webnovel

Ex-Bangsat Boys

Ini kelanjutan kisah cinta mantan leader Bangsat Boys. Kisah cinta si Bos dan Bu Bos ternyata tak semulus yang diharapkan, cinta mereka karam ditengah jalan. Sekarang si Bos bukan anak berandal seperti beberapa tahun lalu, ia telah menjadi mahasiswa jurusan bisnis manajemen merangkap owner kedai Boba. Bu Bos juga sudah bukan remaja polos lagi, kini ia telah menjadi selebgram hits yang kondang dimana-mana. Lama berpisah, keduanya kembali dipertemukan dalam keadaan yang berbeda. Kali ini apakah hubungan mereka akan berhasil? Atau kembali karam? Benarkah cinta hanya butuh waktu?

nyenyee_ · Celebrities
Not enough ratings
40 Chs

Terjebak Nostalgia

"Jek?". Panggil Mario tepat didepan pintu ruang UKM Taekwondo. Jeka menarik sebelah alisnya seakan bertanya ada urusan apa sampai-sampai Mario mencegatnya seperti itu. Unaya sedang ke toilet, rapi-rapi katanya karena risih badannya kotor dan lengket gara-gara habis kerja rodi.

"Boleh ngomong bentar?". Ujar Mario dengan tatapan penuh harap. Jeka sebenarnya sudah curiga, Mario kalau sudah natap kayak gitu pasti ada maunya.

"Duluan Bos, Yo". Pamit Jimi diikuti Victor. Jeka sempat menahan tubuh Victor yang hampir limbung gara-gara menggendong Ririn. Tenaga Ririn sudah terkuras habis gara-gara mungutin batu bata tadi, alhasil mama muda itu nemplok manja dipunggung suaminya bak tak punya tulang.

"Ati-ati, kalo gak kuat jual aja bini lo buat bayar kredit panci". Canda Jeka sambil terkekeh melihat Ririn hendak mengangkat jari tengahnya tapi sudah tak berdaya. Jeka geleng-geleng kepala kemudian kembali mengalihkan tatapannya kearah Mario.

"Ada apa?". Tanya Jeka langsung. Pemuda itu menyender di tembok sembari bersedekap dada. Mario terlihat gusar, pemuda jangkung itu menjilat bibirnya sebelum menjawab.

"Gini Jek, sebelumnya gue mau minta maaf. Sorry banget gue...".

"Oh, gue udah tahu. Lo mau minjem duit lagi?". Jeka memotong perkataan Mario karena pemuda itu sudah menebak sebelumnya. Mario tidak akan pernah mengajaknya bicara empat mata kecuali kalau lagi butuh uang. Dan sepertinya tebakan Jeka benar, terlihat pemuda didepannya ini menatapnya tak enak.

"Sorry, lo sampai udah hafal gitu". Kekeh Mario sambil menggaruk tengkuknya canggung. Jeka memasang raut wajah tak suka. Siapa juga yang suka dimintai uang terus-terusan terlebih orang yang minta bukan keluarganya. Iya tahu kalau Mario ini calon-nya Yeri, tapi masih calon kan? Belum sah iparan.

"Gini lho Yo. Gue emang orangnya loyal, santai sama temen apalagi lo calonnya adik gue. Tapi bukan berarti lo bisa seenaknya sama gue. Sorry nih, lo tuh dibaikin tapi malah ngelunjak ya. Adik gue aja gak pernah berani minta duit ke gue". Kata Jeka cukup pedas sukses membuat Mario menahan kesal. Apalagi wajah Jeka seakan mengejek dirinya, tapi karena ia yang sedang butuh, maka Mario tahan-tahan emosi.

"Iya gue tahu Jek. Gue emang gak punya malu minjem-minjem duit mulu ke lo...".

"Ralat! Bukan minjem, tapi minta. Lo bilangnya minjem tapi duit gue gak pernah balik". Potong Jeka sadis. Mario meneguk ludahnya susah payah, pemuda itu menarik nafas panjang. Kalau bukan karena Yeri yang gak punya uang, sudah pasti Mario tidak akan sudi minta-minta begini ke Jeka.

"Gue minta juga buat modal usaha Jek, gak buat yang macem-macem". Bohong Mario yang membuat Jeka berdecak malas.

"Halah, pola lo udah kebaca. Bilangnya minjem duit buat modal usaha tapi pas ditanyain wujud usahanya mana, jawabnya bangkrut. Lo pikir gue goblok ha?". Nada bicara Jeka sudah naik satu oktaf, pemuda itu juga menegakkan tubuhnya karena sudah geram sekali dengan Mario.

"Kalo adik lo ada duit, gue juga gak bakal minta-minta ke-lo Sat!". Ujar Mario keceplosan. Jeka langsung membulatkan matanya, kaget sekali karena baru mengetahui fakta jika Mario meminta uang ke-Yeri.

"Eh? Jek... Jek, gak gitu. Dengerin dulu". Mario panik begitu melihat aura Jeka yang sudah tidak mengenakan. Apalagi Jeka langsung menarik kerah bajunya dan mendorongnya ke tembok.

"Ngomong apa lo barusan?!". Desis Jeka. Mario memejamkan matanya menahan sakit begitu punggungnya menabrak tembok. Jeka mode gahar memang perlu diwaspadai.

"Gak kok Jek, gue... Uhuk...". Jeka sama sekali tidak membiarkan Mario bicara, pemuda itu meletakkan lengannya dileher Mario hingga siempunya tidak bisa bernafas.

"Lo morotin adik gue Sat?! Lancang banget ya lo. Dikasih hati malah minta tai, brengsek!". Jeka hendak melayangkan bogem mentah kewajah Mario namun Unaya buru-buru mencegahnya. Untung saja Unaya melihat kejadian itu, kalau tidak bisa remuk tuh wajah Mario di bogem Jeka.

"Jeka, Jeka udah Jek, udah". Unaya menarik tangan Jeka sekuat tenaga. Mencoba menjauhkan pemuda itu dari jangkauan Mario. Tapi dasarnya Jeka ini badannya gedhe banget kayak babon, alhasil sama sekali tidak ngaruh.

"Lo gak usah ikut campur Unaya. Cowok brengsek gak tahu diri ini emang pantas dihajar sampai mati". Teriak Jeka kalap. Untung saja suasana kampus sudah sepi, tapikan tetap saja CCTV tidak bisa berbohong.

"Udah dong Jek, kalau ada yang lihat nanti reputasi lo sebagai ketua BEM bisa hancur. Lo itu harusnya jadi panutan Jek". Bujuk Unaya namun sama sekali tidak membuat wajah Jeka yang mengeras berubah. Sementara itu Mario masih batuk-batuk sambil mengusap lehernya yang merah. Kalau saja Unaya tidak datang sudah pasti ia bakal mati kehabisan nafas.

"Persetan sama ketua BEM Na! Gue gak terima Yeri diporotin sama dia".

"Ha?". Unaya sempat mencerna ucapan Jeka barusan namun tangan gadis itu tiba-tiba disentak sampai ia hampir jatuh. Jeka kembali menghampiri Mario dan mengarahkan kepalan tangannya tepat didepan wajah pemuda itu. Sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi, Unaya nekat nyempil ditengah-tengah untuk melindungi Mario hingga tangan Jeka berhenti diudara. Jeka sempat menatap Unaya tidak percaya, jantungnya juga berdebar kuat karena jika saja ia tidak bisa mengerem tangannya secara reflek, sudah dipastikan wajah gadis yang ada didepannya ini bakal kena pukul.

"Unaya, lo apa-apaan sih?". Tanya Jeka sembari menatap Unaya yang memejamkan mata karena takut, perlahan pemuda itu menurunkan tangannya.

"Mario lo pergi sekarang!". Perintah Unaya yang masih betah memejamkan mata. Gadis itu takut melihat Jeka mode gahar, pasti wajahnya serem kayak Hulk.

"Ta-tapi Na". Sahut Mario tergagap. Pemuda itu tidak menyangka jika Unaya bakal melindunginya seperti ini, padahal ia merasa pantas dibogem Jeka atas apa yang ia perbuat selama ini.

"Cepet Mario! Pergi!". Bentak Unaya dengan suara serak. Sumpah Unaya takut sekali, bahkan tubuhnya sampai gemetar. Gadis itu tidak bisa membayangkan jika seandainya kena tonjok Jeka. Bisa penyok kali wajah imutnya, atau bahkan kudu dioperasi plastik biar wajahnya kembali seperti semula. Tanpa banyak omong Mario langsung pergi meninggalkan dua sejoli itu, tidak mau semakin runyam masalahnya.

"Je-Jeka, lo gak bakal pukul gue kan?". Begitu mendengar suara derap langkah Mario yang sudah menjauh, Unaya membuka suara. Beberapa detik hanya hening, suara deru nafas Jeka yang menahan emosi terdengar memburu.

Pluk...

Tanpa diduga Jeka memeluk Unaya erat-erat, erat sekali bahkan gadis itu sampai tidak bisa bernafas. Jeka menggumamkan kata maaf berkali-kali sembari mengusap kepala Unaya. Unaya bernafas lega karena Jeka sudah tidak emosi lagi, gadis itu membuka matanya dan membalas pelukan Jeka.

"Syukur deh kalo lo udah gak emosi lagi. Gue takut banget sumpah kalo lo marah kek gitu". Bisik Unaya sembari mengusap-usap punggung Jeka.

"Jangan kayak gitu lagi, bahaya tahu. Untung gue bisa ngerem". Jeka menarik pucuk hidung Unaya dengan sebal.

"Justru gue yang harusnya ngomong kayak gitu. Apa-apa itu jangan dibawa emosi Jeka, lo ternyata belum berubah ya. Masih suka pakai kekerasan, padahal udah berkali-kali gue bilang kalo gue gak suka kekerasan". Jeka tidak menanggapi perkataan Unaya. Pemuda itu justru semakin mengeratkan pelukannya. Takut, takut banget kalau tadi sampai nonjok Unaya. Jeka tidak bisa membayangkan jika Unaya terluka karena dirinya.

--Ex-Bangsat Boys--

Setelah kejadian di kampus tadi, Jeka mendadak banyak diam. Unaya tahu Jeka pasti masih kepikiran soal Mario yang ternyata kerap meminta uang ke-Yeri. Saat ini keduanya sedang dalam perjalan pulang ke rumah, Unaya tidak berniat ikut campur, gadis itu hanya bisa memeluk Jeka erat-erat dari belakang. Mencoba memberikan afeksi agar pemuda itu lebih tenang, ya meski tidak tahu berefek atau tidak sih. Tapi setidaknya Unaya sudah berusaha.

Bressss!!!

Tiba-tiba hujan turun, dan karena wajahnya kena air hujan itulah Jeka baru sadar dari lamunannya. Untung saja mereka tidak celaka gara-gara Jeka tidak konsen mengendarai motor.

"Unaya, kita neduh bentar ya". Teriak Jeka karena suaranya teredam air hujan.

"Iya". Sahut Unaya kemudian menyembunyikan wajahnya dipunggung Jeka.

Jeka menepikan motornya di minimarket terdekat. Pemuda itu langsung menarik tangan Unaya dan membawa gadis itu berteduh di teras minimarket. Unaya sudah menggigil dan tanpa banyak bicara Jeka langsung melepas jaketnya kemudian menyampirkannya dipundak gadis itu.

"Dipakai jaket-nya nanti lo sakit". Ujar Jeka setengah berteriak. Unaya menatap jaket Jeka dengan ragu, gadis itu menelisik pemuda didepannya yang jauh lebih basah daripada dirinya.

"Kayaknya lo yang lebih butuh jaket ini". Unaya hendak mengembalikan jaket Jeka namun pemuda itu buru-buru memakaikan jaketnya pada Unaya dengan paksa.

"Bawel banget sih. Kalo gue suruh tuh nurut, itung-itung belajar jadi istri yang baik". Ujar Jeka asal yang sukses membuat Unaya terkekeh. Setelah memakaikan jaketnya, Jeka menuntun Unaya untuk duduk dikursi yang disediakan disana. Hanya tinggal satu kursi saja yang kosong karena ada beberapa orang yang berteduh disana.

Jeka menyender dipilar dan hendak menyulut rokoknya namun buru-buru dicegah Unaya.

"Tunggu, jangan nyebat dulu". Unaya bangkit dari duduknya dan memaksa Jeka duduk dikursi yang ia duduki tadi.

"Hah? Lo mau kemana?". Jeka menahan tangan Unaya yang hendak berlalu. Pemuda itu khawatir jika Unaya mau aneh-aneh, meninggalkannya misalnya :3

"Gue mau pipis". Sahut Unaya kemudian ngacir begitu saja masuk kedalam minimarket.

Sepeninggal Unaya, Jeka menatap rokoknya dengan tatapan kosong. Pemuda itu kembali kepikiran soal Mario. Yeri pasti segitu bucin-nya sama Mario sampai-sampai rela ngasih uang jatah jajannya untuk pemuda itu. Jeka tahu Yeri takut menceritakan soal Mario padanya karena tidak mau dipaksa putus. Tapi yang membuat Jeka tak terima adalah, Yeri jadi kena penyakit asam lambung gara-gara kurang makan. Ya gimana mau jajan kalau duit aja semua dikasih ke Mario.

Yeri sudah kelas tiga SMA lebih banyak menghabiskan waktu di sekolah dan ditempat bimbel, jarang makan dirumah juga. Mau bawa bekal tapi takut Mama dan Abangnya curiga karena biasanya ia jarang bawa bekal. Alhasil Yeri nekat menahan lapar hingga berujung sakit. Dan kini Jeka tahu seberapa besar pengorbanan adiknya untuk Mario.

Jeka mengusap wajahnya kasar. Ingin memaksa Yeri untuk meninggalkan pemuda tidak benar macam Mario, tapi ia tak sampai hati melihat pengorbanan adiknya. Jeka bahkan yang seorang lelaki saja merasa tidak pernah berkorban demi hubungannya dengan Unaya. Bahkan pasrah gitu aja gadisnya diambil orang lain, Jeka malu sebenarnya.

Unaya yang mengamati Jeka sedari tadi merasa terenyuh, Jeka ini sayang sekali pada adiknya sampai-sampai segalau itu mengetahui adiknya disakiti. Unaya tersenyum kearah kasir yang melayaninya sebelum keluar dari minimarket sembari membawa secup kopi dan kantong kresek berisi cemilan.

Unaya merebut rokok Jeka yang baru saja disulut kemudian melemparnya begitu saja ke dalam kubangan air. Jeka membulatkan matanya melihat tindakan Unaya yang tiba-tiba.

"Unaya, bahaya! Kalo tangan lo melepuh gimana kena rokok?!". Omel Jeka panik sendiri padahal Unaya-nya santuy. Jeka menarik Unaya agar duduk dan dirinya yang gantian berdiri, tak lupa menyentil dahi gadis itu saking sebalnya.

"Kan tadi gue udah bilang jangan nyebat! Bandel!". Omel Unaya sembari menyodorkan cup kopi yang sengaja ia beli untuk Jeka. Jeka menerimanya kemudian menyeruput kopi itu sedikit.

"Dingin cuacanya, nyebat buat angetin badan aja. Kalo udah nikah ya beda cerita, ujan gini pasti kelonan". Sahut Jeka cuek dan kembali menyeruput kopinya sembari menatap hujan yang semakin deras.

Unaya mencibir, kode terosssss tapi gak ada pergerakan. Sama aja bohong! Gadis itu memilih membuka Mogu-mogu nya namun seperti biasa, Unaya tidak sanggup.

"Hiiihhhh...". Gerutu Unaya yang membuat Jeka terkekeh.

"Kalau gak bisa tuh minta tolong. Kita itu makhluk sosial lho, saling membutuhkan". Sindir Jeka. Unaya mendongak dengan wajah memelas, gadis itu mengulurkan botol Mogu-mogunya. Kode minta dibukain.

"Bilang apa dulu kalau mau minta dibukain. Heum?". Goda Jeka layaknya berbicara dengan anak TK. Unaya mendengus, sumpah Jeka tuh nyebelin banget kalau kayak begini.

"Tolong bukain dong, Dad. Baby gak bisa". Ujar Unaya jahil sambil mengedip-ngedipkan matanya genit. Jeka melongo, lupa kalau Unaya-nya sekarang udah gak sepolos dulu.

"Istighfar aja gue tiap hari kalo lo udah mode nakal". Ujar Jeka sembari membuka tutup botol Mogu-mogu Unaya dalam sekali putar. Unaya terkekeh, lucu banget lihat wajah Jeka merah karena malu.

"Jadi nostalgia gak sih Jek. Dulu kejadiannya juga kayak gini, lo bukain tutup botol Mogu-mogu gue di depan minimarket". Unaya tersenyum kecil sembari meneguk Mogu-mogunya. Jeka yang sedari tadi betah menatap Unaya pun ikut tersenyum dan tanpa aba-aba merebut Mogu-mogu gadis itu kemudian menegaknya hingga setengah.

"Jeka?". Unaya melongo. Jeka mengusap bibirnya kemudian tersenyum jahil.

"Ah? Seger... inget gak lo?". Dan setelahnya dua manusia itu tergelak karena ingat masa lalu. Masa dimana keduanya saling suka tapi gengsi, jamannya Jeka masih nyebelin banget. Meski sekarang masih sih, tapi posisinya saat itu masih sama-sama kosong alias single jadi bahagia aja gitu. Beda kalau sekarang Unaya udah ada yang punya jadi sedikit canggung.

"Lo suka kangen gak sih Jek sama masa itu? Gue mau lupain tapi susah banget, terlalu indah sih". Lirih Unaya sambil menunduk sedih sembari memainkan tutup botolnya. Meski Unaya berbicara lirih, namun Jeka masih bisa mendengarnya. Pemuda itu menghela nafas berat, mendadak hatinya nyeri melihat Unaya-nya sedih.

"Masa lalu bukan untuk terus dikenang Na, ya meski gak bohong kalo gue masih sering kangen. Tapi ya udah lah, Tuhan yang ngatur. Kita ketemu, jadian, terus putus itu skenario yang udah ditulis Tuhan bahkan sebelum kita lahir. Dan skenario buat kedepannya kita belum tahu. Jadi gue gak ngerasa sedih-sedih amat. Gue santai kok, siapapun jodoh gue nanti, gue akan nerima dengan ikhlas.". Sahut Jeka sok tegar, padahal yang dimau cuma Unaya. Pasrah bukan berarti nyerah gitu aja, ya tetap berusaha tapi sisanya diserahin sama yang diatas. Mepet Unaya kayak gini termasuk usaha lho. Pemuda itu menghisap dalam rokoknya sambil menatap kearah jalanan. Saat ini setidaknya ia sedang mencoba menerima masa lalu dengan ikhlas, menjadikan masa lalu itu bagian dari hidupnya.

"Apa lo ngomong kayak gini karena udah punya Juwi?". Tanya Unaya sembari menatap Jeka dengan sendu. Sementara itu Jeka yang kaget karena Unaya tiba-tiba membahas Juwi hanya bisa menjilat bibirnya sekilas, kemudian membalas tatapan sendu gadis itu.

"Kenapa kok tiba-tiba bahas Juwi?". Unaya mendengus karena Jeka justru balik bertanya. Langsung jawab aja kenapa sih? Lama!

"Ck... tinggal jawab doang kayaknya berat banget. Oh jadi bener ya kalo Juwi itu cewek lo? Katanya gak punya cewek, ngapain pake ditutup-tutupin segala". Ujar Unaya sewot. Jeka tersenyum miring, yaleah ada yang cemburu nih? Duh, dicemburuin tunangan orang.

"Udah lumayan reda nih, pulang yok!". Ajak Jeka. Tangan pemuda itu menengadah ke depan, hanya tinggal gerimis kecil-kecil sepertinya sih aman. Pemuda itu sengaja tidak menjawab pertanyaan Unaya, membiarkan sang gadis berasumsi sendiri. Yang jelas Jeka tidak ada rasa bahkan hubungan apapun dengan Juwi. Lagipula Juwi tidak mungkin juga ada rasa padanya. Meski ia masuk jajaran cowok populer yang wajahnya diatas rata-rata, tetap saja tidak masuk kriteria cowok idaman Juwi.

"Mengalihkan pembicaraan! Tinggal jawab ya atau enggak, apa susahnya?!". Cecar Unaya. Jeka menatap Unaya dengan jenaka.

"Gue jawab atau aja deh, milih aman". Sahut Jeka kemudian tau-tau sudah nangkring cantik diatas motornya.

"Hih! Jeka jawab dulu!". Omel Unaya yang masih ada diteras minimarket. Suara cempreng gadis itu membuatnya dinotice oleh OP. Tapi karena efek kesel, Unaya b aja dan gak peduli dijadikan bahan bisik-bisik.

"Mau pulang apa enggak? Kalo enggak gue tinggal nih". Ancam Jeka mulai menyalakan mesin motornya.

"Jeka rese banget sih! Main tinggal-tinggal aja! Terus gue naik apa?!". Unaya rewel. Gadis itu menghentak-hentakan kakinya dilantai. Unaya tetaplah gadis manja seperti beberapa tahun yang lalu. Tanpa gadis itu ketahui Jeka mengulum senyum manis dibalik helm-nya.

Matanya juga memanas menahan tangis. Rasanya seperti gak nyangka aja gitu masih bisa lihat manjanya Unaya dari dekat kayak gini. Secara Jeka sudah pasrah kalau seandainya kisahnya dengan Unaya memang sudah selesai. Tapi sepertinya Tuhan berkehendak lain, meski ia tidak tahu apa alasan ia dipertemukan kembali dengan Unaya.

"Naik pegasus kan bisa. Una Frozen kan?". Ledek Jeka.

"Si anjir!". Umpat Unaya yang langsung lari kearah Jeka, siap nampol.

"Hehe. Gemes". Kekeh pemuda yang saat ini tengah mengamati Unaya dan Jeka lewat teropongnya.

"Buruan difoto, terus kirim ke Tuan muda". Tegur temannya sambil ngemil chiki.

"Stttt... diem! Ganggu konsentrasi aja!". Omelnya kemudian kembali tersenyum gemas.

--Ex-Bangsat Boys--