webnovel

Empu

Petualangan dari seorang pemuda bernama Durpa yang telah terbuang dari dunia persilatan. Setelah padepokan milik ayahnya dihancurkan oleh padepokan - padepokan saingannya, dia menemukan harapan bangkit dan kembali berkelana di dunia persilatan. Namun bukan sebagai Kesatria dengan ilmu Kanuragan yang mumpuni, melainkan sebagai Empu (pembuat senjata di zaman jawa kuno). Dengan ambisi balas dendam dan kelicikan alami yang mengalir dalam darahnya Durpa menjelma sebagai Empu yang disegani oleh kawan maupun lawannya.

RodliAdikara · Fantasy
Not enough ratings
15 Chs

Bagian 12 : Turnamen

Senopati Aji, Ruro Ponco, serta Dewi Lasmini melakukan pertemuan di kediaman Senopati Aji. Mereka sedang membicarakan rencana mereka untuk membalas perlakuan Dirga kepada mereka.

"Secepatnya kita harus bergerak. Jika kita menunggu lebih lama lagi, bisa - bisa kekuatan padepokan akan kembali pulih," ujar Ruro Ponco.

"Sebaiknya kita tidak gegabah dalam bertindak. Kita tidak boleh meremehkan kembali Dirga Reksi. Kegagalan kita mendapatkan pusaka itu karena terlalu meremehkan Dirga Reksi," sahut Senopati Aji.

"Benar sekali apa yang dikatakan  kakang Senopati Aji," imbuh Dewi Lasmini.

"Tenanglah saudara Ruro Ponco, aku sudah menyiapkan orang untuk menjadi mata - mata di padepokan Senja. Dirga pasti membutuhkan kesatria - kesatria bayaran untuk membangun kembali kekuatan padepokannya, saat itu kesempatan mata - mata kita untuk menyusup," ujar Senopati Aji.

"Lagipula... Menurut hasil penelusuran mata - mataku sebelumnya ada beberapa anggota padepokan Senja yang berpotensi untuk kita manfaatkan. Hahaha..." imbuhnya.

"Saudara Senopati Aji benar - benar bijaksana. Hahaha..." sahut Ruro Ponco.

"Jika kita bisa menghancurkan padepokan Senja dari dalam, ini akan menjadi pembalasan yang setimpal untuk Kakang Dirga. Berikan informasi anggota padepokan Senja itu padaku, serahkan padaku saja tugas merekrut ini," ujar Dewi Lasmini.

"Remcanaku pun begitu, tugas ini memang cocok untuk wanita cantik sepertimu," sahut Senopati Aji.

Beberapa hari berikutnya padepokan Senja mengadakan turnamen bela diri untuk mencari bibit - bibit baru dan kesatria mumpuni untuk menstabilkan kondisi kekuatan padepokan. Tugas ini diserahkan kepada Yudha murid nomor satu Dirga. Sedangkan Dirga melakukan semedi guna memulihkan kondisinya, serta mempelajari Tombak yang baru saja didapatkannya itu.

Sudah beberapa hari ini Durpa tidak keluar dari kamarnya. Dia benar - benar bosan, namun dengan penjagaan yang ketat serta ancaman ayahnya Dirga dia tidak dapat berbuat apa - apa.

"Sialan, bisa - bisa aku mati kebosanan. Aku harus mencari akal agar bisa keluar dari kamar ini," gumam Durpa.

Sementara itu di ruang semedi Dirga.

"Tombak ini benar - benar susah untuk dimengerti. Sudah beberapa hari aku mempelajarinya namun belum kutemukan cara untuk mengembalikan kekuatannya. Bisa - bisa tombak ini hanya akan menjadi besi rongsokan," gumam Dirga seraya kecewa.

"Sudahlah... Jika aku tidak bisa mengembalikan kekuatan pusaka ini, berarti aku tidak berjodoh dengan pusaka ini. Siapa tahu suatu saat nanti, salah satu murid ataupun keturunanku berjodoh dengan pusaka ini dan mampu mengembalikan kekuatannya. Pada saat itulah padepokan Senja akan menjadi padepokan terkuat di kerajaan Tirtowuni," ujar Durga.

Lapangan padepokan Senja beberapa hari ini dipadati para peserta turnamen. Mereka berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang. Kebanyakan dari mereka adalah kesatria bayaran yang ingin mengadu peruntungannya. Meskipun mereka tidak tahu apa yang mempelopori turnmen ini, namun peluang untuk dapat bekerja di salah satu padepokan terbaik di Tirtowuni sangatlah menggiurkan.

"Hmm... Sepertinya banyak sekali bibit - bibit berbakat yang akan kita dapatkan setelah turnamen ini. Kesatria - kesatria yang bisa direkrut juga lumayan banyak," ujar Yudha.

"Dengan begini kekuatan kita akan meningkat pesat. Kenapa guru tidak pernah mengadakan turnamen sepeti ini sebelumnya?" gumam Yudha.

Mencari bakat melalui turnamen bela diri mungkin adalah cara yang cepat dan tepat untuk mendapatkan bibit unggulan. Namun Dirga adalah sosok yang sangat berhati - hati dalam memilih calon muridnya. Biasanya murid senior diutusnya untuk berkeliling di daerah terpencil mencari desa - desa di pelosok daerah guna mencari calon murid yang sekiranya berbakat. Dengan cara ini dia mungkin tidak mendapatkan bibit yang terkuat tetapi dia mendapatkan yang paling setia. Terbukti semua mata - mata padepokan lain yang dibantainya malam itu adalah para kesatria bayaran yang disewanya sebagai penjaga dan guru ilmu kanuragan.

"Ketua Dirga memang sosok yang susah aku mengerti. Jika dari dulu kita mengadakan turnamen bela diri, murid - murid senior tidak perlu bersusah payah melakukan perjalanan ke pelosok negeri untuk mendapatkan calon murid padepokan. Dan tak sedikit dari mereka yang akhirnya menghilang atau bahkan terbunuh oleh murid padepokan lainnya," ujar Yudha.

"Benar sekali itu kakak, aku juga hampir mati guna membawa pulang calon murid yang kudapatkan dari pelosok negeri itu. Tapi untunglah ternyata dia benar - benar berbakat, kalu tidak sudah kubunuh anak itu karena membuat malu aku sebagai senior yang membawanya dengan taruhan nyawa. Hahaha..." sahut salah satu murid yang dikenal dekat dengan Yudha, dia bernama Klintang.

Klintang mungkin bukan salah satu murid senior paling berbakat di padepokan Senja, namun pergaulannya di luar padepokan merupakan yang terluas dan terbanyak. Dan dengan berbekal kemampuannya itu dia diangkat sebagai pemimpin pasukan mata - mata padepokan Senja. Semua informasi penting yang didapat Dirga adalah hasil jerih payah dia dan pasukannya. Bahkan informasi reruntuhan Sindarta, dia juga yang mendapatkannya.

"Kita manfaatkan dengan sebaik mungkin turnamen ini sehingga mendapatkan bibit - bibit unggul yang lebih baik dari tahun - tahun sebelumnya," ujar Yudha bersemangat.