webnovel

Ex-Bangsat Boys

Ini kelanjutan kisah cinta mantan leader Bangsat Boys. Kisah cinta si Bos dan Bu Bos ternyata tak semulus yang diharapkan, cinta mereka karam ditengah jalan. Sekarang si Bos bukan anak berandal seperti beberapa tahun lalu, ia telah menjadi mahasiswa jurusan bisnis manajemen merangkap owner kedai Boba. Bu Bos juga sudah bukan remaja polos lagi, kini ia telah menjadi selebgram hits yang kondang dimana-mana. Lama berpisah, keduanya kembali dipertemukan dalam keadaan yang berbeda. Kali ini apakah hubungan mereka akan berhasil? Atau kembali karam? Benarkah cinta hanya butuh waktu?

nyenyee_ · Celebrities
Not enough ratings
40 Chs

Ready to War!

"Saya gak mau tahu! Unaya harus kembali sama saya, atau Om terima akibatnya!".

"Guan... tunggu! Ada apa ini?".

Tuttttt... tuttt...

Setelah marah-marah tanpa alasan yang jelas, Guan langsung memutus panggilan telepon. Suryo yang memang tidak tahu masalahnya pun dibuat panik. Kalau Guan sudah marah, pasti hal buruk akan segera terjadi. Bisnisnya bisa kacau kalau begini, ia tidak mau kehilangan perusahaan yang telah ia bangun dengan susah payah. Meski tidak dipungkiri jika sekian persen kesuksesan perusahaannya berkat suntikan dana dari Guan.

Irene yang sedari tadi asyik menonton televisi pun menatap suaminya dengan bingung. Mau menanyakan ada apa tapi kan masih dalam mode perang dingin, jadi sok cuek. Terlihat suaminya itu kacau sekali setelah menerima telepon dari Guan. Rambutnya teracak dan sesekali mengeluarkan kata umpatan.

"Arghhhh... kenapa Unaya gak angkat teleponnya? Anak itu sekarang hobi banget bikin ulah!".

Sementara itu Guan masih tidak terima atas perlakuan Unaya dan Jeka tadi. Selepas dari Mall, lelaki itu uring-uringan. Emosinya sudah tidak bisa dibendung lagi, ia benci kekalahan. Terlebih ia benci ditinggalkan oleh gadis yang dicintainya. Kalau soal meninggalkan, harusnya ialah yang patut melakukannya. Siapa Unaya? Berani-beraninya membuangnya begitu saja setelah apa yang ia berikan pada ayah gadis itu. Harusnya Unaya dan keluarganya tunduk dibawah kakinya kan?

"Emang si tua bangka itu harus tanggung jawab. Gue udah bayar mahal buat beli anaknya!". Umpat Guan sembari mengetikkan pesan untuk orang yang ia sebut tua bangka itu.

To: Tua Bangka

Saya kasih waktu satu bulan! Kembalikan Unaya pada saya. Atau kamu tahu akibatnya! Saya sudah membayar mahal kan?

Dan setelahnya Guan langsung memberi titah pada ajudannya untuk menghabisi Jeka. Ini baru plan A, jika gagal ia masih punya banyak cara untuk merebut kembali Unaya. Guan tersenyum satu sudut, mereka; Jeka dan Unaya-- tidak tahu rupanya sedang berhadapan dengan siapa.

***

Unaya menutupi ponselnya dengan bantal, Papa-nya menelepon berkali-kali. Ia tebak Guan sudah mengadu pada Papa-nya hingga ia jadi diteror begini. Gadis itu lega sekaligus takut, keputusannya saat ini sudah pasti berdampak untuk semua orang. Untuknya, Jeka, dan Papa-nya. Tapi bagaimanapun juga ia ingin bahagia, ia tidak mau hidup bahagia dalam kepura-puraan. Terlebih ia merasa sangat bersalah karena tidak bisa membalas cinta Guan.

Kenapa sih menjadi dewasa itu sulit? Rasanya ingin kembali menjadi anak-anak yang alasan bahagia dan sedihnya begitu sederhana. Terluka hanya karena jatuh dan berdarah, menangis hanya karena dicubit, dan tertawa hanya karena melihat badut. Kalau sekarang permasalahan hidupnya begitu kompleks. Mau tertawa saja rasanya sulit sekali, malah sering stress dan sedih. Beban hidup semakin banyak pula. Tapi kalau tidak tumbuh dewasa, kita tidak akan tahu jika dunia ini begitu indah. Tidak akan mendapat pengalaman hidup yang bisa dijadikan pedoman untuk masa depan.

"Maaf ya Pa, Unaya ngilang dulu. Nanti kalau udah dapet solusi buat semua ini baru deh Unaya hubungi Papa". Gumamnya sembari menatap langit-langit kamar. Ia menutup wajahnya dengan siku tangan. Mumet, sumpah!

Jeka membuka pintu kamar pelan, pemuda itu mengintip kedalam. Ia melihat Unaya yang tengah berbaring dengan siku menutupi wajah. Jeka tahu kok Unaya pasti masih kepikiran soal yang tadi. Padahal Jeka sudah memberi tahu berulang kali kalau ia yang akan menyelesaikan semuanya. Unaya tinggal duduk manis dan menunggunya kembali membawa kemenangan.

"Masih dipikirin?".

"Jekaaaaa...". Rengek Unaya manja kemudian langsung minta peluk. Jeka menyambut pelukan Unaya dan mengelus rambut gadis itu lembut. Mencoba meyakinkan Unaya jika semua akan baik-baik saja. Apa yang perlu ditakutkan kalau mereka adalah pihak yang benar? Tuhan-pun pasti tahu siapa yang pantas mendapat hukuman atas kejadian ini.

"Papa neror gue terus, udah pasti Mas Guan ngadu. Gak gue angkat karena gak tahu harus ngomong apa". Cerita Unaya. Jeka mengurai pelukan mereka dan menatap Unaya lamat-lamat. Disampirkannya helaian rambut gadis itu kebelakang telinga.

"Papa lo pulang kapan?".

"Belum tahu". Unaya membalas tatapan Jeka beberapa detik kemudian memendamkan kepalanya ke dada pemuda itu.

"Besok kalo Papa pulang, kita ngomong bareng-bareng ya. Minta restu. Sekarang lo fokus ke acara ospek dulu". Kata Jeka. Unaya mendongak untuk menatap pemuda itu.

"Emang Papa bakal kasih restu? Papa udah tunduk banget sama Guan. Gimana kalau kita kawin lari aja?". Ujar Unaya memberi ide yang sembrono, dan karenanya Jeka menyentil dahi gadis itu gemas.

"Kawin kalau sambil lari-lari capek lah. Enakan dikasur!". Dan dijawab tak kalah sembrono pula oleh Jeka.

"Ihhhhhh... bukan itu maksudnya Jekaaa. Kita kan bisa kabur kemana gitu terus nikah diem-diem. Gak usah ada keluarga, cukup kita berdua". Jeka terkekeh. Pemuda itu menarik dua pipi gembul Unaya, lucu aja gitu seorang Unaya yang dulu Jeka kenal begitu polos bak bayi baru lahir ngajakin kawin lari. Kalau Jeka sih sebenarnya ayo-ayo saja, namun ia tahu Unaya anaknya lurus. Jadi ia tidak tega menjerumuskan Unaya ke jalan yang sesat. Terlebih momen pernikahan untuk seorang gadis pastilah sangat penting. Ia ingin memberikan yang terbaik untuk Unaya, gadis itu punya konsep pernikahan impian. Jeka ingin mewujudkan-nya.

"Nikah tanpa restu gak bakal berkah Na. Kalau orangtua gak ridho, gak baik juga buat kita. Jadi mending bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian". Nasehat Jeka. Unaya mengangguk kecil, gadis itu tersenyum manis kearah Jeka kemudian meletakkan tangannya dipelipis berpose hormat grak.

"Siap Bos! Laksanakan!". Keduanya terkekeh, Jeka mengusap pipi Unaya beberapa kali. Sebenarnya Jeka masih ingin berlama-lama dengan Unaya namun banyak urusan yang harus ia selesaikan.

"Gue pergi dulu ya, di kampus lagi chaos banget. Harus ngejar tanda tangan dosen juga". Pamit Jeka.

"Yakin lo mau pergi dalam keadaan kayak gini? Ajudan Mas Guan pasti ngincer lo". Unaya menahan tangan Jeka.

"Santai aja. Lo lupa siapa gue? Ngelawan ajudan Guan mah kecil". Sahut Jeka menenangkan. Meski khawatir kalau Jeka kenapa-napa, namun Unaya ingat jika pemuda itu jago berkelahi dan pasti menyimpan senjata di motornya, maka ia rela melepas Jeka.

"Ya udah, tapi selalu waspada ya". Kata Unaya mewanti-wanti. Jeka mengecup pucuk kepala Unaya lembut kemudian ikut-ikutan pose hormat grak.

"Siap Kanjeng! Oh iya besok kan kita mau kasih surprice ulang tahun buat Yeri, jadi kalau mau beli kue lewat aplikasi aja ya. Jangan keluar-keluar dulu, gue takut ada apa-apa". Peringat Jeka. Jadi besok Yeri ulang tahun yang ke enam belas, tapi gadis itu justru terlihat sedih akhir-akhir ini. Unaya pikir Yeri sedih karena masih belum bisa move on dari Mario, tapi kenyataannya ada hal lain yang membuat gadis manis itu bahkan tidak bersuka cita menyambut hari ulang tahunnya.

"Oke deh, beres". Sahut Unaya sembari mengacungkan jempolnya.

--Ex-Bangsat Boys--

Jeka tersenyum miring setelah menatap spion motor, ada dua orang berpakaian serba hitam membuntuti motornya. Pemuda itu sudah sadar sejak keluar dari gerbang rumah, namun itu bukan masalah untuknya. Jeka tebak dua orang yang menguntitnya adalah ajudan Guan. Ia akui Guan gercep juga, langsung memberi titah para ajudannya untuk menghabisinya.

"Gak pro banget jadi penguntit". Ledek Jeka sebelum menambah kecepatan motornya. Jeka mengendarai motornya ugal-ugalan, dan penguntit suruhan Guan itupun mengendarai tak kalah ugal-ugalan pula. Jeka jadi semakin semangat untuk mengerjai penguntit itu, didepan sana lampu hijau tinggal lima detik. Pemuda itu menarik gas motor sampai penuh dan melewati lampu lalu lintas yang kini telah berubah warna menjadi merah tepat ketika ia melewatinya.

"Hahaha. Mampus!". Jeka berhasil lolos dari penguntit itu berkat lampu lalu lintas. Ia melajukan motornya menuju warung kopi dekat kampus, saat tengah memarkir motornya Jeka tak sengaja memergoki sekitar tiga orang yang mengawasinya dari jauh. Penampilannya tak jauh berbeda dari dua orang yang menguntitnya tadi. Jeka berdecih dibuatnya.

"Totalitas banget si kaleng roti, jadi lo nyebar ajudan dimana-mana?". Desisnya sebelum masuk kedalam warung kopi untuk menemui antek-anteknya. Omong-omong soal antek-antek Jeka, mereka masih ada lho. Meski tidak seaktif seperti saat SMA dulu, hanya aktif jika dalam mode darurat seperti saat ini. Anggotanya masih sama dan utuh, meski beda kampus namun mereka kerap berkumpul ditempat yang telah ditentukan seperti saat ini.

"Sorry telat Bro". Sapa Jeka begitu datang, ia langsung menyalami antek-anteknya ala lelaki.

"Santai aja Bos, kita juga baru pesen kok". Sahut Deka.

"Baru pesen untuk yang ke sebelas kali maksudnya". Celoteh Victor sewot.

"Halah lebay lo, gak usah didengerin Bos". Jeka menjitak kepala Victor sebelum mengambil tempat duduk disamping pemuda itu.

"Gue bayarin semua makanan lo, gak usah ngeselin". Omel Jeka yang langsung dibalas kekehan lebar oleh Victor. Kalau soal gratisan mah, Victor rela kok nungguin Jeka datang sampai Subuh hehe.

"Langsung aja nih...".

"Buset deh gak ada intro-nya nih Bos? Langsung reff aja". Kini giliran Jimi yang ngeselin. Yang lain hanya bisa menghela nafas karena menahan sebal. Ini lho muka Jeka udah garang tapi Jimi sama Victor malah bercanda.

"Langsung outro aja gimana?!". Sahut Jeka nge-gas.

"Lagu kali ah, pake outro segala". Cibir Jerot hingga yang lain dibuat terkikik.

"Ya udah, Assalamuallaikum gue pulang duluan ya gaes". Pamit Victor sambil dadah-dadah manja.

"Serius Sat!". Jeka menarik kerah bagian belakang kemeja Victor dan membawa pemuda itu kembali duduk di kursinya.

"Intermezo aja Bos, biar gak tegang-tegang amat". Kata Victor membela diri.

"Ck! Lo semua lihat tiga orang yang ada disana?". Bisik Jeka sembari menggedikan dagunya kearah tiga ajudan suruhan Guan. Antek-antek Jeka pun sontak mengikuti arah yang ditunjukan pemuda itu.

"Lo diuntit Bos?". Tebak Wonu tepat sasaran.

"Hmmm... feeling gue, udah disebar dimana-mana". Sahut Jeka.

"Tapi kenapa lo diuntit Bos?". Kini suasana mulai serius. Jimi dan Victorpun sudah tidak melontarkan candaan lagi, tahu situasi kok.

"Gue nikung Unaya dan tunangannya tahu, tunangan Unaya tuh bukan orang biasa. Dia nyebar ajudan buat habisin gue". Jelas Jeka. Tangannya mengepal, tidak suka dengan cara Guan yang terlampau banci. Kalau mau ngajak perang, ikut ke medan perang dong! Jangan sembunyi dibalik prajurit.

"Rumit nih, rumit...". Gumam Victor sambil mengusap-usap dagunya sok berfikir.

"Jadi mau lo kita gimana Bos?". Lanjutnya. Jeka merapatkan diri sebelum menjelaskan strategi yang telah ia susun sebelumnya.

"Untuk sementara ini target kita ajudan Guan, kita habisin mereka. Terus...".

"Sorry-sorry, tapi Guan siapa deh?". Tanya Haykal karena memang Jeka tidak memberitahukan soal Guan sebelumnya.

"Ck! Guan nama tunangan Unaya, panjangnya Khong Guan!". Sahut Jeka emosi.

"Lah kayak merk roti". Gumam Haykal pada dirinya sendiri. Aneh nama kok Khong Guan. Gak sekalian King Khong kick the drum, Rolling on like a Rolling Stone.

"Lanjut Bos!".

"Selama si Khong Guan ini gak berulah dan macem-macem ke Unaya atau kita, jangan serang dia". Titah Jeka.

"Kalau prajuritnya udah abis, berarti kita serang rajanya dong?". Kata Jimi.

"Tergantung situasi. Kalau rajanya gak nyenggol, ya gak usah kita serang. Tapi kalau sebaliknya, beda cerita". Ujar Jeka sungguh-sungguh. Sumpah demi apapun kalau sampai Guan bertindak diluar batas dengan menyeret keluarganya dalam masalah ini, ia tidak akan tinggal diam. Jika sampai itu terjadi, ia akan menghabisi Guan dengan tangannya. Bahkan jika perlu ia akan menguburkan mayat Guan saat itu juga.

"Stand by dan tetap waspada! Bangsat Boys is back!".

--Ex-Bangsat Boys--

"Happy Birthday Yeeeerrrriiii...". Yeri tersenyum kecil saat baru bangun tidur dan membuka pintu kamar tiba-tiba sudah disuguhi kue ulang tahun lengkap dengan lilin berbentuk angka disana. Mama Sonia, Om Papa, Jeka, Unaya, dan Jeni tersenyum lebar dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Gadis itu rasanya mau menangis tapi sudah terlalu sesak. Gimana ya, ia mau nangis tapi air matanya terasa kering karena menangisi Lucas.

Jadi hari pengakuan itu tidak berjalan dengan baik. Lucas menolak perasaannya dan memintanya untuk melupakan kedekatan mereka selama ini. Yeri akhirnya tahu alasan Lucas mendekatinya, ia hanya dijadikan sumber informasi tentang Unaya. Ia pun tahu pekerjaan Lucas, dihari itu pula Lucas menceritakan semuanya. Gadis itu juga tahu Lucas orang suruhan Guan.

Yang lebih menyakitkan adalah saat pemuda itu mengatakan jika ia tidak akan menikah karena resiko dari pekerjaannya. Nama Lucas hanyalah salah satu dari ribuan nama yang ia gunakan untuk menyamar. Dilain hari bisa jadi namanya bukan Lucas lagi, pemuda itu juga tidak bisa bertahan disatu tempat. Ia tidak punya rumah namun mampu jika hanya sekedar menyewa tempat tinggal.

Pada akhirnya Yeri tidak bisa mendapatkan sesuatu yang ia inginkan. Lucas hanyalah perantara yang dikirimkan Tuhan untuk melindungi Unaya dan Jeka, juga untuk membuatnya cepat move on dari Mario. Dan berhasil! Terimakasih Lucas, peranmu disini sungguh berjasa.

"Yeri... Yeri... ayo tiup lilinnya". Tegur Jun hingga menyadarkan Yeri dari lamunannya.

"Ah... iyaaa...".

"Jangan lupa make a wish". Kata Jeka menggingatkan. Yeri mengangguk, gadis itu memejamkan mata dan menyatukan dua tangannya didepan dada.

"Tuhan, aku hanya ingin Lucas pergi dari pikiranku". Batinnya sebelum meniup lilin.

"Yeayyyyy...". Sorak semuanya kemudian memeluk Yeri. Yeri terkekeh, ia bahagia hari ini. Tidak ada alasan untuk bersedih jika ia memiliki orang-orang berharga disampingnya. Bukankah sudah lengkap? Kekasih itu cuma bonus, kebahagiaan inti adalah keluarga. Soal Mario, Yeri sudah membuangnya jauh-jauh dari pikirannya. Pacar toxic buat apa dipelihara. Kisah Yeri kita anggap selesai, karena dia bukan pemeran utama dalam buku ini.

Selanjutnya mari kita bersiap membaca lembaran kisah yang lebih menantang...

--Ex-Bangsat Boys--