webnovel

Ex-Bangsat Boys

Ini kelanjutan kisah cinta mantan leader Bangsat Boys. Kisah cinta si Bos dan Bu Bos ternyata tak semulus yang diharapkan, cinta mereka karam ditengah jalan. Sekarang si Bos bukan anak berandal seperti beberapa tahun lalu, ia telah menjadi mahasiswa jurusan bisnis manajemen merangkap owner kedai Boba. Bu Bos juga sudah bukan remaja polos lagi, kini ia telah menjadi selebgram hits yang kondang dimana-mana. Lama berpisah, keduanya kembali dipertemukan dalam keadaan yang berbeda. Kali ini apakah hubungan mereka akan berhasil? Atau kembali karam? Benarkah cinta hanya butuh waktu?

nyenyee_ · Celebrities
Not enough ratings
40 Chs

Just Half Day

Selesai jam kuliah seperti janji Ririn, gadis itu mengajak Unaya nonton setelah memesan tiket secara online. Ajudan Guan benar-benar tidak mengikuti mereka. Ririn memang top markotop deh, enggak ada takutnya sama sekali. Andai Unaya bisa seberani dan sebar-bar Ririn, tapi mungkin perempuan itu diciptakan Tuhan untuk menjaganya? Wkwk entahlah. Yang jelas Unaya sangat amat bersyukur dikelilingi oleh orang-orang baik seperti Ririn.

"Gila Rin, itu tadi ajudannya Guan bisa Lo bikin mati kutu. Gak ada takutnya emang Lo". Puji Unaya. Saat ini keduanya sedang ada di dalam taksi.

"Sorry nih Na, di dunia ini yang gue takutin cuma Tuhan sama debt colector sih, hehe". Canda Ririn.

"Andai gue seberani Lo Rin. Gue tuh emang pasrahan banget ya jadi orang, kayak gak punya tujuan hidup". Keluh Unaya.

"Stttt... Udah ah, gue males denger Lo ngeluh mulu. Mengeluh gak akan merubah apapun. Stay action dong Na, kalau mau hidup Lo berubah ya usaha". Nasehat Ririn. Unaya manyun, wajarlah ia mengeluh terus ke Ririn. Lha kan perempuan itu tempatnya membuang segala keluh kesah. Tapi orang yang selalu dijadikan penampungan bisa capek juga kali. Apalagi kalau yang dikeluhin itu-itu mulu. Masa dari jaman SMA sampai sekarang pas udah gedhe masalah Unaya hanya soal tidak berani menentang demi kebahagiaan-nya. Masalah hidup Ririn aja sudah complicated, masa Unaya gak ada perkembangan.

"Pinginnya sih gitu, tapi takut. Takut nyakitin orang lain, takut bikin masalah. Pokoknya takut ah". Ujar Unaya lesu. Gadis itu meletakan kepalanya di bahu Ririn.

"Unaya, kalo Lo gak siap hadapin dunia yang kejam ini mending Lo balik ke rahim Mama lo deh!". Kata Ririn kesal. Wajarlah banyak masalah yang menghampiri, namanya juga hidup. Tapi kalau sebesar ini Unaya aja masih bingung ngadepin permasalahan hidup, mungkin bisa dipertanyakan usia mental gadis itu. Atau mungkin Unaya yang dasarnya manja dan segala sesuatu selalu diatur Papanya, ketika ia dilepas untuk hidup sendiri akhirnya kaget dan tidak siap menghadapi dunia yang kejam ini. Atau bisa juga Unaya pada dasarnya gak enakan, aduh susah deh kalau jadi orang gak enakan.

"Ihhh... Ririn gak lucu!".

"Tapi nih ya Na. Gue rasa Lo udah senyaman itu sama Jeka, bahkan Lo takut nyakitin orang lain tapi Lo gak nyadar kalau udah sering banget nyakitin dia". Komentar Ririn yang ada benarnya juga. Secara Unaya adalah tipe orang yang gak enakan. Tapi kalau dengan Jeka bisa berbuat semaunya tanpa kontrol. Tidak memikirkan apakah yang ia lakukan bisa menyakiti pemuda itu atau tidak. Sebenarnya itu semua termasuk sebuah pencapaian atau tidak ya untuk Jeka?

"Aduh kalau bahas Jeka gue jadi semakin merasa bersalah deh. Andai gue punya kesempatan sehari aja buat ngabisin waktu sama dia. Gue pingin melakukan hal-hal yang belum pernah kita berdua lakukan selama ini. Tapi kayaknya gak mungkin deh". Curhat Unaya sambil memainkan jari-jari Ririn. Bahagia sekali pasti rasanya bisa menghabiskan waktu seharian penuh dengan orang tersayang, melakukan aktivitas konyol seperti anak kecil di usia duapuluhan. Tertawa lepas seakan besok baik-baik saja, melepaskan penat dengan berpelukan. Tidak saling bicara hanya saling memeluk saja.

"Emang kalau seandainya hal itu bisa jadi kenyataan, Lo mau ngapain sama Jeka?". Tanya Ririn.

"Eum... nonton film Frozen, main mesin capit, mandi bola, dansa ditengah hujan, clubbing". Sahut Unaya sambil tersenyum lebar.

"Clubbing? Gila lo, bukan Unaya banget itu mah". Komentar Ririn sambil menjitak kepala Unaya. Unaya cengengesan.

"Ya emang, kan gue bilang pingin ngelakuin hal yang belum pernah gue lakuin selama ini sama Jeka. Salah satu wish list gue clubbing".

"Terserah deh Na. Sanaan dikit napa, gue mau nge-chat Bebeb gue dulu". Ririn mendorong-dorong kepala Unaya kesamping hingga membuat gadis itu kesal.

"Santai dong! Mentang-mentang udah punya Bebeb, hape-an terooosss". Protes Unaya.

"Makannya punya Bebeb dong, biar bisa hape-an. Jangan tekanan batin mulu". Ledek Ririn.

"Rese ya Lo". Umpat Unaya kemudian memilih untuk memejamkan matanya.

***

"Na, Lo masuk duluan ya. Kursi kita dibaris F14. Gue mau pipis dulu". Belum juga Unaya menjawab Ririn sudah lebih dulu lari ngibrit meninggalkannya.

"Lah? Riiinn...".

"Maaf Kak, bisa lihat tiketnya? Film sudah mau dimulai". Karena petugas bioskop sudah memintanya masuk ke dalam, maka tanpa melihat judul film yang hendak ia tonton gadis itu menyerahkan tiket itu pada petugas kemudian masuk seorang diri.

Sementara itu bukannya ke toilet karena kebelet pipis, Ririn justru berlari ke lobi mall sambil menatap jam yang melingkar dipergelangan tangannya.

"Sekarang jam dua belas siang, meski gak duapuluh empat jam gue harap dia bahagia dengan waktu yang tersisa". Ujar perempuan itu kemudian melambaikan tangan kearah seseorang berkemeja kuning yang ia hubungi tiga puluh menit yang lalu.

"Maksud Lo apa sih nyuruh gue buru-buru kesini karena Baby Tiger nyungsep di closet? Untung ya dia keponakan gue, terus sekarang dia dimana?". Omel Jeka. Bayangkan saja Jeka yang hendak bertemu client terpaksa membatalkannya karena dapat chat mendadak dari Ririn. Katanya Baby Tiger nyungsep di closet mall, Om mana yang enggak panik saat tahu keponakannya dalam bahaya? Dan bodohnya Jeka tanpa mikir panjang langsung menyusul Ririn. Lha kenapa gak chat Bapaknya hayooo?

"Ya ampun baik banget sih Om Koko yang unch ini, duh jadi merasa bersalah karena udah bohong". Gumam Ririn sambil meringis lebar

👉👈

"Hah? Maksud Lo apaan nih?". Tanya Jeka mulai emosi. Pemuda itu menggulung lengan kemejanya keatas bak hendak mengajak ribut Ririn. Ririn langsung gelagapan dan mengangkat kedua tangannya keatas.

"Eitttt... Santai Bos. Baby Tiger Alhamdulillah baik-baik aja kok. Sebagai permintaan maaf, gue kasih tiket nonton nih". Ririn menarik tangan Jeka kemudian meletakan sebuah tiket ke telapak tangan pemuda itu.

"Stress Lo!". Jeka hendak membuang tiket itu namun segera ditahan Ririn.

"Kali ini aja Jek, Lo dengerin kata-kata cewek o'on ini. Lo masuk ke dalem dan lihat hadiahnya. Lo habisin waktu sama hadiah Lo itu. Pertama nonton film Frozen, main mesin capit, mandi bola, dansa ditengah hujan, clubbing". Ujar Ririn mencoba mengingat-ingat perkataan Unaya tadi. Jeka tentu saja bingung, pemuda itu menarik sebelah alisnya tidak mengerti.

"Lo mabuk ya? Ngomong apaan sih?".

"Udah lakuin aja apa yang gue omongin tadi!". Sahut Ririn nge-gas.

"Lha kok malah Lo yang nge-gas?! Harusnya gue dong yang kesel karena ditipu. Kampret Lo, gue kehilangan duit ratusan juta demi nemuin Lo". Kata Jeka tak kalah nge-gas.

"Percaya sama gue! Momen ini lebih berharga daripada duit yang bakal Lo dapetin dari client. Jangan sia-siain kesempatan!". Setelah mengatakan hal yang membuat Jeka tambah bingung, Ririn pergi begitu saja. Jeka menatap tiket yang diberikan Ririn.

"Kafir?". Jeka membaca judul film yang tertera di tiket itu.

"Emang udah sakit jiwa tuh orang. Jadi maksudnya momen yang lebih berharga dari uang itu bareng setan?!".  Umpat Jeka. Emang dasar Ririn, Unaya kan pinginnya nonton film Frozen bukan film horor.

"Maafin deh Na. Kan gue udah terlanjur pesen tiketnya. Gak apa-apa lah ya nonton film horor, yang pentingkan sama Jeka hehe". Kata Ririn sambil cengengesan. Setidaknya ia sudah berusaha mengabulkan wish list Unaya yang katanya tidak mungkin menjadi mungkin.

***

Meski mencak-mencak sekalipun toh Jeka tetap mendengarkan kata-kata Ririn. Pemuda itu penasaran apa maksud perkataan Ririn tadi. Daftar kegiatan yang diucapkan gadis itulah yang membuat Jeka melangkahkan kakinya masuk ke dalam bioskop. Jeka berjalan santai saja menuju kursi yang tertera di tiket. Ia tidak tahu siapa orang yang duduk disampingnya karena orang itu mengenakan masker dan bucket hat. Orang itu adalah Unaya, Unaya yang terkejut dengan sosok disampingnya ini reflek membulatkan matanya. Kok ada Jeka disini? Terus Ririn mana?

"Jeka? Lo ngapain?". Tegur Unaya.

"Hah? Kok tahu nama gue? Lo siapa?". Tanya Jeka dengan suara keras hingga orang-orang menjadikan mereka pusat perhatian.

"Maaf". Ujar Unaya hingga orang-orang itu melanjutkan aktivitas mereka. Gadis itu beringsut lebih dekat kearah Jeka sebelum membisikkan sesuatu.

"Stttt... Pelan-pelan aja ngomongnya. Gue Unaya...". Unaya menurunkan sedikit maskernya kemudian menaikkannya kembali.

"What?!". Jeka jelas kaget karena kejutan yang dimaksud Ririn adalah Unaya. Please lah ini Ririn niat banget bikin dia gagal move on. Dimana-mana ketemu Unaya mulu. Emang kadang gitu ya, kalau sengaja menghindar malah diketemuin terus. Lucu.

"Tadi gue kesini sama Ririn. Terus kursi yang Lo dudukin ini punya Ririn. Ririn-nya dimana?". Jeka mendengus, Unaya-unaya masih gak sadar aja kalau dikerjain Ririn.

"Si Ririn pasti sengaja ngerjain kita. Udahlah ceritanya panjang, kita nonton dulu aja". Kata Jeka sambil menatap kearah depan. Unaya melongo, masih mikir panjang. Dikerjain Ririn.

"Nonton film Frozen, main mesin capit, mandi bola, dansa di tengah hujan, clubbing". Tambah Jeka hingga membuat pipi Unaya memerah. Gadis itu tidak tahan untuk tidak tersenyum. Ya ampun Ririn sweet banget sih, bisa-bisanya perempuan itu mengabulkan harapannya.

"Ishhhh... Ririn". Dengus Unaya. Meski senang tapi gadis itu malu juga. Jeka jadi tahu keinginan konyolnya deh.

"Tapi kayaknya yang bakal kita tonton ini bukan film Frozen deh, mau ganti aja?". Tanya Jeka iseng yang membuat Unaya sontak menatap kearah depan karena lampu sudah dimatikan.

"KAFIR...".

"Yahhhh... Filmnya udah terlanjur mulai". Kata Jeka sambil menahan tawa. Unaya mematung ditempatnya dengan pelipis penuh keringat. Hisshhh... Ririn nyebelin, tapi sayang. Hiks..

Jeka yang memang pernah menonton film horor bersama Unaya tahu betul jika gadis itu akan menutup mata sampai film-nya selesai. Bukan modus tapi inisiatif saja, pemuda itu menautkan jari-jarinya ke sela jari Unaya dan menggenggamnya lembut. Unaya jadi lebih tenang, ia menoleh kesamping dan menatap wajah tampan Jeka.

"Kasihan Ririn, buang-buang duit buat beli tiket nonton. Padahal lumayan bisa buat beli popok bayi". Sindir Jeka.

"Salah siapa belinya tiket film horor. Rese banget deh jadi orang". Gerutu Unaya.

"Canda elah, baperan banget sih jadi orang. Btw layar-nya tuh disana, bukan dimuka gue". Kata Jeka tanpa menoleh kearah Unaya. Pemuda itu sebenarnya agak sedih juga agak senang bertemu dengan Unaya saat ini. Jadi dilema dibuatnya, mau benci tapi Unaya tidak salah apapun. Ini murni takdir yang lucu karena membuat hubungan mereka tidak jelas. Kini Jeka akan melupakan harapannya pada Unaya, bukan orangnya. Jadi meski mereka tidak bisa menjadi pasangan, tapi masih bisa berteman kan?

"Iya tahu, tapi gue lihatnya lo aja boleh gak sih?". Tanya Unaya. Jeka menoleh dan menatap gadis itu.

"Enggak boleh, nanti naksir. Gak bisa move on!". Ledek Jeka. Unaya mendengus, udah ketebak aja sih.

"Ya udah kalau gitu gue natap mas-mas yang duduk disamping kiri gue aja". Unaya hendak menatap kearah lain tapi Jeka langsung menahan pipi gadis itu kemudian mengarahkannya untuk kembali menatap wajahnya.

"Mending Lo natap gue aja". Ujarnya cuek lalu kembali menatap depan. Unaya tersenyum ya ampun masih posesif aja sih. Dasar Jeka!

Sepanjang film, Unaya benar-benar hanya menatap wajah Jeka. Selain alasannya karena takut nonton film-nya, wajah tampan Jeka gak bosenin kalau ditatap. Pemandangan ini jauh lebih indah dari apapun, seriusan deh. Tanpa sadar Unaya senyum-senyum sendiri dari tadi. Untung pakai masker jadi gak disangka sinting karena senyum-senyum padahal yang ditonton film horor bukan komedi.

"Peluk boleh gak sih?". Ijin Unaya.

"Hah? Oh, boleh. Peluk aja kalau takut". Kata Jeka memberi ijin. Sejujurnya gugup juga karena Unaya bersikap manja padanya dengan status bukan siapa-siapa. Tapi disaat seperti ini Jeka maklum kok, namanya juga cewek yang lagi takut nonton film horor. Jeka tidak mau menganggap lebih karena takut berharap kembali.

"Lo pakai parfum apaan sih? Enak bau-nya". Ditengah kegugupan Jeka, Unaya malah bertanya hal-hal random.

"Parfum yang ada tulisannya make women fell cozy".

"Pantes". Unaya semakin betah mendusel di dada Jeka. Haduh dasar Unaya, gak tahu aja kalau yang dipeluk lagi bertarung dengan kata hati.

"Jangan baper, jangan baper". Batin Jeka meronta.

Jeka berhasil menahan diri sampai film horor selesai. Pemuda itu bernafas lega karena Unaya melepaskan pelukannya. Sementara itu Unaya justru mendengus kesal.

"Yahhh... Film-nya udah habis". Keluh gadis itu. Kan masih mau peluk Jeka. Belum puas rasanya padahal sudah dua jam pelukin Jeka-nya.

"Cari makan yuk, laper gue". Ajak Jeka. Pemuda itu melirik arlojinya, pukul dua siang lebih dikit. Makan paling tigapuluh menit habis itu ajak Unaya main mesin capit dan mandi bola. Insyaallah cukup untuk menuruti semua keinginan Unaya hari ini.

"Gue gak begitu laper sih. Beli Snack aja gimana?".

"Terserah Lo deh. Gue mau makan". Jeka berjalan meninggalkan Unaya. Gadis itu mendengus karena ditinggal begitu saja.

"Ihhh... Jeka tungguin!". Teriak gadis itu kemudian berlari menyusul Jeka.

Akhirnya mereka berdua makan di food court, ambil tempat di area free smoking. Jeka sudah menghabiskan makanannya sementara Unaya masih makan sambil nyerocos sendiri.

"Gue seneng deh Jek bisa main sama Lo kek gini". Kata Unaya dengan mulut penuh makanan.

"Hem!". Sahut Jeka sambil menghembuskan asap rokoknya dengan sengaja ke arah Unaya.

"Tapi Lo beneran gak marah sama gue Jek? Lo enggak benci gue kan?".

"Hem!". Lagi-lagi Jeka menjawab dengan sangat menyebalkan sambil menghembuskan asap rokok kearah Unaya.

"Ihhhh... Marah apa enggak sih? Hem-hem mulu! Uhuk! Matiin gak rokoknya?!". Omel Unaya.

"Lagian Lo makan aja masih bawel! Jadi gak sih main mesin capitnya?!". Omel Jeka balik.

"Ya Lo kalau ditanya tuh jawab yang bener dong! Gak niat banget jawabnya". Gerutu Unaya.

"Bukan soal niat gak niat. Topik yang Lo bicarain tuh gak penting. Bisa gak sih Na, untuk hari ini aja gak usah bahas hal itu? Bisa gak kita bertingkah seakan gak terjadi apa-apa?". Unaya bungkam. Gadis itu melirik kearah Jeka yang sibuk dengan rokoknya namun matanya menyiratkan kesedihan. Pasti berat bagi pemuda itu yang dipaksa oleh keadaan untuk selalu bertemu dengannya padahal sangat ingin move on.

"Aku tlah tahu kita memang tak mungkin, namun mengapa kita selalu bertemu...".

Yeah, cocok banget deh liriknya sama kasus mereka.

"Bisa gak?!". Tanya Jeka sekali lagi.

"Oke". Sahut Unaya.

"Good. Habisin makanan Lo, gue tunggu di depan". Jeka beranjak dari tempat duduknya.

"Kenapa gak temenin aja?". Cegah Unaya.

"Makan sambil ditemenin asap rokok mana enak. Ntar Lo bengek, gue yang repot". Kata Jeka kemudian pergi. Unaya tersenyum kecil, meski perkataan Jeka menyebalkan namun gadis itu tahu kalau Jeka sebenarnya perhatian.

"Gue tuh sengaja makannya dilama-lamain biar bisa berduaan sama Lo. Hhhh... Dasar gak peka". Unaya meletakkan sendok dan garpu nya. Gadis itu meninggalkan makanannya yang masih banyak.

***

Pukul 15.00, lokasi Time Zone.

"Jeka sanaan dikit, gue mau boneka Cooky yang itu!". Teriak Unaya heboh. Gadis itu berisik sekali hingga membuat konsentrasi Jeka buyar.

"Stttt... Lo berisik banget sih. Gue tahu boneka mana yang Lo mau. Yang gantungan itu kan?". Tanya Jeka memastikan. Unaya mengangguk dengan antusias.

"Ngambil boneka kecil lebih sulit daripada yang besar. Lo cukup diam dan perhatikan!". Lanjut Jeka yang dijawab anggukan oleh Unaya. Jeka terkekeh melihat tingkah lucu gadis itu. Jeka yang berjuang ngambil boneka, Unaya yang menahan napas karena takut ganggu konsentrasi Jeka.

"Yes!!! Lo berhasil Jek!". Unaya memekik kegirangan saat Jeka berhasil mendapatkan boneka yang ia mau. Apa sih yang gak bisa dilakukan Jeka? Semua bisa ia lakukan kecuali membawa Unaya ke KUA, eaaakkkk :')

"Eitttt.... Jawab dulu kenapa Lo maunya boneka yang kecil? Padahal gue bisa dapetin yang paling gedhe kalo Lo mau". Jeka menjauhkan tangannya saat Unaya hendak mengambil boneka incarannya.

"Gue mau yang kecil karena biar bisa gue bawa kemana-mana, biar bisa gue liat terus. Kalau yang gedhe cuma bisa gue pajang di kamar, gak ada kesannya". Jawab Unaya jujur. Jeka tersentuh dengan jawaban Unaya. Secara tidak langsung gadis itu menyiratkan jika ingin selalu mengingatnya setiap waktu, terutama ketika menatap boneka gantungan kecil itu.

"Hmmm... Nih ambil". Jeka melemparkan boneka kecil itu yang langsung ditangkap Unaya.

"Ayo kita ke tempat mandi bola mumpung belum rame". Lanjutnya kemudian berbalik. Jeka diam-diam mengulas senyum kecil. Ya ampun Unaya memang paling pinter membuat laju jantungnya anomali. Hanya dengan sebuah kata-kata saja sudah berhasil membuatnya nyaris gila.

"Ck! Kebiasaan deh, suka ninggalin. Tungguin napa". Gerutu Unaya.

Selanjutnya Jeka dan Unaya pergi ke tempat mandi bola. Unaya menarik-narik tangan Jeka agar ikut masuk dan nyemplung tapi pemuda itu tidak mau.

"Gak ah! Ntar bola-nya pada penyok kalau gue ikut nyemplung! Gak lihat nih badan gue segedhe Hulk?!". Omel Jeka. Lha nyadar kalau badannya segedhe Hulk, pfttttttt...

"Ya udah gue ngambek!". Ancam Unaya agar Jeka luluh.

"Terserah!". Bukannya luluh, Jeka malah yang ngambek. Pemuda itu pergi meninggalkan Unaya yang hampir menangis. Jahat banget sih Jeka, tega!

Jeka bukannya mau jahat atau tega pada Unaya, tapi pemuda itu tengah menahan agar tidak terlalu luluh pada Unaya. Sudah dibilang ia akan melupakan harapannya pada Unaya. Sedang berusaha untuk tidak bucin, agar Unaya sadar kalau tak selamanya ia bisa dikendalikan oleh gadis itu. Jeka lelah diperlakukan semena-mena oleh Unaya. Meski begitu ia tidak mau membuat Unaya sedih.

"Dek, tolong kasih permen loli ini ke Kakak cantik yang disana". Jeka menunjuk kearah Unaya yang sedang menunduk sedih.

"Bilangin meski dunia berubah dan gue berubah, tapi senyuman lo tetap menjadi kekuatan buat gue. Jadi jangan sedih lagi". Lanjut Jeka. Bocah itu manggut-manggut saja dan langsung berlari kearah Unaya.

"Kakak cantik". Panggil bocah itu.

"Iya?". Sahut Unaya dengan senyum yang dipaksakan.

"Ini ada permen dari Kakak itu...". Unaya mengikuti arah yang ditunjuk si bocah. Jeka yang di tatap langsung salah tingkah dengan bersiul-siul sambil menatap sekitar.

"Katanya meski dunia berubah dan aku-kamu berubah, aduh apa ya Kak. Aku lupa...". Kata si bocah hingga Unaya terkekeh dibuatnya.

"Makasih ya permennya. Biar Kakak yang suruh dia ngomong sendiri". Unaya mengusap rambut si bocah dan membiarkannya pergi.

Unaya langsung berjalan mendekati Jeka kemudian berdiri tepat di depan pemuda itu.

"Mau ngomong apa tadi?". Tanya Unaya langsung.

"Hah? Ngomong apaan? Enggak ada". Kilah Jeka gelagapan.

"Alah tadi nyuruh-nyuruh anak kecil buat ngasih permen. Lo kasih dialog tapi tuh anak gak hafal tuh". Ledek Unaya.

"Anjrit". Umpat Jeka pelan.

"Gak berani ngomong nih? Duh chicken, pok-pok-pok". Ledek Unaya lagi dengan begitu menyebalkan. Jeka menarik tangan Unaya hingga gadis itu terhuyung di dadanya. Unaya berkedip beberapa kali karena jaraknya dengan Jeka terlampau sempit.

"Gue tadi mau bilang. Meski dunia berubah dan gue berubah, tapi senyuman lo tetap menjadi kekuatan buat gue. Jadi jangan sedih". Kata Jeka pada akhirnya, pemuda itu hendak menyentuh pipi Unaya namun diurungkan. Tiba-tiba merasa tidak pantas, Unaya kan bukan miliknya lagi. Sementara Unaya masih terlarut dalam perasaannya. Perkataan Jeka tadi membuatnya bahagia bukan main. Baper sudah pasti, tapi entah kenapa hal-hal sederhana yang dilakukan Jeka sudah bisa membuatnya terbang ke awang-awang. Tapi sayang, kenyataan jika mereka tidak memiliki status apa-apa sukses menampar Unaya.

"Udah puas belum mandi bolanya? Mau lanjut berburu hujan?". Tawar Jeka yang langsung diangguki Unaya. Siang bolong yang cerah, mereka mau nyari hujan dimana? Entahlah yang jelas di sisa waktu yang singkat ini, Unaya ingin mengukir kenangan indah sebanyak-banyaknya bersama Jeka. Just one day, ah ralat just half day ini mah :(

***