webnovel

Chapter -030-

Eita yang sedang berdiri tepat disebelah Yuki kini menatap ragu sebuah bangunan rumah susun yang terlihat sedikit kumuh di hadapan mereka berdua saat ini.

"Yu-kun, apa kau yakin ini rumah yang di beritahu oleh Makashima-sensei?" Tanya Eita dengan nada dan tatapan mata tidak percaya kepada Yuki.

Yuki yang memang merasa sedikit tidak percaya pun kembali membuka pesan yang dikirimkan oleh Kagari kepada dirinya tadi malam.

"Benar senpai, ini kau lihat saja pesan yang Makashima-sensei kirimkan pada ku tadi malam." Jawab Yuki sambil mengulurkan ponselnya kearah Eita.

Eita yang melihat Yuki mengulurkan ponsel kepadaya pun langsung menyipitkan kedua matanya untuk membaca detai pesan yang dikirimkan oleh Kagari kepada Yuki.

"Dalam pesan sensei, kita hanya perlu mencari rumah dengan nomor tujuh, disitulah Tamaki-san tinggal." Ucap Yuki sambil menolehkan kembai kepalanya pada bangunan rumah susun di hadapan mereka saat ini.

Eita yang sudah membaca pesan yang dikirimkan oleh Kagari kepada Yuki pun menghela nafas panjang , jika rumah susun yang berada di hadapan mereka ini adala benar rumah yang tertulis didalam pesan.

"Baiklah, kalau begitu lebih baik kita segera naik keatas untuk lebih memastikan lagi, apakah benar Tamaki Saito-san tinggal di rumah susun ini atau tidak." Ujar Eita yang disetujui oleh Yuki.

Kini mereka berdua pun kembali melangkahkan kaki memasuki halaman rumah susun itu dan menaiki satu persatu anak tangga menuju lantai dua sesuai dengan yang di beritahukan oleh Kagari melalui pesan.

Saat mereka baru saja menginjakan kaki di lantai dua, mereka berdua di kejutkan dengan suara seorang perempuan paruh baya yang sedang berteriak sambil mengetuk salah satu pintu rumah.

Tok.. Tok.. Tok..

"Saito-san! Cepat buka pintu rumah mu! Aku ingin menagih uang sewa mu yang sudah menunggak tiga bulan ini!"

Tok.. Tok.. Tok..

"Saito-san! Aku tahu kau berada didalam rumah! Pengangguran seperti mu pasti hanya sedang tertidur dibalik selimut!"

Tok.. Tok.. Tok..

"Saito-san! Saito-san!"

Tok.. Tok.. Tok..

Yuki dan Eita yang mendengar perempuan paruh baya itu memanggil nama yang sedikit tidak asing di telinga mereka pun kini saling menolehkan kepala dan menatap satu sama lain.

Tok.. Tok.. Tok..

"Saito-san! Cepat buka pintu rumah mu! Aku tidak akan membiarkan mu menunggak lagi di bulan keempat ini!"

Tok.. Tok.. Tok..

Helaan nafas panjang dan gusar pun Eita hembuskan, dirinya merasakan jika sore hari yang akan dirinya dan Yuki lalui kali ini tidak akan mudah.

Sedangkan itu Yuki memilih melangkahkan kakinya lebih mendekat kearah perempuan paruh baya itu, membuat Eita membulatkan kedua matanya terkejut dan memanggilnya untuk berhenti. Namun Yuki memilih untuk tidak merespon panggilan Eita dan memilih tetap melangkahkan kakinya menghampiri perempuan paruh baya itu.

Eita yang melihat Yuki tetap melangkahkan kakinya menghampiri perempuan paruh baya yang masih berteriak sambil mengetuk-ngetuk salah satu pintu rumah pun mendesah gusar. Karena menurutnya saat ini mereka yang hanya berstatus sebagai seorang murid sekolah tidak bisa terlibat dengan urusan orang dewasa di hadapan mereka ini.

Namun, sepertinya apa yang sedang di pikirkan oleh Yuki saat ini berbeda dengan apa yang di fikirkan oleh Eita. Karena kini Yuki sudah berdiri tepat disebelah perempuan paruh baya yang masih berteriak sambil mengetuk pintu dengan kencang sambil memastikan lagi nomor rumah dan juga nama keluarga yang tertera dibawah nomor rumah tersebut.

'Tamaki Saito'

Yuki menganggukan kepalanya pelan saat dihadapannya kini adalah rumah orang yang sedang dirinya dan Eita cari.

Kini Yuki menolehkan kepalanya kearah perempuan paruh baya yang masih saja berteriak marah.

"Permisi, bibi. Apakah aku boleh bertanya sesuatu kepadamu?" Ucap Yuki mencoba bertanya kepada perempuan paruh baya yang berada disampingnya saat ini.

Perempuan paruh baya yang baru saja ingin kembali berteriak dan mengetuk pintu rumah terintrupsi dan langsung menolehkan kepalanya kearah Yuki dengan tatapan galaknya.

"Hah? Ada apa murid sekolah seperti mu berada di bangunan rumah susun milik ku??" Tanya perempuan paruh baya itu tanpa memelankan nada suaranya.

Yuki menelan salivanya sedikit gugup saat perempuan paruh baya di hadapannya ini bertanya sambil berteriak kepadanya. Karena baru kali ini dirinya melihat secara langsung orang yang sedang sangat marah.

Yuki sedikit menundukan kepalanya sebelum mejawab pertanyaan yang diajukan oleh perempuan paruh baya itu kepadanya.

"Aku ingin bertanya kepada mu bibi, benarkah ini rumah kediaman Tamaki Saito-san?" Tanya Yuki yang langsung membuat perempuan paruh baya itu membulatkan kedua matanya dan kini berkacak pinggang.

"Iya benar! Siapa dirimu?? Apa kau salah satu anggota keluarganya?? Jika benar maka aku harus menagih hutang tunggakan Saito-san kepada dirimu!" Jawab perempuan paruh baya itu kini sudah mengulurkan sebelah tangannya kehadapan Yuki, meminta pembayara.

Eita yang melihat perempuan paruh baya itu sudah salah paham pun langsung melangkahkan kakinya menghampiri Yuki dan menarik tubuh Yuki kebelakang tubuhnya, membuat perempuan paruh baya di hadapan mereka kini menatap tajam kearah dirinya dengan kedua mata yang menyipit mengintimidasi.

"Bibi, sepertinya kau salah paham. Kami berdua bukan anggota keluarga dari Tamaki Saito-san." Ucap Eita yang membuat perempuan paruh baya dihadapan mereka kini menaikan sebelah alis heran, lalu kembali berkacak pinggang.

"Jika kalian bukan salah satu anggota keluarganya, lalu kalian siapa? Kalian juga masih seorang murid sekolah." Tanya perempuan paruh baya itu dengan nada sinis. Eita yang bingung harus menjawab apapun terdiam sesaat memikirkan apa yang harus dirinya katakan pada perempuan paruh baya di hadapannya saat ini.

Perempuan paruh baya yang meihat Eita belum menjawab pertanyaannya pun semakin menyipitkan kedua matanya curiga.

"Lihat kau bahkan tidak bisa menjawab pertanyaan mudah ku ini." Ucap perempuan paruh baya itu dengan nada sinis lagi.

Yuki pun menghela nafas panjang dan keluar dari belakang tubuh Eita.

"Kami salah satu murid didikan Tamaki-san, bibi. Kedatangan kami kesini untuk memberikan uang pesangon kepadanya karena sudah melatih kami dalam klub basket." Ucap Yuki yang langsung membuat Eita membulatkan matanya terkejut mendengar perkataannya, sedangkan itu sang perempuan paruh baya yang mendengar Yuki menyebutkan kata uang langsung mengulaskan seringai diwajahnya dengan sebelah tangannya yang terulur kembai kehadapan Yuki.

"Kalau begitu serahkan semua uang pesangon itu kepada ku. Karena Saito-san sudah menunggak uang sewa selama empat bulan dengan total empat ribu dua ratus lima puluh yen kepada ku." Ucap perempuan paruh baya itu yang langsung membuat Eita membulatkan kedua matanya terkejut.

Sedangkan itu Yuki yang mendengar perkataan perempuan paruh baya itu pun menganggukan kepala sebentar sebelum membua tas sekolahnya dan mengambil sebuah amplop cokelat dari dalam tas nya.

Eita yang melihat Yuki mengeluarkan sebuah amplop cokelat dengan ukuran cukup tebal pun membulatkan kedua matanya terkejut. Namun berbeda dengan sang perempuan paruh baya itu yang langsung mengambil amplop cokelat itu tanpa permisi dari Yuki dan langsung mengeluarkan isinya.

Eita kembali membulatkan kedua matanya saat melihat uang tunai yang dikeluarkan bibi itu dari dalam amplop cokelat yang di berikan oleh Yuki tadi.

"Saito-san! Kali ini kau selamat karena semua hutangnya sudah lunas! Bulan besok kau tidak akan aku izinkan lagi untuk menunggak lagi seperti kali ini!" Seru perempuan paruh baya itu sambil melangkahkan kakinya begitu saja melewati Yuki dan Eita meninggalkan rumah nomor sepuluh.

"Apa apaan bibi itu. Bahkan dirinya tidak mengucapkan terimakasih kepadamu Yu-kun." Ucap Eita menatap tidak senang kearah perginya perempuan paruh baya itu.

"Kau juga, bagaimana kau bisa membawa uang tunai sebanyak itu ke sekolah?? Bagaimana jika tadi di sekolah ada razia???" Ucap Eita yang di balas denga santai oleh Yuki.

"Tapi buktinya hari ini tidak ada razia bukan senpai? Lagi pula semalam Makashima-sensei mengatakan kepadaku jika mungkin saja saat ini Tamaki-san sedang membutuhkan uang tunai. Dan ternyata benar."

Eita kehabisan kata-kata untuk membalas perkataan santai Yuki.

Yuki kini mengulurkan sebelah tangannya untuk mengetuk pintu rumah bernomor sepuluh itu.

Tok.. Tok.. Tok..

"Tamaki-san, keluarlah. Bibi penagih sewa sudah pergi! Kami kesini datang atas referensi Nakashma-sensei. Kau pasti sangat mengenalnya buka?" Panggil Yuki sambil kembali mengetuk pintu itu.

Tidak lama kemudian pintu rumah nomor sepuluh dihadapan mereka pun terbuka dan menampakan seroang pria dengan memakain pakaian training tengah menolehkan kepala kekanan dan kekiri.

Yuki yang menyadari jia pria di hadapannya ini tengah mencari keberadaan perempuan paruh baya pun membuka sura.

"Tenang saja bibi tadi sudah pergi." Ucap Yuki membuat pria dihadapan mereka yang tidak lain adalah Saito kini menatap kearah mereka.

"Apakah kalian dua orang murid yang di bicarakan oleh Kagari-niisan?" Tanya Saito yang langsung di jawab dengan anggukan kepala oleh Yuki.

"Ya itu benar. Bisa kami berbicara dengan mu Tamakin-san?" Jawab Yuki yang kembali bertanya pada Saito.

Saito pun menganggukan kepalanya dan membuka pintunya lebih lebar agar Yuki dan Eita dapat masuk kedalam rumah sederhananya.

"Silahkan masuk. Anggap seperti rumah kalian sendiri."