webnovel

#3

Malam hari yang sepi. Aku masih sibuk di sebuah restoran karena pengunjung masih saja berdatangan. Hariku cukup lelah, tapi aku akan mencoba menikmatinya dan membiasakannya.

Aku bekerja disini sebagai pelayan dan jika resto sudah sepi aku akan membereskannya untuk menambah uang gajiku. Selama hampir tiga tahun aku telah bekerja disini. Di sela-sela waktu kuliahku, aku mencari uang disini. Bahkan jika liburan semester pun aku harus bekerja siang dan malam untuk kebutuhan keluargaku di kampung.

Jam dinding telah menunjukan pukul satu malam. Seperti biasa hari ini juga masih ramai karena tempat ini memang menjadi salah satu tempat tongkrongan anak-anak muda. Mataku sudah kantuk berat. Karena kemarin aku harus pulang lebih awal dan mengerjakan tugas semalaman.

Selang dua jam setelahnya. Restoran mulai sepi. Ini sudah jam tiga pagi. Dan aku membutuhkan waktu dua jam untuk membereskan ini semua sampai resto kembali ramai tepat di jam lima pagi.

Aku menarik nafas panjang. Terasa cape memang, namun aku tetap harus bersabar.

Saat sedang membereskan meja pelanggan. Tiba-tiba ada seseorang di belakangku yang sedang mengepel lantai. Aku cukup terkejut. Dan aku tahu orang itu adalah Rendy, salah satu karyawan disini. Dia adalah orang yang selalu membantuku. Aku tersenyum lebar kala aku melihatnya. Kemudian meneruskan pekerjaanku.

Dua jam telah berlalu. Semua pekerjaan telah beres. Para karyawan mulai berdatangan lagi untuk menyambut para pelanggan di hari ini. Kami pun saling menyapa. Dan aku harus segera meninggalkan restoran dan harus bersiap-siap untuk waktu kuliahku.

Jarak kontrakan dan resto cukup dekat sehingga aku tak perlu naik kendaraan umum untuk pulang.

Saat sedang berjalan. Tiba-tiba sebuah jaket mendarat di bahuku. Aku menengok ke belakang dan aku mengembangkan senyum saat orang itu adalah Rendy.

"nihh makan. Lo harus sarapan dulu. Lo mau kuliah kan?" tanya Rendy sembari memberi sebungkus roti hangat buatku.

Aku menganggukan kepala sambil tersenyum. "makasih, Ren" ucapku kemudian memakan roti itu.

Rendy memang lelaki yang baik. Dia selalu membantuku jika aku sedang kesusahan. Bisa dibilang kami cukup dekat karena dia juga bekerja di resto jadi kita harus bekerja sama.

"harusnya tadi lo langsung pulang. Tubuh lo juga perlu istirahat" ucapnya

Aku hanya menengok ke arahnya kemudian tersenyum.

"lo sendiri kenapa malah bantuin gue?" tanyaku kemudian

"ya gue kasihan aja sama lo. Lo terlalu kerja keras sendiri" jawab Rendy sambil memakan roti juga

"mau gimana lagi, Ren. Gue ini di Jakarta sendiri. Gue harus bayar biaya kontrakan, kuliah, bantuin orang tua gue di kampung, belum lagi biaya makan gue sehari-hari"

Rendy tak menjawab lagi. Ia hanya menganggukan kepala mengerti.

"mau gak besok malem gue traktir makan? " tanya Rendy setelah hening beberapa saat.

"ohh yah? Serius? " tanya ku meyakinkan

"iya dong"

"jangan-jangan udah gajian ya? " tanyaku

"hahaha.. Mungkin.. Tapi nanti gantian ya lo yang traktir" ucap Rendy

"tuhh kan, gue tahu nih pasti ada maunya"

"hahaha.. Boong boong. Gue becanda kok. Ya kali gue minta traktir sama cewe"

"ehh tapi gak papa sih gue traktir, nanti gue tinggal kasih tahu sama karyawan di resto kalau seorang Rendy minta traktir sama gue . Hahaha" canda ku

"ehh jangan dong. Nanti mau di taro dimana muka gue"

"di saku celana aja. Hahaha"

"jangan. Nanti ketahuan banyak duitnya. Mending di dompet aja"

"hahaha. Sama aja dong"

Kami pun tertawa bersama. Di pagi yang cukup dingin ini, suasana menjadi hangat. Itulah yang selalu kami lakukan jika kami bersama. Rendy memang orang yang cukup humoris.

Tak butuh waktu lama untuk sampai. Pintu kontrakanku telah di depan mata. Aku menyerahkan jaket Rendy dan tak lupa mengucapkan terima kasih. Kami pun saling melontarkan senyum sebelum berpisah.

Beberapa menit kemudian, saat sedang beres-beres, suara handphone berdering di balik saku bajuku.

"El, lo dimana?" tanya seseorang di balik telpon yang tiada lain adalan Fita.

"di rumah. Kenapa Fit? " tanyaku sambil membenarkan ketah bajuku

"gue boleh minta tolong gak sama lo? " tanya Fita

"apa? "

"nyokap gue nyuruh gue ngasih pesenan tapi motor gue mogok nih"

"ohh gitu. Ya udah, sekarang lo dimana? "

"di daerah taman deket kontrakan lo"

"ohh. Oke. Gue ke sana"

Aku langsung mematikan telpon dan segera menuju ke taman tempat Fita berada.

Di sana, Fita sedang berdiri yang sepertinya sedang menungguku. Aku segera menghampirinya setelah turun dari angkot.

"sorry ya, Fit. Nunggu lama" ucapku setelah sampai di depan Fita

"thank you yah. Lo emang sahabat terbaik gue" ucapnya sambil memeluk ku.

"terus gue harus bawa ini kemana? " tanyaku setelah melepaskan pelukan Fita

"ini alamatnya. Lo tahu gak? Kayaknya sih deket daerah sini" jawab Fita sambil memberikan selembar kertas

Aku melihat alamat itu dengan seksama. Sepertinya aku memang cukup hafal daerah sini sehingga aku pun menganggukan kepala tanda tahu.

"kayaknya gue tahu deh" ucapku kemudian

"sorry yah, El, gue ngerepotin lo. Lagian nih kenapa sih motor pake acara mogok segala" gerutu Fita

"santai aja kali. Kayak sama siapa aja. Ya udah mendingan lo langsung bawa motor lo ke bengkel biar gak kesiangan kuliah. Gue juga langsung pergi. " ucapku

"oke. Sekali lagi makasih ya. " ucap Fita yang lagi-lagi memelukku

Orang tua Fita memang memiliki toko kue. Dan saat ada orderan, Fita lah yang selalu mengantarkan pesenan nya karena ayahnya telah meninggal saat ia berusia sepuluh tahun.