webnovel

Slow Kill Party (Ch2) Benteng dan Peluru?

Siang hari di kantin akademi. Kurosaki dan Reina sedang memilih tempat duduk, untuk menunggu Akane dan Cherry yang sedang mengambil bekalnya.

Kurosaki menunjuk meja yang berada di dekat jendela. "Bagaimana kalau disana?"

Reina melihat Kurosaki dengan tatapan bingung sebelum menjawab. "Boleh."

Mereka duduk dan meletakan makanan yang telah dibeli. Mereka tidak menyentuh makanan itu, karena Akane dan Cherry belum datang.

Saat menunggu, Kurosaki menyadari kalau Reina memperhatikan dirinya dengan sangat detail, dan bertanya, "Ada apa Reina?"

Reina terkejut mendengar ucapan Kurosaki. "Eh, ah ... Maaf."

"Hmm?" Kurosaki memiringkan kepalanya, seakan bertanya kembali tentang apa yang Reina lakukan sebelumnya.

"Anu ... Aku penasaran kenapa kau menutup wajamu," jawah Reina.

"Oh, aku belum memberitahukannya padamu ya?"

Reina menggelengkan kepalanya.

"Aku memakainya untuk melatih Indra perasaku."

"Sampai bisa mengetahui kalau aku sedang menatapmu?"

Kurosaki mengangguk. "Ya, aku tau kalau aku sedang diperhatikan."

"Hebat ... "

"Terimakasih. Latihan seperti ini memang hal yang biasa dikeluarga ku."

"Latihan seperti ini disebut biasa?"

"Tentu saja. Di keluarga tanker sepertiku, latihan-latihan seperti ini sudah menjadi keseharian. Bahkan,ada banyak latihan ekstrim yang dilakukan oleh anggota keluargaku yang lain."

"Wah ... Aku tidak membayangkan latihan seperti apa yang akan kulakukan jika terlahir di keluargamu."

Kurosaki tertawa mendengar balasan Reina. "Haha, kau sendiri juga melakukan banyak latihan keras untuk masuk ke akademi kan? Hampir tidak ada anak orang kaya biasa yang masuk ke akademi seperti ini."

Reina menyadari meski mata Kurosaki selalu tertutup, ia tetap bisa mengetahui bahwa seluruh barang yang Reina kenakan merupakan barang mahal, yang tidak bisa didapatkan dengan mudah oleh orang biasa.

"Pengelihatan yang mengerikan ... "

Kurosaki tersenyum, menjawab perkataan Reina.

Reina minum, dan mulai berbicara, "Kau benar. Aku menyukai senapan sejak kecil, dan telah berlatih keras sejak lama."

Kurosaki meletakan tangannya dimeja, dan menumpu kepalanya menggunakan tangan kirinya. "Oh, kau mau menceritakannya? Selagi kita menunggu yang lainnya datang."

"Baiklah." Reina kemudian mulai menceritakan masa lalunya kepada Kurosaki. "Aku sudah berlatih menggunakan senapan sejak kecil, setelah aku mendapatkan senapan pertamaku. Saat itu, pamanku yang mengetahui bahwa aku menyukai hal seperti ini, memberikanku senapan sebagai kado ulang tahun. Setelahnya, aku tidak lagi sekedar menonton orang-orang yang berlatih, tapi aku juga mulai berlatih. Karena usiaku yang terlalu kecil, jadi aku mengawali latihan secara mandiri, dengan pamanku yang selalu mengevaluasi hasil latihanku."

"Oh, tuan puteri yang aktif," ucap Kurosaki disela-sela cerita Reina.

Reina melanjutkan ceritanya. "Selebihnya bisa kau tebak. Aku ikut berlatih dengan orang-orang, dan juga tetap berlatih sendiri. Orang tua ku pun mendukung, sehingga mereka selalu membelikanku senapan, jika ada senapan model baru yang lebih canggih rilis di pasaran."

Reina meletakan senapannya di meja. "Dan ini adalah senapan terbaru milikku, yang diberikan oleh mereka sebagai hadiah masuk ke akademi. Senapan ini dibuat secara khusus, berdasarkan permintaan kliennya."

Reina menunjuk ke salah satu bagian senapannya. "Kau bisa melihat namaku tertulis di bagian ini."

Sambil tetap memangku kepalanya, Kurosaki membuka sedikit kain penutup mata dengan tangan kanannya, sehingga mata kanannya bisa melihat tulisan pada senapan Reina.

"Oh, jadi seperti itu warna dan bentuknya. Sangat Indah, cocok denganmu Reina," ucap Kurosaki sambil menutup kembali mata kanannya.

Reina terdiam karena melihat sedikit bagian dari wajah Kurosaki. Ia terkejut saat melihat wajah Kurosaki, seperti Akane dan Cherry ketika pertama kali melihatnya.

"Reina?"

"Ah, tidak ... Aku hanya ... "

Tiba-tiba, dikejauhan terdengar suara yang memanggil, dan memotong pembicaraan mereka.

"Kurosaki! Reina!" Cherry menyebut nama mereka sambil melambaikan tangannya dengan penuh semangat. Terlihat juga Akane yang sedang bersamanya ikut melambaikan tangan, tapi dengan cara yang lebih anggun.

Akane dan Cherry datang membawa bekal makanan mereka masing-masing. Mereka pun duduk bersama dan bergabung dengan pembicaraan Kurosaki dan Reina sebelumnya. Reina akhirnya kembali menceritakan tentang perjalannya sebelum ke akademi, sama seperti hal yang ia ceritakan sebelumnya kepada Kurosaki, dan memperlihatkan senapannya kepad Akane dan Cherry.

Mereka memahami bahwa masing-masing dari memiliki tujuan dan ceritanya sendiri untuk bisa memasuki akademi. Apapun tujuan dan ceritanya, mereka semua memiliki alasan yang kuat, dan sama-sama memiliki keinginan untuk terus berubah menjadi lebih baik. Pertemuan mereka adalah takdir yang akan membawa menuju berbagai hal baru, dan membuka seluruh potensi dalam diri mereka. Semua akan terjadi sesuai dengan waktunya, dan tergantung dengan pilihan apa yang mereka ambil nantinya.