1 Pembukaan

"Menangis saja, saya tidak lihat."

Sebuah suara menghentikan langkahku yang ingin segera beranjak pergi. Aku menoleh ke arah suara itu. Ada seorang lelaki yang berdiri selangkah dari tempatku duduk menangis. Dia membelakangiku. Memperlihatkan tubuh tinggi, bahu lebar dan rambut mulletnya. Aku tidak begitu peduli. Diriku kembali tenggelam dalam tangisan.

Beberapa menit berlalu, tangisku mulai berhenti.

"Sudah merasa baikan?" itu suara lelaki yang tadi. Dia masih disini?

"Ini coklat hangat. Kamu minum dulu, saya tidak menjamin kesedihanmu hilang tapi coklat hangat selalu membangkitkan semangat saya jika sedang sedih." Satu cup hot chocolate berukuran sedang lelaki itu angsurkan ke hadapanku. Aku mengangkat kepala namun, lelaki itu masih saja membelakangiku. Beruntung lengannya panjang sehingga aku dapat menjangkau cup yang ia berikan.

Sebelum minum, kuhirup dulu aromanya. Begitu menenangkan. Bahkan sampai minumanku sudah setengah, lelaki itu masih saja setia berdiri membelakangiku. Aku mengerti, mungkin ia tak enak melihatku menangis. Sebab aku juga begitu bila melihat orang lain menangis.

"i don't know how hard you are but i just wanna say, It's okay to sad. It's okay to cry. It's totally okay cause you are only a human. But, it's gonna be unfair, if you let the sadness take control when there's  still plenty of time to get up. You know, Everyone suffers in their life. And the problems will never stop. They will always come and haunt you. However, you must believe that at the end, time will heal everything. So, take your time. Cry as much as you want if it can make you relieved. But don't ever give up in your life. Life is long and it's gonna be lose if you spend in regret."

Aku terdiam sambil merenungkan kalimat lelaki itu, sampai suaranya kembali kudengar. "Maaf jika saya terkesan ikut campur. Hanya saja saya seperti melihat diri sendiri dalam dirimu. Sebagian diri saya merasa perlu berkata demikian. Sekali lagi maaf jika saya mengganggu kamu. Saya berharap kamu akan segera membaik. Saya permisi."

Setelah mengucapkan permisi, lelaki itu langsung pergi tanpa mau mendengarkan balasanku. Padahal tanpa dia tahu, ada secercah harapan yang kembali tumbuh setelah mendengar kalimatnya.

Sampai sekarang, lelaki yang tak kuketahui wajahnya itu selalu mencul setiap kali aku bersedih. Aku bahkan menyebutnya "penyelamatku." Sosok yang sampai sekarang selalu aku nanti hanya untuk mengucapkan Terima Kasih.

Alarm berbunyi.

Aku harus siap-siap ke kampus. Masa depanku masih panjang, aku punya sudah berjanji pada ibu bahwa aku akan berhasil dan mematahkan argumen orang-orang yang selama ini meremehkanku.

Let's start your day, Tisha!

📚✏️📚

avataravatar
Next chapter