webnovel

Ex-Bangsat Boys

Ini kelanjutan kisah cinta mantan leader Bangsat Boys. Kisah cinta si Bos dan Bu Bos ternyata tak semulus yang diharapkan, cinta mereka karam ditengah jalan. Sekarang si Bos bukan anak berandal seperti beberapa tahun lalu, ia telah menjadi mahasiswa jurusan bisnis manajemen merangkap owner kedai Boba. Bu Bos juga sudah bukan remaja polos lagi, kini ia telah menjadi selebgram hits yang kondang dimana-mana. Lama berpisah, keduanya kembali dipertemukan dalam keadaan yang berbeda. Kali ini apakah hubungan mereka akan berhasil? Atau kembali karam? Benarkah cinta hanya butuh waktu?

nyenyee_ · Celebrities
Not enough ratings
40 Chs

Dihari Pernikahan Kita

Suasana ruang rawat Unaya begitu ramai, keluarga dan teman dekatnya berkumpul untuk menjadi saksi pernikahannya. Namun ia sama sekali tidak ikut larut dalam canda tawa itu, ia hanya sesekali tersenyum dan menjawab seadanya ketika ditanya. Unaya lebih tertarik pada sebuah buku yang ia bawa, sebuah buku yang direkomendasikan oleh psikolognya. Namanya dokter Jihan.

Unaya suka dokter Jihan, meski ia diam dan enggan bicara banyak namun gadis itu paham apa yang ia rasakan. Dokter Jihan tahu apa yang ia takutkan kala pernikahan ini benar-benar terlaksana. Unaya masih takut Jeka kecewa padanya, Unaya juga takut Jeka menikahinya hanya karena kasihan. Kalau bukan karena nasehat dari dokter Jihan, mungkin hari ini akan ada pengantin yang kabur. Omong-omong buku yang direkomendasikan dokter Jihan adalah buku tentang betapa berharganya kita sebagai manusia dan cara mencintai diri sendiri.

Dokter Jihan menyembuhkan bukan dengan paksaan, namun ia sengaja meminta Unaya untuk membaca buku yang sesuai dengan keadaannya agar gadis itu bisa memahami masalahnya sendiri. Harapannya gadis itu akan sembuh dengan sendirinya. Namun tetap saja jika Unaya butuh teman cerita, dokter Jihan akan menyediakan waktu untuknya.

Jujur semenjak kejadian itu hidup Unaya seperti kosong, ia mau menikah hari ini tapi rasanya hampa. Entah ini yang namanya kebahagiaan atau bukan, yang jelas ia tak merasakan apapun. Unaya seperti sibuk dengan dunianya sendiri, bak tak ada orang disekitarnya. Itulah yang membuat keluarganya sedih. Unaya yang ceria sudah menghilang.

"Baca buku mulu. Hari ini Lo mau menikah! Smile...". Ririn merebut buku yang baru dibaca Unaya kemudian menyembunyikannya dibelakang tubuhnya. Unaya tersenyum seperti perintah Ririn namun dipaksakan. Ririn yang kesal pun menarik ujung bibir Unaya dengan tangannya.

"Lo bahagia gak sih?". Bisik Ririn tepat didepan wajah Unaya. Takut ada yang mendengar dan malah menghancurkan acara ini.

"Ini bukan pernikahan impian gue". Sahut Unaya. Gadis itu menghela nafas panjang. Ia ingin menikah dengan perasaan lega, tanpa takut apapun. Saat ini waktunya kurang tepat, tapi kata Jeka tidak bisa ditunda lagi. Pemuda itu takut akan aral yang menghadang didepan sana kalau tidak disegerakan.

"Gue paham. Besok kalau Lo udah sembuh, gelar pesta resepsi seperti apa yang Lo mau. Hari ini Lo harus bahagia. Lo gak akan nyesel nikah sama Jeka, Na". Ririn menggedikan dagunya ke arah Jeka yang sudah tampil rapi dengan rambut disisir kebelakang. Pakai kemeja putih, meski sederhana namun jantung Unaya berdetak kencang karenanya.

Karena mendadak wajahnya memerah, Unaya pun menundukan kepalanya. Ririn yang melihat terkekeh sendiri.

"Ganteng banget gak sih calon suami Lo?". Goda Ririn.

"Ishhh... Ririn! Gue malah insecure. Lihat nih penampilan gue gak banget. Kucel, jelek". Rengek Unaya. Tadi sebenarnya Sonia hendak memanggil tukang make up, tapi karena Unaya masih takut bertemu dengan orang asing maka diurungkan. Toh Jeka tidak mempermasalahkannya, yang penting pernikahannya sah dimata hukum dan agama.

"Lo cantik banget kok". Hibur Ririn.

Ini penampakan pengantin ceweknya, cantik gak?

"Bohong!". Unaya mencubit kecil lengan Ririn.

"Jek, pengantin ceweknya cantik gak sih?". Ririn iseng bertanya pada Jeka hingga membuat Unaya makin sebal dan malu.

"Hah? Cantik banget, sabar ya penghulunya bentar lagi dateng". Sahut Jeka seadanya karena sibuk ngobrol dengan Jun dan Victor.

"Ciyeeee... Kak Una udah gak sabar mau kawin". Ledek Jeni. Unaya menutup wajahnya dengan telapak tangan karena malu. Siapa juga yang ngebet kawin!

Mari kita simak obrolan para lelaki.

"Lihat Unaya kok gue malah makin gugup? Gimana nih kalau ntar salah pas ijab qobul?". Kata Jeka sambil mengusap dahinya yang berkeringat sedari tadi.

"Asal gak nyebut nama mantan aja pas ijab qobul Bos. Kalau terjadi, kelar udah". Jawaban Victor membuat Jun terkekeh.

"Bener juga lo Vi. Saran dari gue sih Lo bayangin tuh malam pertama, pasti semangat ijab qobul nya".

"Eaaaaakkkk.....". Ngomongin malam pertama Jeka jadi sedih.

"Sialan Lo. Yang ada gue malah makin sedih. Gak bisa gue malam pertama sama Unaya untuk sementara waktu. Kalau kata dokternya gak boleh dipaksa karena dia masih trauma". Kata Jeka dengan sendu. Mana mungkin Jeka akan melanggar pesan dokter demi menuntaskan hasratnya? Ia tidak mau Unaya makin takut dan tak kunjung sembuh. Jeka bertekad akan menyentuh Unaya kalau gadis itu sudah siap. Tidur seranjang saja belum tentu gadis itu mau. Hanya kecupan dan pelukan batasnya. Untuk yang lain-lain menunggu waktu.

"Ohhh... Soo sad :(". Jun dan Victor ikut sedih mendengarnya.

"Assalamualaikum warahmatullahiwabarokatuh...". Kata seseorang yang membuat semua atensi teralihkan kearah lelaki berkumis tebal itu.

"Waallaikumsallam... Ini penghulu nya?". Tanya Jun.

"Iya benar, perkenalkan saya Upin dari...".

"Ahhh... Pasti dari kampung durian runtuh". Sahut Victor secepat kilat.

"Heh sembarangan Lo! Ini Bapak Upin penghulu dari kampung Bojong". Tegur Jeka. Kebiasaan deh Victor kalau ngelawak garing.

"Saya dari kampung Bojong. Jadi mana yang mau menikah?". Tanya Bapak Upin.

"Tentu saja anak saya yang paling ganteng ini". Jun merangkul bahu Jeka. Lelaki itu memberikan semangat pada Jeka agar tidak gugup.

"Sudah siap?". Tanya Bapak Upin. Secara otomatis Jeka menatap kearah Unaya. Mata keduanya bersiborok, jantung mereka sama-sama berdetak kencang. Sebentar lagi mereka akan menjadi pasangan suami-istri. Lalu mereka saling memalingkan wajah karena malu. Jeka menggigit bibir bawahnya sementara Unaya menutupi wajahnya dengan rambut.

"Aduh pada malu-malu gini. Udah ayo Pak dimulai aja". Seru Ririn yang disetujui semuanya.

"Papa mertua belum dateng". Kata Jeka. Suryo agak telat katanya. Namun beberapa detik kemudian Suryo masuk kedalam ruangan dengan terburu.

"Maaf saya telat, ayo segera dimulai saja". Kata lelaki itu begitu datang. Suryo mengabaikan tatapan kesal dari Sonia. Ia langsung menghampiri Unaya dan memeluk putrinya itu. Omong-omong Mama Irene tidak hadir karena sedang di Korea. Sejak cerai wanita itu tinggal bersama Helena.

"Alhamdulillah, saksi juga sudah lengkap. Kalau begitu mari kita mulai acaranya". Jeka menarik nafas panjang. Nanti begitu ijab qobul ia ucapkan, tanggungjawab nya semakin besar. Unaya sudah bukan tanggungjawab orang tuanya lagi, pemuda itu yang akan mengambil alih.

"Santai saja. Tidak usah tegang". Kekeh Bapak Upin begitu melihat wajah kaku Jeka. Kini Jeka dan Unaya sudah duduk di lantai yang didepannya terdapat sebuah meja kecil. Didepan mereka ada penghulu dan Suryo. Lagi-lagi mereka saling tatap, kali ini mereka saling melempar senyum. Oke... Oke senyuman Unaya membuat rasa gugup Jeka sedikit menghilang. Jeka mulai menjabat tangan Suryo. Suryo menatap Jeka serius, seakan menyiratkan; jaga Unaya seperti janji kamu.

"Saya nikahkah dan kawinkan engkau saudara Jeka Nalendra bin Pablo Picasso dengan putri saya Unaya Salsabila binti Suryo Pranoto dengan mas kawin dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!".

"Saya terima nikah dan kawinnya Unaya Salsabila binti Suryo Pranoto dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!". Kata Jeka tegas sekali hembusan nafas.

"Bagaimana saksi, sah?".

"SAHHHHHHH!!!". Ujar semuanya kompak kemudian membaca Al Fatihah. Jeka langsung bernafas lega, ia menoleh kesamping dimana Unaya tengah menangis terharu dipelukan Ririn dan Sonia.

"Keren Bos, ternyata Lo gak hanya jago bertitah aja. Sekarang udah bisa ngucap ijab qobul. Selamat ya". Victor menepuk pundak Jeka.

"Thanks Bro". Sahut Jeka tanpa mengalihkan tatapannya kearah Unaya. Kok Unaya jadi terlihat makin cantik setelah jadi istrinya?

"Selamat Unaya, akhirnya Lo jadi seorang istri. Huhu ikut terharu gue". Ririn mengusap-usap air matanya.

"Salim dong sama suaminya". Kata Sonia sambil menunjuk Jeka. Unaya menatap Jeka dengan malu-malu ia mengulurkan tangannya kearah pemuda itu hendak salim. Jeka tersenyum ia usapkan tangan nya ke baju sebelum menjabat tangan Unaya. Biar bersih maksudnya itu tangan.

"Dicium!". Perintah Sonia karena Unaya diam saja.

"Ihhhh.... Gemes banget sih". Pekik semuanya. Setelah Unaya mencium punggung tangan suaminya, Jeka langsung mencium dahi gadis itu :3 Soo sweeettt...

"Yang masih baru emang biasanya bikin gemes. Coba lima tahun lagi, hmmmm rasakan pahitnya". Canda Pak Upin.

"Hahaha saya setuju Pak. Hah... Jadi kangen pas masih penganten baru". Celetuk Victor.

"Insyaallah enggak pahit Pak, bakal tahan lama gemesnya. Kan dikasih pengawet, iya kan yank?". Goda Jeka sambil menyenggol lengan Unaya. Unaya memukul pundak Jeka, jadi tambah malu karena digoda banyak orang.

***

"Jeka, Papa pamit ya. Papa titip Unaya".

"Papa beneran mau pergi secepat ini? Gak mau pamit sama Unaya dulu?". Suryo menggelengkan kepalanya.

"Papa terlalu pengecut untuk ngomong langsung sama Unaya. Nanti tolong sampaikan aja".

"Soal persidangan Guan itu, Papa yakin Unaya bisa hadir dan bersaksi?". Tanya Jeka tidak yakin. Kabar terbaru soal Guan, persidangan akan dilaksanakan tiga bulan lagi. Jadwal sidang diagendakan agak lama karena menunggu Unaya pulih. Unaya sebagai korban harus bersaksi, hukuman yang akan diterima Guan tergantung kesaksian Unaya. Namun Jeka tidak yakin Unaya bisa datang ke pengadilan dan bertemu Guan secara langsung. Pasti Unaya akan takut dan mempengaruhi mentalnya.

"Papa yakin kamu bisa bujuk dia. Unaya pasti akan sembuh, papa pamit ya".

Setelah Suryo pergi, Jeka masuk ke dalam ruang rawat Unaya. Lagi-lagi Unaya sedang membaca buku. Terhitung sudah empat jam mereka berstatus suami istri. Namun Jeka melihat Unaya masih malu-malu padanya, menatap mata saja tidak berani. Pemuda itu dengan sabar melakukan pendekatan pada istrinya.

"Asyik banget bacanya, apa matanya enggak sakit?". Tanya Jeka. Pemuda itu duduk diatas ranjang, sebelah Unaya. Melihat kehadiran Jeka, Unaya bergeser seperti memberi jarak. Jeka tersenyum kecil melihatnya. Sudah maklum, Unaya terkadang akan memberi batasan pada lawan jenis.

"Enggak. Lagi seru". Sahut Gadis itu tanpa menatap Jeka. Jeka meraih sebelah tangan Unaya yang menganggur kemudian digenggam.

"Ya udah aku temenin sampai gak seru lagi. Tapi habis itu kasih waktu buat aku ya. Aku iri sama buku yang bisa kamu tatap terus". Unaya sontak mematung. Kok jadi merasa enggak enak karena cuekin Jeka sedari tadi. Gadis itu menoleh kearah Jeka yang memejamkan mata sambil menggenggam tangannya. Ia amati wajah suaminya itu dari dekat.

"Sejak kapan diatas alis kamu ada tindiknya?". Tanya Unaya. Tangan gadis itu terulur untuk menyentuh tindik yang ada diatas alis Jeka. Jeka mengerutkan dahinya kemudian membuka matanya pelan-pelan.

"Baru nyadar? Kamu terlalu fokus ke buku sih sampai gak tahu kalau aku nambah tindik sama tatto". Kata Jeka sambil pamer.

"Ishhh... Cowok nakal". Ledek Unaya. Jeka nyengir dan mulai merapatkan diri kearah Unaya.

"Gak suka ya?".

"Jangan ditambahin lagi!".

"Kenapa?".

"Aku takut, lihatnya kayak preman". Jeka terbahak mendengar jawaban polos dari Unaya.

"Semoga ya gak ketagihan lagi. Kemarin habis pasang tindik disini sih". Kata Jeka kemudian menjulurkan lidahnya. Unaya sontak membulatkan mata begitu melihat tindikan di lidah Jeka. Gila, gak sakit apa?

"Kamu pasang tindik kok gak bilang dulu? Ih... Apaan sih, kesel! Sana jauh-jauh...". Unaya mendorong-dorong tubuh Jeka agar menjauh.

"Hahahaha... Ini bisa dilepas kali. Santuy aja santuy, Nyonya Bos". Jeka memeluk tubuh Unaya agar gadis itu diam. Setelah dipeluk Jeka, bukan diam lagi melainkan mematung. Jeka tahu Unaya masih belum terbiasa dengan sentuhan setelah kejadian itu.

"Hari ini adalah hari yang paling bahagia buat aku. Dulu hari bahagiaku tuh kalau bisa ngalahin musuh pas tawuran. Tapi sekarang levelnya udah beda. Makasih ya udah mau jadi istri ku". Bisik Jeka dengan tulus.

"Harusnya aku yang bilang gitu, makasih udah mau jadi suamiku padahal...".

Cup...

Jeka sengaja mengecup bibir Unaya agar gadis itu tidak bicara aneh-aneh. Unaya jelas kaget, gadis itu menyentuh bibirnya.

"Kenapa? Gak boleh? Kan udah sah". Tantang Jeka. Jeka semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Unaya.

"Aku udah ajuin cuti kuliah setahun biar bisa fokus sama pengobatan kamu".

"Loh kamu kan sibuk. Jadi ketua BEM, ketua UKM".

"Kamu lebih penting". Sahut Jeka langsung. Gak apa-apa kok kehilangan semua jabatan, asal gak kehilangan Unaya aja.

"Aku-nya yang gak enak, kok kesannya aku ngerepotin".

"Loh emang udah jadi kewajiban aku. Prioritas ku sekarang ya kamu, kan kamu istri ku. Jabatan di kampus itu udah gak penting lagi, udah cukup eksis di kampusnya. Yang penting istriku". Jelas Jeka. Unaya tersenyum kecil, gadis itu mengusap pipi Jeka dan mengucapkan terimakasih berkali-kali. Terimakasih karena rasa cinta yang tak pernah usai, terimakasih karena masih setia setelah sekian lama, dan terimakasih telah menjadi jodohnya.

"Love you..". Bisik Unaya. Ia hendak mengecup pipi Jeka namun pemuda itu sudah lebih dulu menoleh ke samping. Alhasil bibir mereka menempel, awalanya Unaya hendak melepaskan kecupannya namun ditahan Jeka. Jeka mencium bibir Unaya lembut sekali, beberapa kali tangan Unaya bergerak gelisah namun dengan cepat Jeka menggenggamnya. Unaya yang awalnya takut kini rileks karena sentuhan lembut Jeka. Mengetahui Unaya baik-baik saja bahkan gadis itu membalas ciumannya, Jeka kira bisa dilanjutkan ke yang lebih intim.

Jeka melepaskan ciumannya pelan dan menatap wajah sayu Unaya. Ia usap bibir Unaya yang basah dan sedikit bengak.

"Gak usah takut ya...". Bisik Jeka. Ia hendak meraih bibir Unaya bersamaan dengan tangannya yang meloloskan baju gadis itu namun penolakan yang didapat. Unaya memundurkan wajahnya sambil menggeleng.

"Maaf, aku masih takut". Ujar Unaya sedih sambil menunduk dalam. Jeka terdiam beberapa saat, sempat merasa kecewa. Ia kan suaminya, masa menyentuh istri sendiri gak boleh. Namun ia menyadari keadaan Unaya tidak memungkinkan, ini terlalu cepat.

"Maaf, udah maksa". Jeka memeluk Unaya erat dan mengecupi puncak kepala gadis itu. Unaya mengangguk dalam pelukan Jeka, gadis itu memeluk Jeka tak kalah erat. Meski ia takut disentuh lebih oleh Jeka, namun entah mengapa ia merasa aman didekatnya. Pada dasarnya sedari dulu Jeka adalah pelindungnya, kesatrianya. Ternyata cinta hanya perlu waktu untuk tumbuh dan bersatu. Ending yang bahagia tak bisa diciptakan sekejab, ada prosesnya. Jatuh cinta hanya butuh waktu beberapa detik, namun untuk mendapatkan cinta butuh waktu ribuan detik.

Jeka merasakan proses kehidupan yang sesungguhnya. Kehidupannya dulu sangat berantakan, perlahan berubah setelah bertemu dengan gadis cupu yang sekarang menjadi istrinya ini. Segala cobaan membuatnya harus terpaksa menjadi dewasa. Pertama saat Papanya meninggal dan kedua saat ditinggal Unaya tunangan. Namun untuk kasus yang sekarang, Jeka bukan terpaksa menjadi dewasa, ia memang sudah dewasa dan mengemban tanggung jawab sebagai seorang suami. Ia tidak akan mengeluh dan menyesali keputusannya untuk menikahi Unaya. Toh selama manusia masih hidup akan selalu diuji dengan sesuatu yang tak terduga.

Namun Jeka percaya jika kesedihan dan kebahagiaan itu datangnya satu paket. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, intinya semua hanya butuh waktu.

--Selesai--

Yogyakarta, 14 September 2021