webnovel

First

Dentingan musik dari piano mengalun indah di tengah sibuknya pekerja cafe melayani pelanggan hari ini. Terlihat seorang pria sedang menikmati secangkir kopi sembari duduk menunggu. Sesekali ia mengalihkan pandang dari buku tebal yang sedang dibacanya demi mencari atensi orang yang dinantinya.

Suasana hangat di café ini mengembalikan memorinya beberapa tahun yang lalu. Ia tak mampu menahan senyum. Kenangan itu terlalu indah untuk tidak diekspresikan.

Bolehkah kita kembali ke masa itu?

Flashback on

"Lihat, ini keren sekali, bukan?" Lawan bicara gadis itu hanya menoleh tanpa memberikan reaksi apapun.

"Pencampuran warnanya sangat bagus dan lihat ini, gradasinya juga keren. Iya 'kan?" Lagi-lagi pria itu tak bereaksi bahkan enggan untuk sekedar menoleh membuat gadis itu mendecak kesal, "Kau ini manusia atau robot? Tidak bisakah kau memperhatikanku sebentar? Setidaknya lihat karyaku.."

Tak ada jawaban.

"Yasudah, kalau begitu aku buang saja. Ternyata ini tak sebagus itu." Ambeknya lalu melangkahkan kaki menuju tempat sampah terdekat.

"Kau tak ingin mencegahku?" Pria itu mengalihkan pandangan datarnya dari buku tebal di genggaman menuju binar gadis yang tengah menggantungkan canvas bergambar abstrak diatas tempat sampah itu.

Gadis itu kembali mendengus, "Yasudah aku buang saja." Ujarnya lalu menghentak kaki hingga kembali ke posisi duduknya dihadapan sang pria.

"Aku penasaran, semenarik apa isi buku itu. Kenapa kau tidak pernah mengizinkanku memlihatnya?"

Pria itu menggeleng, "Karena kau tidak akan mengerti."

"Cih, aku sudah besar. Tahun depan aku sudah legal menonton film rated dewasa, kau tau?"

"Sudah bisa membuat menonton film rated dewasa tidak menandakan kau mengerti isi buku ini." Ucap pria itu tanpa sama sekali mengalihkan pandangnya. Sedangkan Gadis itu hanya memutar bola matanya.

"Eh, kau tau tidak? Kemarin ada yang memberiku cokelat."

"Lalu?" Ucap pria itu tanpa minat.

"Tidak ada sih.. Aku hanya memberitahumu. Jadi nanti kau tidak kaget kalau aku punya pacar."

Pria itu hanya mendehem.

"Ahh, aku bosan! Aku tidak tahu kenapa bisa tahan denganmu selama bertahun-tahun sedangkan kau bertahan dengan tumpukan kertas yang 'tak akan aku mengerti' itu. Apa kau tidak memiliki sesuatu untuk diceritakan padaku? Apa tidak ada adik kelas yang mengejar-ngejarmu? Apa tidak ada dosen yang menaksirmu atau sejenisnya? Pasti ada, kau kan tampan sekali!"

Ucapan gadis itu cukup dibalas dengan gelengan oleh pria itu. Ia sama sekali tak tertarik dengan pembicaraan semacam itu. Buku, kopi dan suasana hangat café ini sudah cukup untuk membuatnya bahagia. Ia tak butuh pacar.

Waktu berlalu sangat cepat hingga pria itu menyadari kalau malam telah tiba dan gadis cerewet itu sudah terlelap dengan posisi tak nyaman di kursinya. Kasihan sekali.

"Ayo kita pulang!" Ajaknya lalu sedikit menggoyangkan tubuh gadis itu hingga ia tersadar.

"Kau sudah selesai?" Ucapnya diakhiri kuapan dan peregangan pada kedua lengannya.

Angin malam berhembus cukup kencang hingga keduanya berjalan cepat menyusuri jalanan yang dipenuhi daun. Sang gadis berulangkali menggosokkan kedua tangannya. Salahnya sendiri menggunakan baju tipis dan rok pendek ditengah pergantian musim gugur menuju musim dingin.

"Ben, ini sangat dingin." Pria itu hanya mengangguk menyetujui pernyataan gadis itu, sedangkan sang gadis merasa kesal hingga ke ubun-ubun karena ketidak pekaan pria yang dipanggilnya Ben itu. "Dingin, Ben.." Rengeknya sekali lagi.

Ben menoleh dan gadis itu menunjukkan gesture yang sangat jelas ia menginginkan jas yang melapisi tubuhnya. Dilepaskanlah jas yang melekat di kemejanya lalu ia berikan pada gadis itu.

"Terimakasih~!" Ia melemparkan senyum semanis-manisnya kepada pria itu.

"Tidurlah dengan nyenyak, besok aku jemput."

"Tentu saja. Aku sangat lelah menunggumu bercengkrama dengan buku seribu halamanmu itu."

Ben mengelus gemas puncak kepala sahabatnya itu. Gadis itu benar-benar tidak pernah tumbuh. Ia selalu gadis kecil baginya. "Sampai jumpa.."

Flashback off

"Entah apa jadinya hidupku tanpa bertemu denganmu.."

#TOBECONTINUE