webnovel

Anak Tiri

Untuk apa yang Aku pelajari, dunia ini sepertinya cukup mudah diisi dengan pengetahuan dan teknologi; di mana kekuasaan dan kekayaan menentukan peringkat seseorang dalam masyarakat. Dalam hal itu, itu tidak terlalu berbeda dari dunia lamaku, kecuali karena berkembangnya teknologi dan banyaknya perbedaan pengetahuan.

Di dunia lama ku, perang telah menjadi bentuk penyelesaian perselisihan antar negara yang hampir hancur. Jangan salah paham, tentu saja masih ada pertempuran skala kecil dan pasukan masih dibutuhkan untuk keselamatan warga. Namun, perselisihan mengenai kesejahteraan suatu negara didasarkan pada duel antara penguasa di negara mereka, terbatas pada penggunaan senjata, atau pertempuran tiruan antara peleton, di mana senjata terbatas diizinkan, untuk perselisihan yang lebih kecil.

Oleh karena itu, Raja bukan tipikal pria gemuk yang duduk di atas takhta memerintah orang lain, tetapi harus menjadi pejuang terkuat untuk mewakili negaranya.

Aku menutup ensiklopedia dan menempatkan diri ku lebih nyaman di kursi.

Merenungkan apa yang baru saja ku baca, dunia ini tampak sangat maju. Dari apa yang bisa ku simpulkan, sepertinya banyak kemajuan dalam teknologi. Senjata tidak diizinkan secara bebas dan benar-benar diatur kecuali jika kamu orang-orang yang memegang otoritas. Demi Tuhan, itu terus membingungkan ku setiap kali aku melihat teknologi baru yang kutemukan.

Cukup tentang itu...

Mata uang di dunia baru ini sepertinya cukup mudah dari pertukaran yang dilakukan bibiku dengan para pedagang.

Setelah memindai melalui ensiklopedia, tampaknya tidak ada banyak informasi lain selain yang ku miliki saat ini.

Setiap hari aku mengasah tubuh baru ku, agar aku terbiasa.

****

" Hmm.... bagaimana yah... hmmm .. ayolah... berpikirlah...! " Sano berusaha berpikir dengan keras. Sudah cukup lama dia berdiri di tepi kolam ikan.

CLak... CLak... CLak..

Sano melempar lembar batu ke dalam kolam yang jernih itu.

" Lama-lama airnya akan keruh jika kamu terus melemparnya kesana seperti itu. "

Sano berbalik ke arah suara itu. Ternyata yang berbicara adalah Naraya yang berada di belakang Sano memegang mangkuk berisi makanan ikan. Seperti biasa, Naraya memasang wajah datar.

" Eh, kakak! Selamat sore "

"......"

" Kakak mau memberi makan ikan? sini biarkan aku membantu kakak. "

Saat Sano mencoba mengambil mangkuk di tangan Naraya, Naraya menghindar.

" Eh? kenapa kak? Kakak tidak mau aku membantu? "

Tanpa menjawab, Naraya melangkah ke tepi kolam. Sano sedikit jengkel melihatnya.

****

Malam tiba.

Sano mengantarkan makan malam ke kamar Kakaknya. Dia berharap untuk lebih dekat dengan kakaknya lagi.

" Selamat malam kak. Aku bawakan makan malam untukmu. "

Sano melangkah mendekati Naraya dan meletakkan makanan di dekatnya. Sano penasaran apa yang dibaca kakaknya. Lalu ia bertanya.

" Kak, sedang baca buku apa? "

"....."

"Emmm... kakak, kumohon jangan dingin kepada ku. Aku tidak tahu sampai kapan aku bisa bersama dengan kakak dan bibi lagi. " gumam Sano dengan ekspresi sedihnya.

Naraya menoleh kearah Sano, kemudian tatapan nya kembali ke buku lagi.

" Aku tahu, kakak tidak akan berkata apapun. Tapi.. aku yakin kakak akan mendengarkan ku. Sejujurnya aku tidak ingin tinggal dengan ayah dan ibu. Mereka selalu membeda-bedakan kita. Meskipun kita beda ibu, aku sangat menyayangimu, kak. "

Naraya kaget kalau ternyata pemilik tubuh asli ini adalah seorang anak tiri. Sano adik tirinya.

Sano terus bercerita.

" Ayah selalu membeda-bedakan kita, sampai ayah mengirim kakak ke kota ini. Aku yakin mereka pasti akan memaksa ku untuk tinggal bersama mereka. Tapi aku tidak mau, aku hanya ingin tinggal bersama kakak dan bibi. Kita sudah tinggal bersama selama 14 tahun. Kakak selalu mengambil tanggung jawab atas semua kesalahanku. "

" Kamu sebaiknya tidur. Kamu besok sekolah kan? "

Setelah melihat reaksi Naraya biasa saja, mata Sano berkaca-kaca. Ia sangat sedih, kemudian berkata.

"..... mengapa? mengapa kakak sama sekali tidak perduli dengan cerita ku?! "

" Itu adalah masa lalu yang menyedihkan, tak seharusnya dibahas. Kamu kembali lah tidur. "

Brakk~

Sano pun pergi dengan membanting pintu. Sebenarnya Naraya mengerti apa yang dirasakan Sano. Namun dia memiliki perioritas lain. Dia harus mendapatkan informasi sebanyak mungkin.