webnovel

EXIST

Mereka ada di sekitarmu.. Mereka melihatmu bergerak, dan berputar-putar di setiap jengkal hidupmu. Mereka menyatu denganmu. Ini adalah kisah nyata yang aku alami tentang pengalamanku dengan mereka. Karena itu aku ingin katakan bahwa mereka EKSIS --- update setiap Kamis malam.

Shi_lunaticblue · Horror
Not enough ratings
2 Chs

PINDAH

Dari kontrakan Bu Bambang yang sepi dan menyeramkan. Kami sekeluarga pindah ke rumah nenek. Meski jarak antara rumah kontrakan Bu Bambang dan rumah nenek tidak begitu jauh. Hanya terpisah sebuah kebun lebat, situs Balong sumber dan beberapa bangunan penting unit desa.

Kalau dihitung jaraknya mungkin sekitar 600 meter. Satu RT di sini sekitar 10 rumah, terbilang sedikit dan seluruh penghuni di sini masih memiliki hubungan keluarga dengan nenekku dan ibuku.

Di rumah nenek aku tinggal bersama dengan keluarga bibiku yang memiliki 2 anak laki-laki, kami cepat akrab meski kadang bertengkar, memperebutkan sesuatu.. Yah hal wajar di usia kami yang saat itu masih belum sekolah.

Ada banyak anak lain di sini teman main kami, aku merasa sangat senang karena kakakku punya banyak orang yang bisa diajak bermain. Di belakang halaman gedung perangkat desa alias kelurahan ada sebuah lapangan voli yang cukup besar, untuk kami main. Namun, sebelah selatan dari lapangan adalah kebun lebat dan situs Balong yang dianggap kramat, kami tak boleh bermain sampai ke sana. Lalu sebelah timurnya, ada sebuah pondasi rumah yang tidak dilanjutkan pembangunannya, setelahnya adalah kebun milik salah satu juragan tanah yang tinggal di dekat kontrakan Bu Bambang dulu.

Kami sering bermain di lapangan dan teras gedung kelurahan saat sore hari, ketika orang-orang yang berkerja di sana sudah pulang. Dan karena yang menjaga gedung itu adalah ayah dari salah satu anak di sini , kami bisa bermain di dalamnya kecuali ruangan-ruangan yang penting.

Suatu hari, aku dan 8 anak lain bermain di dalam gedung kelurahan. bermain petak umpet. Karena aku anak paling kecil aku dianggap anak bawang, alias tidak masuk hitungan. Jadi hanya ikut-ikutan saja. Kakakku yang bagian menjaga dan mencari yang lain.

Saat ia sudah mulai menghitung, aku dan yang lain berhamburan mencari tempat sembunyi. Yang lain dengan cepat menemukan tempatnya. Sedangkan aku masih kebingungan.

Aku memasuki gedung, melewati sebuah lorong yang terdapat banyak ruangan, 4 ruangan dengan mesin tik di dalamnya terkunci, lalu 2 lainnya terbuka setengah pintunya. Salah satu ruangan sudah ditempati temanku untuk sembunyi, jadi aku memilih yang lainnya.

Ruangan itu berisi barang-barang yang tak terpakai, seperti tumpukan kursi lipat, tangga dan beberapa papan tulis serta tumpukan mesin tik yang rusak. Ruangan itu cukup luas, berukuran sekitar 5x5 meter.. Ruangannya tak memiliki jendela, dan cukup gelap ketimbang ruangan lainnya. Aku yang masih di ambang pintu mencoba memasuki lebih dalam. Tapi, ketika melihat ke sudut ruangan, jantungku berdegup begitu kencang.

Hari itu, aku yakin baru pukul 5 sore mungkin juga lebih. Tapi sosok aneh itu sudah bertengger di ruangan gelap itu, secepat ini.

Di tumpukan meja dan kursi, di pojok ruangan. aku melihatnya dengan jelas. Sosok besar hitam dan rambut kusut terjuntai hingga lantai, berjongkok. Wajahnya yang gelap tertutup rambut kusut itu hanya memperlihatkan dua manik samar yang menyala berwarna kuning kehitaman.

Pelan-pelan aku kembali ke arah pintu. Lalu tiba-tiba sosok itu memandang ke arahku. Aku berlari secepat yang bisa aku lakukan. Keluar dari ruangan, keluar dari lorong dan menarik kakakku pulang ke rumah.

Permainan berakhir, karena aku menangis.

Kakakku hanya terlihat kesal dan bingung secara bersamaan. Aku tak menjawab apa pun pertanyaannya. Yang bisa aku katakan padanya hanya, "Jangan main di gudang kelurahan a. Seram."

Dia paham. Ada sesuatu yang serupa dengan apa yang pernah ia lihat di rumah kontrakan Bu Bambang.

Setelah kejadian itu kami tak pernah main hingga masuk ke dalam gedung, hanya di teras dan halaman depan. itu pun kalau hujan, kalau terang kami akan bermain di lapangan voli.

Lalu saat aku dan kakakku serta lainnya membantu penjaga gedung bersih-bersih, aku diberitahu olehnya kalau di gedung itu ada penunggunya. Yang lain hanya merasa tak percaya. Sedangkan aku, yang sudah pernah melihatnya hanya bisa bergidik ketika mengingat bagaimana wujudnya.

Dan gudang itu jadi selalu terkunci rapat dengan gembok dari luar.

***

Ini tentang gedung polsek yang berada persis di sisi kiri gedung kelurahan. Berbeda dengan gedung kelurahan yang menghadap barat, polres menghadap ke arah Utara, Bangunannya tak terlalu besar dan memanjang ke belakang.

Bangunan Polsek bersebelahan persis dengan kebun lebat yang terdapat situs Balong. Pohon-pohon besar dan semak-semak belukar serta pecahan-pecahan botol minuman keras hasil razia menambah kesan terlarang pada tempat itu.

Aku dan kakakku sering bermain di Polsek karena di depan bangunannya ada sebuah kolam ikan besar, kami sering membantu mengurasnya kalau sudah kotor. Kami bahkan akrab dengan beberapa polisi yang wajahnya seram tapi ternyata sangat ramah dan humoris.

Yang sampai saat ini aku hafal namanya hanya pak Toto. Tentu saja saat ini beliau sudah pensiun, karena saat aku mengenalnya di usia 7 tahun, beliau sudah berusia 40 tahunan.

Pengalaman mengerikan tentang Polsek itu terjadi saat usiaku menginjak 8 tahun.

Aku membantu uwa yung (salah satu kerabat yang setara dengan kakak dari ibuku), Mengambil gelas-gelas bekas kopi yang dipesan para polisi di sana. Uwa Yung membuka warung dan menjajakan aneka rujak serta nasi kuning dan uduk untuk sarapan dan makan siang bagi karyawan yang bekerja di setiap instansi di sana.

Saat itu Maghrib, aku memungunti gelas-gelas kotor ke dalam ember plastik untuk di bawa ke rumah uwa Yung. Tapi saat aku memasuki ruangan paling belakang yang bersisian dengan toilet, perasaanku mulai tak enak.

Ruangan itu terang, di dalamnya terdapat 3 meja dengan kursi yang berjejer, lalu ada lemari berisi begitu banyak bantex yang di susun rapih. Di ruangan itu terdapat 2 jendela yang hanya terdiri dari list-list kayu yang disusun tanpa kaca dan tanpa kordyn.

Dari jendela itu bisa terlihat bagaimana lebatnya hutan situs Balong. Tanaman berduri yang merambat di salah satu batang pohon sebesar 4 orang dewasa. Begitu mengerikan.

Lalu saat pandanganku beralih pada jendela satunya, sebuah pemandangan mengerikan terpampang disana.

Aku melihat sosok pocong yang berdiri tepat di depan jendela. Karena jendela ini lebih rendah dari pada permukaan tanah di hutan, posisi pocong itu dari kepala hingga dada bisa terlihat.

Wajahnya hitam legam, matanya melolong hanya ada warna putih di sana. Mulutnya menganga tapi aku tak bisa melihat apa pun di dalam mulutnya. Tak ada gigi, tak ada lidah.

Ikatan tali pada puncak kepalanya begitu kuat sehingga terlihat menarik kepalanya ke

atas.

Aku tertegun, benar-benar tak bisa bergerak. Aku bisa merasakan kakiku lemas dan kaku, tapi badanku bergetar. Merinding di seluruh tubuhku bahkan terasa ngilu.

Saat suara seseorang mengagetkanku dari arah pintu, aku seketika menoleh. Mendapati seorang polisi yang sedang berjaga shift malam kebingungan melihatku berjongkok di tengah ruangan.

"Lagi ngapain?" tanyanya.

Aku kembali melihat jendela dan di sana sudah tidak ada apa-apa.

Hal yang paling aku takutkan seumur hidupku. Dan aku tak ingin melihat hal itu untuk yang kedua kalinya.

***