1 Kabur

Seorang perempuan dengan setelan kantornya nampak tengah berlari ditrotoar jalan dengan nafas yang tersengal, keringat didahinya saja sudah nampak terlihat dengan sangat jelas dan rambutnya juga sebagian ikut basah karena itu.

Dirinya berhenti sejenak dengan tangan yang bertumpu dikedua lututnya, meraup udara dengan sangat rakus seakan tidak ada hari esok. wajahnya nampak memerah karena lelah berlari dan tercampur dengan emosi yang dirinya tahan sedari dikantor.

Dari belakang, seseorang menarik lengannya dengan erat sampai tubuhnya menghadap kepadanya, Celine yang melihat pelakunya langsung segera menepis tangannya.

"Mau ngapain lagi lu?" tanyanya dengan sangat sengit, Celine amat sangat kesal dengan lelaki yang ada dihadapannya sekarang ini.

Lelaki yang tidak lain adalah suaminya itu tertawa singkat melihat bagaimana keadaan Celine sekarang ini, "Padahal udah diajak tadi sama saya buat bareng, tapi malah nolak."

Celine mendengus mendengarnya. "Gue ngak peduli sama sekali, lu udah bikin gue males tau ngak." Dirinya langsung meninggalkan lelaki itu.

Danny Arka Ganendra, ialah sosok lelaki yang dijodohkan oleh Ayahnya.

Lelaki itu tersenyum tipis memandang punggung Celine yang tengah merajuk itu.

***

Suara denting yang berasal dari garpu dan sendok memenuhi ruangan yang sunyi. Semua orang yang ada diruangan ini pun sibuk dengan makanan mereka masing-masing.

Celine nampak bergerumul dengan isi pikirannya sendiri, ia nampak memikirkan apa yang dikatakan oleh sang Ibu ketika mereka selesai makan.

Yap! sekarang Celine dan Danny tengah makan malam dengan keluarga Celine disebuah restoran mewah dan diruangan privat.

Celine tentu saja malas untuk datang keacara seperti ini jika saja orang tuanya tidak memaksanya untuk datang. Dirinya akan sangat malas jika dibahas mengenai kapan memiliki anak.

Keringat didahinya masih nampak sedikit terlihat sisa ia berlari tadi, namun kejadian tak terduga terjadi. Danny mengelap keringat didahi Celine yang langsung mendapatkan tatapan tajam darinya.

Lelaki itu pasti tengah mencari simpati dari Ayah dan Ibunya, batin Celine.

Ingin sekali rasanya ia menepis tangan Danny kalau saja ia tidak ingat bahwa mereka berdua harus nampak sangat serasi dihadapan kedua orang tuanya.

"Kalian berdua bagaimana rencananya? Masih belum mau punya momongan?" tanya Ibu Celine.

Celine yang mendengarnya langsung menatap sang Ibu dengan wajah malasnya, kesempatan itu ia pakai untuk menyingkirkan tangan Danny dari dahinya.

"Bisa ngak sih pembahasannya yang lain? kayak ngak ada topik pembicaraan aja." Katakanlah bahwa Celine sangat kurang ajar dengan sang Ibu, tetapi dirinya sudah diambang batas kesabarannya.

Sang Ibu menatap tajam anaknya itu, keduanya saling melempar tatapan super tajam.

"Kamu dari dulu selalu ngebantah sama orang tua, Ibu ngomong gini juga untuk kebaikan rumah tangga kamu sama Danny. "

"Aku selalu ngebantah emangnya juga karena siapa? Karena Ibu juga! Emangnya kalian pikir aku mau dijodohin begini kalau bukan karena kalian maksa aku?"

Danny sama sekali tidak berkutik, dirinya bahkan tidak berani untuk sekedar melerai perdebatan Ibu dan anak itu.

Celine sudah nampak sangat geram, dirinya langsung mengambil tasnya dan pergi begitu saja dari ruang makan.

Dirinya berjalan dengan kaki sedikit dihentakan, suasana hatinya sangat buruk sekarang, bahkan jika dirinya disuruh menatap Danny pasti akan dihabisi lelaki itu olehnya.

Tujuannya saat ini adalah tempat super nyaman pribadinya.

***

Celine berhasil kabur dari situasi yang selalu dihindarinya setiap saat, bahkan sang Ayah yang selalu sayang dengannya tidak membelanya sama sekali ketika berdebat dengannya.

Celine tanpa sadar menitikkan air matanya, dirinya langsung mengusapnya dengan sangat kasar.

"Emang dasar Danny sinting!" amuknya dengan suara menggeram.

Bahkan suaminya pun tidak mengejarnya, tetapi itu tidak menjadi masalah untuk Celine karena dirinya sudah berada di appartemen pribadi miliknya yang tidak diketahui oleh siapapun dan hanya temannya yang tau.

Celine merebahkan dirinya diatas kasurnya yang berukuran sedang, ia menatap langit-langit kamarnya dengan sedikit melamun.

"Kenapa mereka harus nempatin gue diposisi kayak gini? kalau gue ngak nikah mungkin masih bisa bebas nikmatin hidup dan ketemu cowo yang gue suka."

TING!

Celine melirik kearah ponselnya yang berbunyi lalu diambil olehnya. Dirinya membaca runtutan pesan panjang itu.

Ditaruhnya ponsel itu dengan kasar dan dirinya menghembuskan nafas dengan sangat kasar.

"Kenapa semua orang ngeselin banget sih hari ini! " teriaknya.

Baru saja mata itu memejam tapi langsung terbuka dengan lebar, Celine lupa mengabari teman seperjuangannya itu.

Dengan cekatan tangannya langsung mencari kontaknya dan meneleponnya. Ia harus menyiapkan aksi kaburnya dengan sangat baik dan jangan sampai gagal dan mengetahui tempat persembunyiannya ini.

"Halo?" kata Celine membuka pembicaraan ketika lawan bicaranya mengangkat panggilan teleponnya.

Lawan bicaranya disebrang sana hanya mendengus mendengar suara Celine.

"Angel, nanti kalau ada yang nyariin gue bilang aja ya kalau lu ngak liat gue sama sekali," rengeknya.

"Lu buat masalah apa lagi sih?" tanya Angel dengan malas.

"Ngak buat masalah apa-apa sih, cuman emang gue lagi pengen sendiri aja dan ngak mau di ganggu."

Angel disebrang sana nampak menganggukkan kepalanya. "Oke, berarti sekarang lu udah di appart? "

"Iya, udah ya itu aja. Pokoknya lu harus inget pesan gue buat jangan spill alamat gue ke orang lain mau itu keluarga gue sendiri, gue mohon banget."

Angel menghembuskan nafasnya pelan. "Iya Celine, gue ngak akan pernah kasih tau siapa-siapa sampe gue mati nanti, jaga diri lu sendiri, besok gue kesana."

Panggilan itu langsung terputus begitu saja kala Celine ingin menjawabnya, Angel memang memiliki kebiasaan seperti itu.

Kini akhirnya Celine dapat merebahkan dirinya tanpa beban sama sekali, memikirkan bagaimana dirinya terjebak didalam satu atap yang sama dengan Danny membuat dirinya sangat muak apalagi melihat wajah songongnya itu.

Celine memegang perutnya yang tiba-tiba bunyi itu.

"Laper, " ujarnya pelan.

Baru saja ia hendak terlelap, namun karena urusan perutnya nomer satu akhirnya ia bangkit dan berjalan kearah pantry untuk segera masak sesuatu yang mampu mengenyangkan perutnya.

***

flashback diruang makan selepas kepergian Celine.

"Jangan bilang biasanya Celine kaya gitu sifatnya sama kamu?" tanya Ibu Celine kepada Danny.

Danny juga tahu bahwa kalau dirinya mengatakan yang sesungguhnya, pasti akan terjadi perang besar antara Ibu dan Anak itu.

"Engga kok, cuma emang Celine sama aku nunda buat punya anak. Celine sendiri juga agak sensi sama pertanyaan seperti yang Mama ajuin ke dia, " jawabnya.

Sang Ayah hanya menatap istrinya itu dalam diam, dirinya tidak berani mengatakan apapun dengan Celine, anaknya.

Tentu saja ia tahu bahwa apa yang dikatakan oleh Danny semuaa bohong, karena pada dasarnya mereka berdua memang tidak mau untuk dijodohkan.

TBC.

avataravatar
Next chapter