengarahkan kamera ke bagian kakinya di cermin.

"Nggak lah. Itu seksi tapi nggak murahan. Suer. Gue jamin jakun si Levy bakal naik turun dengan cepat," Imelda tertawa geli membayangkan pria incaran Melia menahan gairah yang pasti ingin meledak-ledak.

Imelda mengakui bahwa Melia sangat cantik dan seksi. Bahkan ia yang seorang wanita saja bisa mengatakan hal tersebut, apalagi para pria terutama yang memiliki gairah tinggi seperti Levy.

Membayangkan Levy juga membuat Imelda basah, eh bergairah. Tapi sayang, tidak mungkin seorang pria setampan dan seseksi itu bisa ia dapatkan. Jadi dia cukup puas kalau Melia bisa jadian. At least, bisa mendengarkan cerita keganasan lelaki itu di ranjang dari mulut sahabatnya ini.

Cukup ngebayangin kalo gue yang jadi Melia bercumbu dan bercinta, Imelda tersenyum sendiri dengan lamunannya.

Melia akhirnya membeli gaun tersebut beserta sepatu high heels 15 sentimeter sebagai pelengkap.

Wait, kalung, cincin, gelang, anting belum, Melia teringat bahwa ia membutuhkan aksesoris untuk menyempurnakan penampilannya.

Gadis itu segera ke toko perhiasan di mall yang sama dan menemukan beberapa yang sesuai. Dia tidak jadi mengenakan kalung karena ingin dadanya terekspose sempurna. Akhirnya memutuskan untuk memilih sebuah bros berbahan platinum, dihiasi kristal-kristal putih berukuran kecil sehingga nampak mengkilat dan menyolok dengan gaunnya yang berwarna hitam. Aksesoris ini tentu akan membuat pandangan orang lebih tertuju pada belahan dada.

I will be a very naughty girl tomorrow, untuk Levy, tekadnya.

Levy menjadi target utama dalam hidupnya kali ini. Bahkan Melia tidak keberatan jika harus menikah dengan pria itu.

Aduh, iya dong Mel. Siapa yang bakal menolak pria seperti dia? Author juga mau.

Ah, besok ketemu Arga. Kudu siapin baju cantik and girly yang bikin dia terpesona, Melia menepuk jidatnya walau tidak ada nyamuk yang menempel.

avataravatar
Next chapter