1 Prolog - Swan on Pacific

"Aduh!"

Calvin tiba-tiba saja terjatuh saat dia menarik tasnya dari kabin pesawat. Dia tidak sengaja jatuh di atas seorang laki-laki yang bermata merah. Laki-laki itu tidak membalasnya dengan apapun. Dia tidak kesal, tidak membantu, ataupun hanya memberikan tanda bahwa dia tidak kerepotan atau sebaliknya.

Sementara itu, di belakang Calvin, Alicia tampak bingung dengan aksinya. Baginya, sangat aneh untuk seorang Calvin bisa saja terjatuh dan ambruk di atas orang lain. Selain itu, garis di wajahnya menunjukan kecurigaan.

"Maafkan saya, Tuan." Kata Calvin segera dan bangkit berdiri. "Anda tidak apa-apa?"

Tidak ada jawaban. Pria itu memandang kosong ke bangku depannya.

Seorang pramugari akhirnya mendekatinya karena merasa ada masalah.

"Tuan, tolong kembali ke kursi Anda." Kata pramugari itu.

"Maafkan aku, tapi istriku merasa mual." Calvin mulai mendekati pramugrari itu dan berbisik, "dia merasa tidak nyaman di pesawat."

Tentu saja, Alicia dapat mendengar itu.

"Oh, apakah ada yang bisa saya bantu? Mungkin butuh air hangat? Ekstra selimut? Atau kantung muntah?"

Calvin tersenyum.

"Istriku butuh ke toilet." Katanya. "Dia hanya percaya padaku untuk menemaninya. Kau tahu lah..." Calvin memberikan ekspresi seperti seseorang yang mabuk kendaraan.

"Saya mengerti, Tuan. Toiletnya ada di sana," pramugrari itu menunjukan arahnya, "teman saya bisa membantu Anda nanti. Dan pastikan istri Anda memakai kantung muntahnya."

"Ya, terima kasih." Dengan sopan Calvin langsung pergi sambil menarik Alicia yang sedari tadi terdiam. Sedangkan pramugari itu langsung mengurusi pria pelamun tadi.

Calvin dengan membawa tasnya masuk ke jalur yang sempit sebelum masuk ke toilet. Keadaan ini sangat sesak dan dia tidak dapat bergerak lebih leluasa, bahkan dia merasa kesulitan untuk memindahkan posisi tasnya. Sehingga dia meminta Alicia untuk masuk terlebih dahulu.

"Tuan, apakah ada yang bisa saya bantu?" seorang pramugara melihatnya kesulitan dengan tasnya.

"Tidak, terima kasih." Jawab singkat Calvin. Lalu dia masuk ke dalam toilet bersamaan dengan tasnya.

Setelah menutup pintu dan menguncinya, dia langsung dapat berpapasan dengan Alicia. Dia tidak yakin bahwa ruangan sekecil ini bisa cukup untuk mereka berdua bergerak.

"Bagus sekali, kelas ekonomi." Cibir Calvin sedikit kesal. Dia hanya tidak suka dengan banyaknya orang yang memakai kelas ekonomi untuk penerbangan ini.

Alicia masih saja diam. Calvin tentu saja paham mengapa.

Tiba-tiba Calvin langsung menarik kemeja Alicia hingga akhirnya robek dan menunjukan bagian dada yang tertutup bra dan perut kecilnya. Alicia langsung melototinya karena merasa diperlakukan dengan tidak sopan.

"Maaf." Katanya sambil terus melucuti pakaian robek itu.

Kini Alicia seperti telanjang dada, hanya saja ada bra yang menutupi bagian area pribadinya. Kulitnya yang seputih susu sangatlah lembut dan halus. Calvin bisa merasakannya dengan indra perabanya saat dia melepaskan kemeja tadi dengan kasar.

Lalu dia mengambil sesuatu dari dalam tas. Dia mengambil barang-barang di dalamnya seperti mengobok-obok air di dalam ember. Serasa sudah mendapatkan apa yang diinginkannya, dia menariknya keluar dan memperlihatkannya.

Tanpa berlama-lama, dia memakaikan pelampung tanpa udara langsung ke tubuh Alicia, dan dia juga memakaikan penutup telinga. Kali ini Alicia terlihat seperti orang bodoh. Dia seperti akan mengarungi arus jeram yang tajam di saat musim dingin. Dan jelas saja bahwa itu tidak masuk akal!

Calvin bersiap dengan dirinya. Dia mengambil jaket kulit dan penutup telinga yang berbentuk lebih ramping seperti headset wireless. Ini membuat Alicia kesal karena hanya dirinya yang terlihat seperti badut. Tidak hanya itu, Calvin juga mengambil barang-barang kecil lain di tasnya dan memasukan semuanya ke dalam kantong yang ada di seluruh pakaiannya.

"Dengar, ini yang harus kau lakukan." Calvin memberikan Alicia instruksi sambil menggenggam kedua lengan atasnya. "Peluk tubuhku erat-erat, dan tarik talinya jika kau kehilangan tubuhku."

Sejauh ini, Alicia masih tidak mengerti apa yang akan dilakukan Calvin. Dia tidak akan pernah menyangka bahwa dirinya akan melompat dari pesawat yang sedang melaju kencang.

Yang benar saja?! Menaiki pesawat membuatnya selalu merinding ketakutan apalagi terjun bebas dari pesawat. Bisa-bisa dia mati duluan sebelum sampai ke permukaan.

Setelah Calvin membuka pintu toilet dan berjalan keluar, Alicia menolak untuk keluar. Calvin berusaha dengan menarik tangannya namun dia dapat menahannya dengan memeluk dinding toilet. Dengan ekspresi yang sangat ketakutan, dia bergidik sambil menggelengkan kepalanya.

Seorang pramugara yang menanti mereka di luar mulai bertanya-tanya,

"Tuan, apakah Anda dan istri Anda baik-baik saja?"

Tidak ada balasan. Alicia masih seperti anak kecil yang tidak ingin meninggalkan taman bermain, sedangkan Calvin seperti orang tua galak yang menariknya untuk pulang.

"Nyonya, apakah Anda baik-baik saja?" pramugara itu bertanya kepada Alicia yang raut wajahnya sudah sangat ketakutan.

"Tuan, tolong jangan paksa istri Anda. Dia sangat ketakutan."

Seakan kata-katanya berhasil, Calvin melepaskan cengkeramannya. Pramugara itu merasa sedikit lega.

"Apa-"

"Sayang, aku sudah memberitahumu untuk memeluk tubuhku, bukan memeluk dinding itu. Apakah kau akan menghianatiku?"

Si pramugara sedikit mengambil langkah mundur. Dia juga memberikan kode untuk berhenti kepada teman-temannya yang hendak datang memberi bala bantuan. Dia yakin bahwa sepasang suami istri ini bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.

Alicia menjawabnya dengan gelengan yang cepat.

"Apa kau tidak percaya padaku? Aku selalu menjamin keselamatanmu selama ini." Katanya untuk terus meyakinkannya.

"Kau... kau akan membiarkan orang-orang ini mati." Alicia akhirnya mengeluarkan suaranya. Dia mencoba untuk menutupi rasa takutnya sendiri.

Calvin akhirnya mendesah dengan tidak sabar.

"They will die anyway." Katanya dingin. "Tapi, kau tidak boleh mati di sini."

Seperti sudah tahu apa maksudnya, Alicia merenggangkan pelukannga pada dinding toilet. Baginya, ini terlalu kejam. Tapi dia tidak bisa melakukan apapun. Di dalam pesawat yang sudah di langit saja membuatnya tidak berdaya, apalagi mencoba untuk menyelamatkan diri. Jika Calvin tidak memaksa untuk mengikuti penerbangan ini, dia takkan yakin apakah dia akan selamat.

Calvin menarik Alicia hingga dia memeluknya. Dia mengingatkan untuk memeluk tubuhnya dengan erat, dan Alicia menurut. Setelah semuanya berjalan dengan lancar, Calvin langsung berjalan ke arah pintu pesawat sambil menyeret Alicia.

Para pramugari kebingungan dengan tingkah mereka. Meskipun mereka memiliki masalah pribadi dan mencoba menyelesaikannya tanpa mengganggu penumpang yang lain, tentu saja mereka pantas dicurigai. Apalagi kata-kata kematian yang sempat diucapkan mereka berdua.

"Tuan, sebaiknya Anda kembali ke kursi Anda." Kata pramugara yang tadi. Setelah dia dapat melihat keadaan Alicia dengan lebih jelas, dia terkejut dengan tampilannya.

Calvin menarik sebuah sabuk pengaman khusus milik pramugara dan mengikatnya di sana. Dia membiarkan beberapa orang selamat dalam masalah yang akan dibuatnya, tapi tidak menjamin nyawanya nanti. Ini hanya untuk menenangkan Alicia yang sekarang seperti bayi memeluk ayahnya dengan erat.

Kemudian, Calvin segera menendang pintu baja itu dengan sekuat tenaganya. Itu memang mustahil, tapi dia bisa melakukannya! Pintu itu rusak dan terbuka hingga engselnya putus akibat kecepatan pesawat.

Sebelum angin menariknya keluar, Calvin bisa mengendalikan tubuhnya dengan berlari dan melompat seiring dengan tanda bahaya yang berbunyi di dalam pesawat.

Dia benar-benar meluncur seperti roket. Dengan kepala di posisi bawah agar gaya gravitasi bisa membawanya dengan sangat cepat untuk sampai ke permukaan. Tidak lupa, dia memiliki satu hal yang sangat rapuh untuk dijaga. Di dalam pelukannya, dia melindunginya dengan tekanannya untuk menjaganya dari semua tekanan udara dan gravitasi dalam kecepatan yang sangat luar biasa kencang. Dengan begitu, mereka bisa mendarat tepat di titik tujuan.

Rasanya sangat sakit, apalagi kepala dahulu yang harus mendarat di atas permukaan air laut. Namun, Calvin tetap menggunakan tekanan untuk melindungi kepalanya dan kepala Alicia agar tidak terjadi benturan. Hanya saja, dia menjadi kehilangan kendali sehingga melepaskan pelukannya dari Alicia. Keadaan Alicia juga sama, dia kehilangan Calvin dan merasa sangat lemas.

Adrenalin gila yang baru saja dihadapinya masih membuatnya tidak berdaya. Tubuhnya bergetar hebat dalam ketakutan, di tambah dorongan kuat dari gaya gravitasi membawanya makin ke dasar lautan. Nafasnya yang tak teratur sedari tadi, membuatnya tidak dapat menyimpan oksigen yang cukup. Dia kehabisan nafas, dia tenggelam, dia kehilangannya.

Menyelamatkannya? Alicia merasa bahwa hidupnya akan berakhir sama seperti kedua orang tuanya. Kesadarannya makin lama makin memudar.

Alicia melupakan sesuatu.

Itu yang membuat Calvin harus kembali berenang ke dalam dan meraihnya. Dengan deteksinya, dia mampu menemukannya hampir tidak sadarkan diri. Sebelum benar-benar berakhir, dia menampar Alicia untuk menyadarkannya. Lalu dia menempelkan mulutnya ke mulut Alicia dan memberikan udara ke dalam mulutnya. Di waktu yang sama, dia menarik tali yang seharusnya ditarik Alicia.

Serasa tubuhnya tiba-tiba menggemuk, tubuh Alicia langsung terangkat. Pelampung udara yang sudah diaktifkan Calvin membawa mereka berdua kembali ke permukaan. Alicia terbatuk-batuk saat dia terbebas dengan air laut, begitupun dengan Calvin yang sudah mencapai batasnya. Mereka mengapung di atas lautan entah di mana, dalam kondisi fisik yang kurang bagus.

Ini lebih buruk daripada mati instan.

"Tarik talinya! Aku sudah memberitahumu!" Kata Calvin dengan sedikit berteriak. Nafasnya masih kurang stabil.

Dia masih memegangi pelampung Alicia untuk membantu tubuhnya terbiasa dengan ombak laut yang sedikit menggila.

Alicia yang akhirnya sudah sadar sepenuhnya, langsung menguap dengan cepat seakan pakaiannya dan rambutnya bisa kering seketika.

"Kau gila! Tidak masuk akal! Apa yang harus kita lakukan sekarang?! Berenang ke pulau terdekat?!"

Dengan ujung horizon yang bisa dilihatnya, Alicia tidak menemukan apapun yang dinamakan dengan daratan. Mereka akan mati di lautan bersama ikan-ikan laut dan dimakan ikan hiu!

"Tenang, bantuan akan segera datang." Balas Calvin.

Dia telah berhasil menyeimbangkan tubuhnya sehingga dia bisa melepaskan diri dari pelampung.

Melihat Calvin yang santai dalam kondisi ini, Alicia merasa bahwa dirinya akan baik-baik saja. Namun, suasana di tempat ini sangatlah tidak mendukung. Langit perlahan menggelap dan ombaknya semakin lama semakin menggila. Dia tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan sampai bantuan itu tiba.

Di sisi lain, dia juga melihat Calvin yang tiduran mengambang di atas air. Dia seperti sebongkah kayu yang diombang-ambing oleh ombak air laut.

Ini membuat Alicia sedikit cemas. Dia melihat Calvin seperti sudah terbiasa dengan ini semuanya.

Tiba-tiba Alicia merasakan sesuatu yang sangat besar di dalam air mendekat. Mungkinkah hewan laut yang kelaparan?

"Calvin! Calvin! Ada sesuatu yang sangat besar mendekat!!" Teriaknya sambil berusaha mengejar tubuh Calvin dengan menggerakan semua anggota tubuhnya.

Calvin tidak memberikan respon. Dia hanya merasakan bahwa Alicia seperti anak kecil yang sedang belajar berenang.

"Calvin! Calvin! Benda itu mengarah padamu! Calvin!"

Laki-laki itu bahkan lebih keras kepala darinya.

"Calvin! Calvin!"

.

.

Prolog

Swan on Pacific

avataravatar
Next chapter