webnovel

MALIN KUNDANG

Malin Kundang

Pagi pertama kami di hotel, bangun pagi shalat dan kemudian saat nya sarapan.

"Aku pengen makan lontong, " pinta nya, padahal di hadapan nya ada banyak makanan mewah khas hotel bintang lima.

penyakit ngidam nya kambuh.

"Nanti kita beli, sekarang makan ini dulu ya, aku janji," aku mencoba menenangkan.

Lai memberiku jari kelingking, "janji."

"Iya janji."

"Jari nya mana?"

Aku menghela nafas, ada apa dengan sikap nya hari ini, apa ini yang dinamakan menstruasi. Tidak-tidak, dia kan hamil, lagi-lagi otak nya di kuasai oleh kekuatan ngidam.

Cabang bayi yang menyebalkan.

"Jari nya?" panggil nya sekali lagi.

"Iya iya ni jari, mau berapa mau dua atau empat, jari kaki mau?"

"iii serius dong."

"iya sayang, apa si yang enggak untuk istri cantik ku."

Setelah makan kami akan pergi ke beberapa tempat wisata di kota Padang. Salah satu nya adalah pantai air manis yang disana ada batu menangis Malin Kundang.

Untuk tiba disana kami harus menggunakan kendaraan pribadi. Ini pasti menyenangkan.

# parkiran hotel

"Kok motor??, Mobil nya mana?"

"Kita cuman mampu menyewa motor ini, lagian motor ini bagus kok, motor terbaru dan harganya cukup mahal," jelas ku.

"Kamu lupa kalau aku hamil, nanti kalo naik motor kan terguncang-guncang, kalau bayi nya jatuh gimana?, mau di masukin lagi kan nggak mungkin."

Benar juga apa ia katakan, tapi ini sudah terlanjur di sewa jadi mubazir kan nanti.

"entar aku pelan-pelan deh bawa motornya. kamu akan merasakan sensasi baru kalo naik motor aku yakin, apalagi kita bisa pelukan sembari di terpa angin pokok nya seru."

Lai cemberut, dan cemberut itu semakin membuat ia cantik.

"Janji pelan-pelan ya."

"Iya ayo naik."

"Jari nya mana."

"Iya iya ni jari nya...

***

# di jalan

Lai memeluk ku erat, jantung ku tiba-tiba berdetak kencang, rasa nya ingin pecah karena cinta.

"Sayang cari lontong ya, kan udah janji." pinta nya lagi.

Ku kira ia sudah lupa dengan lontong ternyata tidak.

Ngidam itu berat, bagi suami tidak bagi istri.

"Iya nanti disana ada lontong, yang sabar ya sayang."

Aku terus tancap gas hingga kami tiba di pantai air manis. Pantai yang sangat indah dengan pulau batu di tengah-tengahnya. Namun aku tidak menemukan batu Malin Kundang.

"Kamu lihat batu anak durhaka si Malin kundang sayang?" tanya ku.

"Itu disana," tunjuk Lai jauh ke arah kiri ku.

Kami berjalan menuju batu Malin Kundang. Disana banyak orang-orang antri untuk photo dan Selfie

Ada yang Selfie biasa.

Ada yang Selfie ekstrem, kepala Malin Kundang di injak.

Ada yang Selfie halu, batu nya di cium.

Dan ada yang Selfie kurang ajar, kepala nya di duduki dan itu Laila.

Sejak kapan dia disana.

"Sayang sini kita Selfie sama batu Malin kundang," panggil nya penuh semangat.

Apa yang di lakukan anak itu, "sayang jangan duduk di kepalanya pamali," cegah ku.

"Ini kan cuman batu.

"Iya tapi kan nggak sopan duduk di atas kepala orang."

"Kan cuman batu sayang."

"Iya betul kalau itu batu tapi itu kepala orang."

Lai tersadar, ia ternyata duduk di kepala Om om yang sedang mencium kepala Malin Kundang, "anak kurang ajar," ujar si Om kesal.

"Ma maaf Om dia nggak sengaja," kata ku mencoba menenangkan.

Aku menatap Lai tajam.

"maaf." mulai mewek.

"iya, jangan di ulangi ya, nggak sopan."

"Aku tadi kentut Lo...

Astaga..

***

Kami kemudian photo-photo dengan batu Malin Kundang dengan banyak pose dan gaya.

Pose normal.

Abnormal.

dan banyak pose-pose lain.

Setelah puas photo-photo aku mengajak nya membeli baju wisata Malin Kundang.

Ada banyak jualan baju kaos khas wisata Malin Kundang.

"Aku mau beli ini, ini, ini,ini,ini,ini dan ini, "kata Lai polos.

Tunggu dulu, "Uda ini berapa harga nya satu," tanya ku.

"100 ribu da."

Apa apaan, 100 ribu dan Lai mau beli 5 kaos kan jadi 500 ribu.

"Ini Satu lagi," tambah Lai.

600 ribu semua menjadi 600 ribu.

"Nggak salah da, mahal sekali da" aku merasa tidak percaya.

"Biasa nya aja 150 dan itu udah prom,"" jawab Uda penjual kaos.

Dasar pemakan riba, kau kira aku bodoh ini kan cuman seharga 35 ribu.

Aku menarik tangan Lai dan berniat membawa nya pergi tapi Lai menolak.

"Kita mau kemana?"

"Cari lontong."

"Tapi baju nya..."

"Nggak jadi kita makan lontong aja."

"Aku nggak mau lontong mau nya baju."

"Kita beli di tempat lain disini mahal."

"Nggak mau, mau disini aja."

Aku menatap Lai tajam, sikap nya membuat ku kesal.

"Kamu marah??"

Aku tidak menjawab.

"Sayang, sini sebentar."

Sebuah ciuman mendarat di pipi ku dan kemudian ia berbisik, "aku orang kaya, jadi jangan khawatir dengan masalah uang."

Aku diam mendengar itu, Lai kembali ke lapak baju dan memborong kaos disana.

"Berapa total semua nya?" tanya ku.

"1 juta."

Istri ku yang boros, lain kali aku harus mengajarkan bagaimana cara nya berhemat. Walaupun dia orang kaya tetap hemat adalah sikap baik yang harus di miliki

***

Kami melanjutkan jalan-jalan ke pinggir pantai. Se umur hidup ku tini kali pertama aku menyentuh air laut dan benar rasa nya asin.

"Aasiiiiin.....

Lai tertawa terbahak, "ya iyalah, nama nya juga air laut, kalo manis itu aku."

Garing.

Kami main siram siraman air pantai seperti di film film romantis.

Pokok nya hari ini adalah hari paling bahagia dalam hidupku.

Cinta Tuhan ciptakan agar manusia merasa tentram bersama nya. Ini lah yang sedang aku rasakan.

Tentram

Nyaman

Bahagia

Dan aku katakan aku sangat mencintai mu Laila.

Lepas dari kekurangan dan kenyataan anak di dalam perut mu itu adalah anak orang lain, aku bahagia bisa memiliki cinta dan dirimu.

"Apa aku nggak salah liat, kamu Faul kan," tanya seseorang tiba-tiba.

Aku merespon dan mendapati seorang yang aku kenal.

"Syalma..."

Dia Syalma, sahabat baik ku saat SM.," Kok kamu disini?" tanya ku spontan

"Aku sedang liburan, nggak nyangka aku bisa ketemu kamu lagi, tapi cewek disamping mu ini siapa?"

Syalma, gadis cantik yang sempat membuat aku lupa akan Laila saat itu. Dan dia bertanya siapa Laila, apa yang harus aku jawab.

"Ini istri ku Laila," jawab ku canggung.

"Ya Tuhan, kamu udah nikah?"

"Iya."

"Ya gagal dong, padahal aku mau minta nomor WA kamu loh tadi." godanya.

"Oh WA boleh-boleh ini."

"Aduh perut ku sakit," teriak Lai tiba-tiba.

Aku melihat nya meringis kesakitan, "Lai kamu nggak apa-apa kan, ada apa Lai kok tiba-tiba sakit."

"Bawa ke pos kesehatan di sana Fa," saran Syalma.

"Sayang aku sakit, sakit nya di dada, " ucap Laila lemah.

Dada, tunggu dulu jangan-jangan hati.

Apa dia cemburu?

Aku menatap Syalma, "ma kami pergi dulu ya, kapan kapan kita ketemu lagi."

Aku menggendong Lai di punggung ku. Membawa nya menjauh dari pantai dan Syalma.

Aku tahu Lai hanya pura-pura, ia tidak suka aku dekat dengan Syalma.

"Maaf," kata ku pelan.

Lai tidak menjawab.

"Syalma itu teman baik ku jadi bukan siapa-siapa."

"Apa harus tukaran nomor WA, WA kamu hanya untuk ku titik, hapus semua nomor cewek disana."

"Iya aku minta maaf."

"Maaf di terima."

Aku menurunkan Lai dari punggung ku dan menatap nya lembut, "Sayang."

"Apa?"

"Kamu berat."

"Apa kamu bilang?" Lai naik pitam.

"75 kilo hahaha....

"Awas kamu ya."