webnovel

Empu

Petualangan dari seorang pemuda bernama Durpa yang telah terbuang dari dunia persilatan. Setelah padepokan milik ayahnya dihancurkan oleh padepokan - padepokan saingannya, dia menemukan harapan bangkit dan kembali berkelana di dunia persilatan. Namun bukan sebagai Kesatria dengan ilmu Kanuragan yang mumpuni, melainkan sebagai Empu (pembuat senjata di zaman jawa kuno). Dengan ambisi balas dendam dan kelicikan alami yang mengalir dalam darahnya Durpa menjelma sebagai Empu yang disegani oleh kawan maupun lawannya.

RodliAdikara · Fantasy
Not enough ratings
15 Chs

Bagian 15 : Kekuatan

"Clang... Clang... Clang..."

Suara gemuruh besi beradu besi mulai menghiasi suasana padepokan Senja. Sejak pertandingan dimaulai dengan cepat para peserta ingin menunjukkan kehebatan mereka dengan mengalahkan saingan - saingannya. Banyak dari mereka yang akhirnya terluka parah hingga meninggal. Memang begitulah dunia persilatan, nyawa seseorang seperti tidak ada artinya. Kehebatan seorang pesilat tidak ada artinya jika hanya teori saja, pesilat akan diakui oleh dunia persilatan jika mampu mengalahkan pesilat lainnya. Pertikaian sering kali terjadi dan kematian salah satu diantaranya sudah hampir pasti menjadi hasilnya. Membunuh lawan akan mengurangi pesaing dan mengurangi resiko balas dendam dari pesaingnya. Bahkan jika memang perlu dan mampu meraka akan menghancurkan padepokan ataupun keluarga dari lawannya.

Tiap harinya pasti ada berita tentang kehancuran sebuah padepokan. Tiap hari pula ada berita dibukanya padepokan baru oleh beberapa pihak, selain tempat membina bibit muda padepokan juga mewakili kekuatan yang dimiliki oleh seseorang atau pihak tertentu.

Selang beberapa waktu akhirnya Yudha kembali meninjau pertandingan di padepokan.

"Eh... Kau sudah selesai? Bagaimana? Apa yang diingikan wanita licik itu?" tanya Klinthang.

"Dia hanya merekomendasikan Sukmo bersaudara saja. Dari segi keahlian memang mereka rekrutan yang kita perlukan saat ini," jawab Yudha.

"Kau yakin Yudha? Apa tidak ada efek yang timbul dari perekrutan mereka? Dari asal usul mereka saja sudah sangat meragukan. Kita mungkin akan mendapati masalah jika merekrut mereka," ujar Klinthang.

"Padepokan kita tidak akan berkembang tanpa mengambil resiko. Tenang saja Dewi Lasmini telah memberikan janjinya bahwa mereka akan patuh pada perintahku, meskipun mereka tidak akan setia kepada padepokan aku akan memanfaatkan mereka degan sebaik mungkin demi padepokan kita," ujar Yudha.

"Kau percaya dengan omongan wanita berbisa itu?" tanya Klinthang.

"Buat apa dia membohongiku, dimatanya aku hanyalah seekor semut yang tak ada artinya," jawab Yudha.

"Benar juga yang kau katakan, meskipun ilmu kanuragan kita bisa dikatakan di atas rata - rata, tapi jika dibandingkan dengan mereka kita belum ada apa - apanya," ujar Klinthang.

"Aku percaya dengan keputusanmu Yudha, apapun yang kamu lakukan pasti demi kepentingan padepokan," tambahnya.

Dimata para murid di padepokan Senja, Yudha adalah sosok yang mementingkan kepentingan padepokan daripada dirinya. Padahal apapun yang dilakukan Yudha semata - mata untuk kepentingannya sendiri sebenarnya. Dia sudah merasa bahwa padepokan Senja akan menjadi miliknya suatu saat nanti, maka tak khayal semuanya dia lakukan demi padepokan yang akan menjadi miliknya. Meskipun keuntungannya tidak dapat dirasakannya sekarang tapi lambat laun dia pasti merasakan keuntungan atas apa yang dilakukannya.

Ambisi Yudha benar - benar sudah mengakar di otaknya. Apapun akan dia lakukan untuk mewujudkannya. Hanya kematian saja yang bisa menghentikan ambisinya.

"Kesempatan ini tidak akan aku sia - sia kan. Aku harus menjadi penerus guru Dirga. Akan aku buat kekuatanku sendiri. Jika nantinya Ketua Dirga tidak mempercayakan padepokan ini kepadaku, akan aku hancurkan padepokan ini dan ku bangun kembali," gumam Yudha.

"Yudha... kamu tidak apa - apa?" tanya Klinthang.

"Tidak apa - apa, aku hanya terjebak dalam lamunanku sendiri tadi. Dengan bibit - bibit baru dan para prajurit bayaran ini, bukankah padepokan kita sudah menjadi yang terkuat di daerah ini? Kita hanya harus mengatur sebaik mungkin penempatan mereka supaya tidak merusak ritme padepokan yang sudah terbentuk. Tapi dengan penambahan kekuatan sebanyak ini tidak mungkin ritme padepokan tidak terpengaruhi, mungkin sebaiknya kita merubah ritme kita untuk lebih memudahkan mereka membaur dan bekerja sama dengan kita," jawab Yudha.

"Hmm... Benar juga yang kamu katakan Yudha. Tapi Ketua Dirga mungkin tidak akan menyetujuinya, jika ritme kita berubah maka kita kemungkinan kehilangan salah satu ciri khas kita. Salah satu yang menjadikan padepokan kita tersohor karena ciri khas kita juga," ujar Klinthang.

"Tidak dapat dipungkiri 80% dari murid kita pasti menjadi pesilat ternama dan disegani, tapi jumlah murid kita jika dibandingkan dengan padepokan lain sangatlah jauh tertinggal. Padepokan kita hanya memiliki ratusan murid baru, sedangkan padepokan lain paling tidak memiliki ribuan murid hingga puluhan ribu. Kita disegani hanya karena nama besar senior - senior kita, bukan karena kekuatan kita," ujar Yudha.

"Sudah saatnya kita membentuk kekuatan baru untuk mulai menerapkan aturan - aturan baru yang sekiranya bisa lebih menguntungkan demi padepokan kita. Jika Ketua Dirga dan para guru tidak mau merubahnya, terpaksa kita mulai perubahan dari bawah sehingga para guru dan Ketua bisa melihat bahwa kita memerlukan perubahan demi kejayaan padepokan kita terjaga dan bertambah," tambahnya.

"Aku setuju denganmu. Jika kau hendak membentuk kekuatan baru itu aku akan menjadi anggota pertamanya, aku yakin apapun yang kamu lakukan untuk kejayaan padepokan ini," ujar Klinthang.

"Terima kasih saudaraku," ujar Yudha.